Ivy meremas jemarinya yang saling bertautan. "Charlotte, aku gugup sekali.""Hei, tenanglah. Jangan takut. Tidak ada yang bisa membatalkan semua keindahan ini." Charlotte tertawa kecil. "Oh, Tuhanku, kau cantik sekali, Ivy."Gaun pengantin yang sedang dikenakan Ivy, hanya tinggal menyematkan veil saja. Veil yang dibuat dari kain tulle berkualitas tinggi itu akan disibakkan oleh Ocean di depan altar gereja.Ya. Hari ini pernikahan akan digelar. Hanya di gereja dan pesta taman di mansion utama keluarga Alexavier. Tidak banyak tamu yang datang, sesuai keinginan Ivy.Untuk resepsi pernikahan akan digelar kemudian. Ocean hanya menunggu kapan Ivy menginginkan acara itu digelar saja. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya kalau Ocean akan semudah ini tunduk pada keinginan seorang perempuan."Berbahagialah, Ivy. Aku turut senang melihatmu seperti ini." Charlotte sampai sibuk mengipas-ngipas wajah dengan tangan. Karena mendadak air matanya hendak luruh."Ah, Charlotte, jangan menangis. Bisa-bisa
Di kamar president suite yang dijadikan sebagai kamar pengantin itu, Ivy menatap bayangan wajahnya.Masih tak percaya dirinya sudah resmi menjadi Nyonya Ocean Aloysius Alexavier. Setelah pesta pernikahan sederhana ala taman yang dilangsungkan di mansion utama milik keluarga Alexavier, tibalah saatnya untuk beristirahat.Ivy mengenang saat dengan lantangnya Ocean mengucap sumpah janji pernikahan yang disaksikan oleh para kerabat terdekat. Lalu ketika dinyatakan sah sebagai suami istri, Ocean memagut bibirnya di depan semua tamu, kaki Ivy benar-benar kehilangan daya tumpu.Ocean langsung menggendong Ivy keluar dari gereja. Mereka memasuki mobil khusus pengantin, menuju ke kediaman keluarga Alexavier. Sepanjang perjalanan, Ocean sibuk menuntaskan kerinduannya kepada Ivy.Ivy sampai harus di make up ulang karena lipstik dan wajahnya berantakan karena ulah Ocean. Mengingat semua itu, rasanya Ivy ingin menggulung dirinya dalam selimut saja. Lalu di acara pesta taman itu, Ocean tak sungkan
Seumur-umur, baru kali ini Ivy naik privat jet. Dengan sosok tampan yang duduk santai di hadapan sambil sibuk memantau tabletnya. Ivy suka melihat wajah serius Ocean. Dia tak merasa keberatan dengan kesibukan sang suami. Karena Ocean berjanji hanya sebentar saja mencuri waktu di momen bulan madu ini.Ocean mengenakan kaus berkerah berwarna navy. Satu warna dengan gaun semi formal yang Ivy kenakan. Satu hal lagi yang membuat Ivy cukup kagum, dirinya melenggang begitu saja tanpa perlu bersusah payah. Semua kebutuhan Ivy sudah disiapkan dalam koper dalam kondisi baru. Kentara sekali Ocean berusaha keras untuk memanjakan istrinya itu. Sebuah upaya yang sangat diacungi jempol oleh Jarret. Mengingat sang asisten pribadi lah yang sibuk menjemput semua pesanan sang Tuan.Ivy tak bosan menatap wajah tampan yang sangat serius bekerja itu. Sampai dia menyangga dagu dengan sebelah tangan. Ketika Ocean tanpa sengaja mengalihkan pandangan, keduanya bersitatap."Kenapa? Kau bosan menungguku?" Iv
Ivy menangis tanpa isakan di dalam kamar mandi. Pantas saja dia merasa seperti pernah mengenal cara sentuhan yang diberikan oleh Ocean. Kenapa dia sampai lupa satu hal paling penting dari lelaki yang pernah membuat janin tumbuh di rahimnya? Kemarin, dia memang melihat otot perut Ocean, tetapi tato itu masih tertutupi oleh handuk. Saat berhubungan untuk pertama kalinya setelah menikah, lampu redup membuatnya merasa nyaman. Tanpa menyadari kalau dirinya kembali terperosok dalam lubang yang sama. Sekarang, ketika pagi menjelang dan bias cahaya menembus sisi jendela yang tak tertutup rapat oleh gorden, Ivy melihat sendiri satu-satunya pertanda tentang malam itu. Ivy tak bisa lari. Karena letak pulau yang jauh dari keramaian. Ivy mengigit bibirnya kuat-kuat. "Apa yang harus aku lakukan? Kami baru kembali lusa nanti."Bagaimana Ivy bisa bersandiwara selama itu? Sementara di kepalanya semua adegan dari masa seperti potongan slide show yang diulang lagi. Pantas saja dia berkali-kali meras
Ocean tak habis pikir dengan pertanyaan Ivy. Memang ia menyembunyikan sesuatu tentang malam itu. Akan tetapi, Ivy juga melakukan hal yang sama, bukan?Lantas bagaimana dengan sikap polos Ivy yang seperti tidak pernah mengenal Ocean sebelumnya? Namun, lelaki yang sudah berganti status menjadi suami itu hanya menghela napas panjang. "Aku tak pernah serius pada satu perempuan. Masa laluku cukup rumit. Tapi yang jelas tidak akan ada gadis yang datang kepadaku untuk meminta pertanggungjawaban." Ocean berucap tegas. Ocean sepenuhnya sadar kalau hanya Ivy saja yang pernah ia datangi tanpa pengaman. Dan setelah itu, ia tidak pernah bersenang-senang dengan wanita mana pun lagi. Wajah Ivy semakin muram. 'Tentu saja tidak ada gadis yang akan mendatangimu untuk mendapatkan pertanggungjawaban. Karena bayi itu sudah tiada.'"Ayo, makan. Kau harus menikmati kebersamaan kita. Karena lusa kita kembali. Lalu aku akan disibukkan dengan urusan pekerjaan." Ocean menarik tangan Ivy agar segera bangkit d
Sungguh, dua hari bersama Ocean terasa begitu panjang dan menyiksa setelah Ivy mengetahui kebenarannya. Sekuat apa Ivy mencoba untuk berusaha normal, tetap saja ada gerakan halus sebagai penolakan.Ivy lega karena mereka sudah kembali ke penthouse. Ketika Ocean ingin pindah ke kediaman yang lain, Ivy menolak. Alasannya karena rumah baru pasti akan sangat kosong, jika hanya mereka berdua saja di dalamnya.Ivy tak bisa lagi menatap penthouse itu dengan perasaan yang sama. Semua kebahagiaan yang belakangan Ivy rasakan, seperti cemoohan nyata berdengung di telinga. "Sayang, mau ke mana?" tanya Ocean seraya bersedekap. "Ke kamar," jawab Ivy sambil menarik kopernya. Benda itu dibeli bersamaan dengan barang-barang di dalamnya. "Lantai dua, Sayang. Kamarmu bukan lagi yang kemarin." Ocean menangkap tangan Ivy. Ivy terdiam beberapa saat. "Oh, oke."Ivy sudah berpikir untuk mengikuti permainan Ocean sementara waktu. Sampai dia berhasil mencari celah untuk melarikan diri. "Istirahat saja. Na
Pagi-pagi buta, Ocean sudah bersiap-siap untuk pergi. Ivy yang begitu mudah terjaga karena terbiasa mengurusi orang sakit dan Lake, ikut terbangun."Maaf, aku membangunkanmu." Ocean yang tadinya sudah beringsut turun dari ranjang sehati-hati mungkin, langsung menunduk untuk mengecup kening Ivy. "Kau mau pergi?" tanya Ivy masih dengan sisa kantuk yang membuat kelopak matanya terasa berat. "Iya. Kakek menugaskan aku untuk memantau beberapa pekerjaan di kota Thunder." Ocean malah duduk di tepi ranjang. "Tapi, dua hari lagi, datanglah menyusulku. Kita lanjut bulan madu kedua."Rambut Ivy yang tampak berantakan juga wajah bantalnya membuat Ocean gemas. Betapa istrinya itu tampak sangat cantik alami dan menggemaskan."Tapi aku tak pernah ke kota itu." Ivy merapikan rambutnya. "Jarret akan menjemputmu nanti. Tak perlu banyak membawa pakaian. Nanti bisa dibeli di sana." "Sekarang, aku harus menyiapkan apa saja untukmu?" Ivy mengikat rambutnya tinggi, menampilkan leher jenjang kesukaan Oce
Ivy dan Charlotte menghabiskan malam di kamar tamu. Keduanya sibuk bergosip tentang semua yang terjadi belakangan ini. Termasuk Marion dan Lake."Tuan Jacob sama sekali tidak pernah kembali ke mansion itu. Jadi Bibi Anne hanya memasak makanan untuk para maid dan pekerja lainnya saja." Charlotte mulai menguap. "Kenapa kau cepat sekali mengantuk? Aku masih ingin mengobrol." Ivy tak ingin mengatakan kalau dirinya mengalami mimpi buruk akhir-akhir ini.Wajah tampan Ocean malah menjadi mengerikan di dalam mimpi itu. Bukan hanya itu saja, kematian bayi mereka pun membuat Ivy semakin dikejar rasa bersalah. "Besok saja. Kita bisa bolos ke kampus kalau kau masih sangat merindukan aku." Lagi-lagi Charlotte menguap lebar. "Dasar menyebalkan!" Ivy menarik selimutnya dan terpaksa ikut memejamkan mata.Sayangnya, entah ke mana perginya rasa kantuk itu. Ivy memutuskan untuk beringsut turun dari ranjang, berjalan naik ke kamar Ocean. Begitu menghirup aroma parfum yang tersisa di kamar, hati Ivy te