Mungkin saja apa yang diucapkan suamiku itu benar tapi entah kenapa lagi-lagi aku merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Sarah.
Tapi apa? Ah sudahlah, kenapa juga aku harus memikirkan masalah Sarah? Sekarang aku harus fokus pada masalah kepergian Nila yang masih banyak kejanggalan itu.Setelah Mila benar-benar datang, aku pasti akan menceritakan semuanya tanpa ada yang terlewat."Siapa yang berbohong, Paman?"Kaget bukan main saat kami lihat tiba-tiba Sarah sudah berdiri di belakang kami.Secepat kilat suamiku memasukan ponsel itu ke dalam saku celananya, kemudian bergegas masuk ke dalam kamar."Eh Sar, kamu kirain siapa."Sarah mendekat lalu duduk di atas dipan bersamaku."Lagi pada ngomongin apa sih, Bi? Kok serius banget."Aku mengibaskan tangan."Ah bukan apa-apa, cuma ngomongin masalah buat tahlilan nanti malam aja, Bibi bingung masih belum punya apa-apa buat jamuan yang tahlil," jawabku sekenanya."Gak usahlah dipaksain kalau gak ada Bi, mereka ikhlas mendoakan Nila."Aku tersenyum tipis, anak ini sangat manis dan baik sekali, omongannya juga bikin adem di hati, tapi kenapa selama ini ia harus bohong padaku soal ponsel itu? Dan soal Mila kemarin ... ah kalau sudah begini rasanya aku sulit untuk percaya lagi padanya."Emang Bibi mau bikin apa, Bi? Sini biar Sarah yang bantuin." Anak itu bicara lagi seraya bangkit melihat bahan-bahan makanan yang sudah kupersiapkan di atas meja."Gak usahlah Sar, masa kamu bantuin di dapur, kamu 'kan anak muda, sana pergi aja gih, pasti kamu juga lagi sibuk ngurusin proposal acara."Sarah tertawa kecil."Proposal udah beres semalem Bi, sekarang Sarah gak ada kegiatan, daripada bengong mening bantuin Bibi di sini." Ia bersikeras dengan wajahnya yang sangat ramah.Sarah ini bukan hanya gadis yang cantik, tapi ia juga ramah, baik dan aktif pula di setiap kegiatan desa.Dulu Nila anakku juga begitu, mereka sering terlibat dalam acara desa bersama-sama, Nila dan Sarah ini adalah dua sahabat yang tak bisa dipisahkan sejak dulu, kemana-mana mereka selalu bersama.Sayangnya sejak Nila menikah, Sarah mau tak mau harus rela berpisah dari sahabatnya itu karena mau bagaimana lagi? Jodoh Nila datang lebih dulu dan jauh pula.Kupikir Nila akan bahagia hidup bersama suaminya di jauh sana, tapi ternyata kenyataan yang kuterima sekarang justru membuatku amat sesak dan trauma.Andai aku tahu semuanya akan berakhir seperti ini, aku tidak akan pernah membiarkan Nila dibawa jauh oleh suaminya yang pengecut itu."Oh ya Sar, semalem ibumu datang ke sini nyariin kamu, emangnya kamu kemana?"Sarah mendadak mematung di depan lemari piring."Ah emm ... Sarah ke bale desa Bi, ada kumpulan anak-anak muda di sana," jawabnya dengan senyuman sekenanya.Aku membalas sekenanya juga. Jujur saja, saat tadi aku tahu soal kebohongan Sarah, aku rasanya jadi canggung sekali padanya."Oh ya, Bi, soal Mbak Mila, maaf ya sebetulnya ...." Ia bicara lagi.Aku menoleh ke arahnya saat anak itu diam sebentar. Entah apa yang akan dikatakan Sarah soal Mila kali ini. Apa jangan-jangan ia akan berbohong lagi?"Sebetulnya Sarah bohong sama, Bibi."Teg teg teg. Jantungku langsung tak karuan. Tapi aku tak bicara sedikitpun, kubiarkan saja anak itu akan bicara apa setelah ini."Bi, sebetulnya Mbak Mila enggak sedang di perjalanan pulang, malahan ... Sarah kemarin gak hubungi Mbak Mila soal kepergian Nila," lanjutnya.Keningku mengerut tepat di hadapannya. Sarah memang sengaja berbohong dan sekarang ia mengakuinya? Apa yang sebetulnya anak ini mau? Duh aku hampir saja curiga yang tidak-tidak padanya karena ia berbohong tapi syukurlah dia sekarang mengakuinya meski jujur aku kesal mendengarnya."Maaf ya Bi, Sarah terpaksa bohong karena kemarin itu Sarah bener-bener bingung. Bibi lagi emosi berat, gak mungkin Sarah ngabarin berita duka ini juga ke Mbak Mila dalam keadaan Bibi belum stabil," katanya lagi.Aku tetap diam. Tapi kenapa alesannya gak masuk akal?"Bi." Sarah mengejutkanku."Eh ya Sar, ya udahlah Sar, mau gimana lagi? Jujur Bibi kecewa mendengar ini, kamu harusnya tetap kabari Mila soal kabar kepergian Nila kemarin, apalagi kemarin kamu lihat sendiri 'kan Bibi sangat terpuruk? Bibi sangat butuh Mila."Sarah menunduk lesu di hadapanku, ia juga tak henti meremas jari-jemarinya."Maaf ya, Bi.""Heh udah gak apa-apa, gak usah teralalu dipikirin, Bibi tahu niatmu baik, tapi Bibi jadinya hampir berpikir yang enggak-enggak sama kamu Sar.""Kalau gitu sekarang Sarah mau telepon Mbak Mila dulu ya, Bi, biar Mbak Mila cepet pulang," katanya lagi.Ia pun beranjak, tetapi sebelum ia keluar dari pintu dapur aku segera menghentikannya."Gak usah Sar, Bibi udah hubungi Mbak Mila, dia akan segera pulang kok hari ini."Sarah kembali menoleh dengan wajah yang sudah berkeringat."Udah dihubungi, Bi?""Udah," pungkasku seraya pergi ke belakang rumah.Aku tidak ingin sarah bertanya lebih jauh, lewat siapa aku menghubungi Mila.Tapi yang kutakutkan justru benar terjadi, Sarah menyusul ke belakang dan duduk di atas dipan kayu bersamaku."Bi, memang kapan Bibi hubungi Mbak Mila? Terus Bibi pakai ponsel siapa?" cecarnya.Aku menarik napas berat. Biarlah karena sudah terlanjur Sarah bertanya kujawab sejujurnya saja. "Pakai ponsel yang dulu kamu bilang Rusak," jawabku tanpa ragu.Sarah mendadak pucat sambil menelan salivanya."Tapi ponsel itu 'kan rusak, Bi dan-""Saat dibawa ke bale desa ternyata ponselnya hanya perlu dicas dan enggak rusak sedikitpun," potongku."Oh jadi ponselnya enggak rusak, Bi? Maaf ya Sarah pikir dulu itu ponselnya rusak karena gak nyala-nyala saat udah dicas," balasnya sambil menepuk kening.Aku membalas dengan senyuman seadanya."Bi, ya udah ya Sarah pulang dulu, Sarah lupa ada sesuatu yang harus Sarah kerjakan," katanya lagi.Aku menganggukan kepala."Ya udah gih Sar, Bibi kan udah bilang dari tadi, takut kamu lagi ada urusan gak apa-apa kamu gak usah bantu-bantu di sini dulu," ucapku.Sarah tersenyum."Sebenarnya bukan urusan penting sih, Bi, emang Sarah ada yang kelupaan aja, tapi nanti juga Sarah balik lagi ke sini, cuma bentar kok, ya udah bentar ya, Bi," pungkasnya.Sarah pun segera keluar lewat pintu dapur. Aku mengangkat bahu, entahlah anak itu mau ke mana dan ada urusan apa, tadi katanya gak ada kegiatan sekarang malah mendadak ada yang kelupaan. Hmm Saraah Saraah.Dia itu memang mirip sekali dengan Nila.-Malam hari ketika waktu tahlilan ketiganya Nila tiba. Para tetangga sudah berkumpul selepas isya.Sementara aku sibuk sendiri di dapur, menyiapkan berbagai macam makanan ringan untuk kuberikan setelah tahlilan selesai dilaksanakan.Tadi ada si Mae yang bantu-bantu tapi anaknya yang paling kecil malah nangis terus di rumahku, gak tahu kenapa, jadinya terpaksa Mae pulang saja."Kemana si Sarah? K
"Hah? Apa iya, Bi?" tanya Sarah tak percaya."Iya bener enggak tahu kenapa, apa mungkin karena kamu sahabatnya? kamu yang selalu bersamanya dan kamu yang selalu membantu kami selama ini? Jadi lah ia datang dengan rupa kamu."Sarah menelan salivanya."Tapi untuk apa Nila datang, Bi?" Dia bertanya lagi.Aku menggeleng kepala."Itulah Bibi juga enggak tahu, tapi kata paman mungkin Bibi hanya trauma jadi pikiran-pikiran itu memunculkan ketakutan dalam diri Bibi sendiri.""Iya bener, Bi, makanya Bibi harus ikhlaskan Nila, jangan sampai Nila gak tenang karena pikiran Bibi yang terlalu berlebihan," ucapnya sambil mengelus punggungku.Aku tertunduk lesu, mendadak aku tak berselera menyiapkan makanan untuk menyambut kedatangan Mila."Ya udahlah Bi, mendingan kita lanjutin aja persiapkan makanan buat Mbak Mila nya, yuk," ajak Sarah mencoba menghilangkan kesedihanku.Aku mengangguk dan kembali memegang sutil yang tadi kulepaskan itu.Selesai kami memasak Sarah juga sibuk membantuku menghidangkan
"Mbak Mila? Ya Allah Mbak apa kabar? Kapan datang?" Ia berbasa-basi."Baik, ini baru aja datang Sar." Mereka pun cipika-cipiki seperti biasanya."Ya ampun, Mbak Mila makin putih aja, makin cantik pula, hebatlah pokoknya Mbak Mila ini," kata si Sarah terkagum-kagum seraya meneliti diri Mila."Kamu ini bisa aja, padahal lebih cantikan kamu kemana-mana," balas Mila seraya mengibaskan tangannya.Kalau soal wajah aku setuju Sarah memang jauh lebih cantik, mirip bule tapi kalau soal penampian dan kebersihannya, sekarang anakku yang menang, ya maklum sih mungkin karena si Mila itu sering perawatan di sana."Mbak yang bisa aja, mana ada gadis kampung kayak Sarah ini cantik, jauh lah Mbak."Sarah dan Mila pun lanjut mengobrol, layaknya dua orang sahabat yang saling merindukan setelah sekian lama mereka bicara heboh sekali entah membicarakan apa, tapi kemudian ada juga saat mereka terisak-isak ketika membicarakan Nila."Dulu ... Nila suka menimbrung kalau kita lagi mengobrol begini ya, Mbak."
"Enggak ada gimana maksud kamu?" tanyaku setengah menaikan oktaf."Coba Bibi dan Paman ke sini, lihat sendiri saja," balas si Parman.Aku pun segera mendekat dan melihat sendiri lubang makam itu."Astaghfirullah al'adzim." Aku kembali ambruk di dekat gundukan tanah bekas kuburan Nila yang sudah dibongkar habis itu."Apa yang terjadi sama kamu, Nak?" jeritku lagi."Parman apa kamu yakin jenazah Nila gak ada?" tanya suamiku."Lihat sendiri saja, Paman."Dengan kaki bergetar suami melangkah ke dekatku."Gustiii bagaimana bisa jenazah anakku hilang? Kemana dia sekarang?" Suami ikut ambruk di sampingku, dengan wajah frustasi dan kacau ia memegangi kepalanya."Apa mungkin jenazah Nila dibawa binatang buas?" tanya seorang warga yang ikut menggali."Gak mungkin, gak mungkin binatang buas membawanya atau kalaupun dirusak pasti ada bekasnya." Suamiku menyahut dengan terus menggelengkan kepala. Ia tampaknya terpukul sekali melihat kondisi makam Nila."Bang, Parman coba periksa sekali lagi, mungk
Aku paham maksud suamiku, mungkin dia tidak ingin merepotkan Mila soal biaya yang akan Mila keluarkan jika melaporkan kasus ini ke polisi, aku juga paham suamiku tidak ingin kabar menghilangnya jenazah anakku sampai tersebar luas dan menjadi bahan tontonan masyarakat luas.Aku paham betul suamiku adalah orang yang tertutup, dia sangat menjaga nama baik keluarga kami."Bapak tenang aja, enggak usah khawatir, berita menghilangnya jenazah anak kita Ibu pastikan gak akan sampai bocor ke media, apalagi sampai tersebar luas, Ibu juga tahu bagaimana rasanya malu, Pak, kasihan juga anak kita. Karena itu Ibu pastikan hanya orang-orang tertentu saja yang akan mengetahui hal ini," ujarku panjang lebar.Akhirnya suamiku pun mulai mereda dan kembali menimbang-nimbang ucapanku."Ya sudah kalau begitu Bapak dukung kalian, semoga jenazah anak kita cepat ditemukan," ucapnya. Aku mengangguk pelan.Saat sedang mengobrol tiba-tiba terdengar bunyi sirine mobil ambulans di pekarangan rumah.Bergegas aku
Tanpa menunggu lagi aku bergegas melangkahkan kaki menghampiri mereka. Tapi sekitar 5 langkah sebelum sampai mendadak langkahku mati saat kulihat Sarah bertelunjuk jari sambil berteriak tepat di depan wajah suamiku."Urus dulu wanita tua itu! Baru kau meminta bagianmu, aku sudah bilang bermainlah yang pintar, buatlah pikirannya terpecah belah tapi tidak dengan membahayakan namaku!" Teg. Jantungku langsung melonjak hebat sejurus dengan rasa shock yang lagi-lagi menyerang benakku.Aku benar-benar seperti diterjang badai yang tak berkesudahan.Sarah? Kenapa Sarah begitu pada suamiku? Ada apa ini? Apa yang sedang mereka permasalahkan sampai Sarah berani kurang ajar pada suamiku?Bagian? Bagian apa? Dan wanita tua itu siapa?"Tap-" Ucapan suamiku mendadak terhenti, saat bola mata Sarah berputar liar ke arahku."Tapi Paman paham perasaanmu sekarang Sar, semoga ibumu cepet sembuh," lanjut suami.Karena Sarah tampak sudah menyadari keberadaanku akhirnya kulanjutkan langkah menghampiri merek
Aku menoleh, seorang pria berkemeja rapi ada di sana, tampaknya dia seorang dokter karena dilihat dari penampialnnya, ia sungguh berbeda dan terlihat bersih sekali."Ah saya ... emm ... tadi habis menengok pasien yang ada di dalam, saya permisi, Dok." Aku buru-buru pergi sebelum dokter itu mengira aku sedang merencanakan sebuah kejahatan.Meski sejujurnya aku masih penasaran, ada apa antara suamiku dan Sarah? Kenapa mereka seperti sedang terlibat pertengkaran hebat hari ini? Dan apa tadi katanya? Suamiku ceroboh? Mereka juga membicarakan masalah kepulangan Mila, ada apa ini? Apa mungkin mereka menyembunyikan sesuatu dariku?"Ah sudahlah." Aku mengibaskan tangan.Ada urusan yang jauh lebih penting sekarang, aku harus buru-buru pergi ke kantor bale desa, sudah tak sabar rasanya aku ingin mengumumkan soal rencana sayembara pencarian jenazah Nila.Aku berharap dengan cara ini Nila akan segera ditemukan, karena entah kenapa polisi sulit sekali menanggapi laporan orang-orang desa seperti
"Heii."Dua orang petugas ikut berlari. Anjing pun berhenti dan terus menggonggong di sekitar pintu dapur rumah Sarah. Dengan perasaan yang sudah berubah tak karuan akhirnya aku juga mengekor mereka.Tetangga juga mulai berdatangan, mereka tampak penasaran ingin melihat apa yang sedang terjadi di sini."Ada apa, Pak?" tanyaku cepat."Maaf yang ini rumah siapa? Bisa kami periksa ke dalam?""Ini? Rumah tetangga saya, tapi mereka sedang tidak ada di rumah, mereka di rumah sakit." Aku menjawab apa adanya.Petugas itu diam, sementara anjing terus saja menggonggong tak mau berhenti."Bagaimana, Komandan?" tanya seorang polisi pada polisi yang satunya."Bu, ada sesuatu yang mencurigakan di rumah ini, kami harus periksa," ucap Komandan polisi padaku.Aku bergeming, sementara tubuhku mulai meremang.Sesuatu yang mencurigakan? Di rumah Sarah? Apa maksudnya?"Bu!" Aku mengerjap."Eh iya, Pak, tapi anu itu loh, orangnya gak ada, lagipula ... apa hubungannya kasus ini dengan tetangga saya?""Kam