Geram rasanya Arnon melihat itu. Belum sehari kenapa sudah beredar berita tidak jelas di media. Entah siapa yang usil merekam kejadian saat Fea pingsan di pernikahan Irvan dan Stefi. Judul berita yang muncul membuat gerah saja, 'Belum move on, istri Arnon pingsan saat pernikahan sang mantan'. "Sial! Ada saja yang bikin senewen!" umpat Arnon dalam hati. Dia letakkan nampan makanan di nakas sebelah tempat tidur, dia matikan TV. Belum sampai mendekat kepada Fea, bunyi notif berulang kali masuk di ponselnya. Arnon melihat siapa yang ribut mengirim pesan di sana. Arnella. Arnon tersenyum kecut. Riko. Ah, chef terbaiknya itu juga ikut bersuara? Arnon mengabaikan pesan dari Arnella, dia buka chat Riko. - Arnon, kamu sudah lihat yang media sedang hebohkan? Tolong istrimu. Jangan cuek kali ini. Arnon menghela napas. Riko sangat sayang padanya dan Fea. Dia tidak pernah mau Fea mengalami hal yang buruk. Benar-benar seperti ayah Fea saja. Tapi kali ini Riko benar. Selama ini dia memilih diam,
"Ada sesuatu, Pak?" tanya Arnon pada Lukman. "Ya, aku minta maaf, aku harus pergi sekarang. Tapi aku berjanji ini bukan akhir pertemuan kita, aku akan kontak kalian, secepatnya." Lukman menyalami Arnon dan Fea, lalu bergegas dia melangkah keluar rumah. Arnon dan Fea mengantar ke depan hingga taksi online yang mengantar Lukman datang menjemputnya. Setelah Lukman pergi, Fea dan Arnon masuk kembali ke dalam rumah. Keduanya masih termangu dengan kisah yang Lukman tuturkan. Pria itu belum tuntas bicara. Ada yang masih Arnon ingin tahu lebih jauh. Lukman pergi dengan tergesa-gesa, Arnon berharap jika itu masalah serius, Lukman dapat segera menyelesaikannya. Fea meneruskan makan. Arnon hanya duduk mematung, terbawa pikirannya. Sesekali Fea melihat Arnon sambil terus menghabiskan makanan di piringnya. Tuutttt!!! Dering ponsel Arnon. Arnon tersentak dari lamunannya dan segera mengangkat telpon. Arnella yang menghubunginya. "Halo. Kenapa, Ma?" tanya Arnon datar. Pasti sesuatu yang tidak me
"Kamu benar-benar tidak berguna! Apa yang aku perintahkan sama kamu kurang jelas? Satu kali saja buat jebakan lalu aku akan urus selanjutnya. Kalau sampai lusa aku belum dapat kabar apapun, bersiaplah. Hidupmu akan jadi neraka!" Soraya bergidik mendengar itu. Dia harus menjebak Arnon. Satu kali peristiwa dan berhasil menghancurkan dia. Seperti apa? Sekarang saja dia tidak digubris oleh Arnon. Tapi jika dia tidak melakukannya, Soraya akan dijual pada pria hidung belang dan entah akan seperti apa nasibnya kemudian. "Ya ampun, kenapa seburuk ini hidupku? Bukan kesalahanku tapi aku harus menghadapi kekacauan ini!!" Soraya menghempaskan tubuhnya keras ke atas kasur. Dia bingung sekali harus berbuat apa. Soraya memejamkan matanya. Peristiwa dua bulan lalu, kembali terpampang di matanya. Kakaknya, terbelit hutang karena judi. Dia juga kena kasus penipuan. Kakaknya menemui Ardan, meminta bantuan. Ardan bersedia, tapi dengan syarat, dia mau Soraya melakukan misi untuknya. Sedang kakak Soraya
Mata Fea masih tajam terarah pada dua orang di depannya itu! Rasanya tak tahu harus berkata apa. Arnon melotot pada Fea. Dia sangat terkejut dengan kejadian tiba-tiba ini. Benar-benar bencana. Apa yang Fea akan pikirkan kali ini? "Kenapa kamu selalu saja bikin masalah?!" Arnon berkata dengan nada marah pada Soraya. Gadis itu seperti tidak tahu malu. Arnon makin yakin dia wanita tidak beres. "Pak, aku tidak bisa jauh dari Pak Arnon. Aku sangat rindu ..." "Gila! Keluar kamu dari sini! Sekarang!" Arnon makin geram dengan yang Soraya ucapkan. Wajahnya merah padam. Dadanya seperti mau meledak. "Tapi, Pak Arnon!" Soraya mencoba mendekati Arnon. "Didin! Marko! Bawa perempuan ini keluar dari sini, cepat!!" Arnon benar-benar tidak bisa menahan diri lagi. Dia panggil pegawainya untuk menyeret Soraya keluar dari ruangan itu. Soraya tak bisa berbuat apa-apa. Dia terpaksa menurut saat dua pegawai Arnon memaksa dia perg
Pintu apartemen Arnon di depan mata. Fea mengulurkan tangannya membuka kode untuk masuk ke sana. Ternyata masih sama. Fea melangkah ke dalam apartemen. Rania ada di belakangnya. Mata kedua ibu muda itu melebar tak percaya. Apartemen Arnon berantakan! Pakaian bertebaran di sofa. Plastik bekas makanan berserakan di sana sini. Dan sepi, tidak terdengar suara apapun. Apakah Soraya sudah pergi? Dengan cepat Fea melangkah menuju ke kamar utama. Kamar Arnon. Pintu kamar sedikit terbuka. Fea makin mendekat. Tampak ada gerakan di kamar itu. Ya, Soraya di dalam kamar. Segera Fea mendorong pintu dengan lebar. Soraya seketika menoleh cepat merasa ada yang datang ke kamar itu. "Kamu?!" Mata Soraya melotot menatap Fea. Dia sampai menjatuhkan beberapa lembar pakaian yang dia pegang. "Bagus, kamu masih di sini." Fea membalas tatapan Soraya. Kali ini Fea menguatkan hati. Dia tidak boleh lemah menghadapi perempuan tidak jelas yang ingin merusak pernikahannya.&nbs
Fea dan Soraya masih berhadapan. Keduanya saling menatap dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Fea meminta Soraya ikut dengannya. Sedang Soraya, dia ingin segera kabur secepatnya agar Ardan tidak akan menemukan dirinya. "Kamu ikut aku atau kamu akan menyesal?!" Fea menantang Soraya. Rania cukup terkejut tapi juga salut dengan keberanian Fea kali ini. Rania mengenal Fea sebagai wanita yang lembut yang banyak mengalah asal tidak ada pertikaian. Tapi yang dia lihat kali ini sangat berbeda. Seolah-olah bukan Fea saja yang sedang ada di depannya. Soraya berpikir keras. Jika dia menolak, resiko tertawan Ardan akan lebih besar. Jika dia ikut Fea, dia tidak tahu, dia akan masuk ke perangkap apa setelah ini. Namun, sepertinya lebih baik memilih Fea ketimbang ditemukan Ardan dan hidupnya akan masuk bencana yang Ardan siapkan untuknya. "Baiklah. Aku ikut denganmu." Soraya akhirnya memutuskan. "Bagus. Kita pergi sekarang."
Fea melambai pada Arnon, mengantar suaminya berangkat ke kantor. Pagi ini dia akan mengurus pergantian posisi yang kosong karena Arnon memecat Soraya. Arnon dengan tegas, setengah emosi meminta Juno dan Alim memecat Soraya tanpa ampun. Tentu saja keduanya terkejut. Saat Arnon beritahu alasannya mereka merasa bersalah karena ternyata kecolongan.Apalagi saat mereka lihat video Arnon dan Soraya yang beredar. Mulai media mengejar Arnon meminta klarifikasi. Sementara mereka tidak menemukan jejak Soraya. Sama seperti Ardan, tidak bisa menemukan di mana Soraya. Dia ngamuk pas anak buahnya. Tapi Soraya sudah lebih cepat bergerak. Nomor ponselnya tidak terdeteksi lagi.Fea menemui Melia yang sedang mencuci di belakang. Fea mengatakan ada keperluan dan harus bergegas pergi. Melia agak terkejut karena pesan Arnon Melia harus menemani Fea di rumah."Aku baik-baik saja, Mbak. Arnon saja yang berlebihan kuatir. Sebelum makan siang aku usahakan sudah b
Pengakuan Soraya membuat Fea kembali merasa iba padanya. Dia bisa mengerti kenapa Soraya bersikap aneh, janggal, dan penuh kejutan. Apa yang dialami gadis itu memaksa dia melakukan apa yang sangat tidak ingin dia lakukan. Sekarang, ada peluang dia akan menata hidupnya lagi. Tapi Soraya tidak tahu harus ke mana dan bagaimana. "Setidaknya gambaran pekerjaan yang ingn kamu dapatkan seperti apa?" tanya Fea. Soraya menyentuh keningnya dengan dua jari dan berpikir. "Selama ini aku memang lebih banyak bekerja di kantor, bukan di lapangan. Melihat situasiku, kurasa itu yang tepat juga. Aku tidak mau berkeliaran di sana sini, lalu Ardan berhasil menemukan aku."Fea mengangguk, dia memahami apa yang Soraya kuatirkan. "Soraya, sebenarnya Ardan tidak bisa mengejar kamu lagi. Kamu sudah menuntaskan urusanmu. Perintahnya sudah kamu lakukan semua. Apa lagi?" "Itu benar. Tapi, tetap saja dia punya uang dan bisa melakukan apapun yang dia mau," tukas Soraya. Mengingat i