Sabtu malam dihabiskan Anjar dan Ana menonton film. Tentunya adalah film pilihan Ana. Karena Anjar tenlah berjanji untuk membebaskan Ana. Mengganti baju dengan piama, sekarang mereka sedang menikmati es krim bersama. Sembari menonton film romance di hadapan mereka.
Terdengar dering ponsel Ana. Mengusik fokus mereka. Meraih ponselnya, Ana tampak acuh melihat nama orang yang menghubunginya.
“Kenapa dek?” Tanya Anjar. Memandang wajah datar adiknya.
“Nggak apa-apa Kak,” jawab Ana datar. Membuat Anjar merebut ponsel Ana, yang masih berdering.
“Jangan di angkat Kak,” ucap Ana cepat. Merebut ponsel ditangan Anjar
hai guys :), jangan lupa kasih penilaian dan review cerita ini ya. komentar kalian berarti banyak buat aku. enjoyy.....
Senin pagi Angga memaksa untuk berangkat ke kantor. Gio sudah melarang, tapi atasannya itu seperti tak mau mendengarkan. Gio mengalah, menuruti keinginan Angga. Dengan Gio yang menyetir, Angga menutup mata selama diperjalanan. “Pak kita bisa kembali. Jika Bapak masih belum merasa baik,” ujar Gio menawarkan. “Diam Gio. Aku hanya butuh memejamkan mata sejenak,” balas Angga dingin. Membantah kondisi kesehatannya. Gio sebenarnya sudah memaksa. Namun Angga dengan sifat keras kepalanya. Lebih susah di atasi oleh Gio. Dia juga masih sayang pada pekerjannya. Jadi dia hanya mengalah, ketika Angga tetap memaksa berangkat ke kantor. &n
Mencuci bekas makan Angga. Lalu beralih menatap makan malam yang sudah Ana siapkan di meja makan. Ana menghela napas, sudah tidak lagi bernapsu untuk makan. Akhirnya dia menyimpan semua makanan tersebut. mungkin bisa jadi sarapan bagi pegawai apartemen besok, batinnya. Menyimpan makan tersebut ke lemari pendingin. Ana kembali ke kamar Angga. Melihat lelaki itu sudah terlelap. Ana mencari letak kotak obat, mungkin ada yang bisa digunakan untuk mengompres kening Angga. setelah ketemu Ana mulai melihat satu persatu obat tersebut. lumayan lengkap juga, batin Ana. selanjutnya menempelkan kompres di kening Angga. Ruat wajahnya agak terusik namun tidak sampai membangunkan Angga. Ana tersenyum, lalu berbalik. Sebelum gumaman dari arah ranjang menghentikan langk
Melihat tampang jutek Ana dipagi hari. Seperti sudah bukan hal baru bagi Vita. Yang memang sekelas dengan Ana. Vita dapat menebak, pasti ada sangkut pautnya dengan Kak Angga. “Na udah siapin bahas buat preparasi habis ini kan?” Tanya Vita. Menghampiri meja Ana yang terpisah 2 bangku darinya. “Udah,” jawab Ana pendek. Vita kepo, ingin bertanya. Tapi nampaknya bukan saat yang tepat jika dia bertanya sekarang. Mungkin saat istirahat. Seperti biasa, waktu untuk sedikit bercerita dan bergosip. “Ya udah yuk. Kita ke lab aja sekarang,” ajak Vita. Yang kemudian di angguki Ana.  
Angga terpaksa keluar, setelah dilempari Ana dengan berbagai barang yang bisa di jangkaunya. Angga menghembuskan napas pelan. Itu tadi benar-benar panas untuknya. Flas back on Menatap Ana bingung. Angga seperti belum menyadari kesalahannya. Tetap duduk ditempatnya, Angga masih mengagumi Ana. Yang saat ini masih menatapnya dengan pandangan datar. Malah semakin menaikkan atmosfer panas yang sudah dirasakan Angga. Sejak melihat Ana menikmati moment berendam, dengan aroma mawar ini. “Lo denger gue bilang apa ha?” Tanya Ana. Masih dengan pandangan datar. Seakan dapat membekukan Angga, yang kini berubah panas. “
Lama berkutat dengan tugas. Tepat pukul sebelas Ana berhasil menyelesaikannya. Tetap dibantu oleh Angga. Meskipun setelah menerima pesan dari Gio. Ana menjadi pendiam. Ana tidak bereaksi apapun. Setelah mereka bertatapan lama. Dia yang memutus kontak mata itu. Angga yakin, Ana pasti mendengar gumamannya. Angga masih duduk di tepi ranjang. Mengamati Ana yang sedang membereskan meja belajarnya. “Makasih Kakak udah mau bantuin aku,” ujar Ana. Dengan posisi membelakangi Angga. Angga tidak membalas. Angga sedang berpikir, apakah ini saat yang tepat untuk menjelaskan tentang Yuri dan Nabila. Tapi ini sudah terlalu larut, batin Angga. Ana harus segera istirahat. Angga sempat me
Bertepatan tanggal merah, di hari Jum’at. Para sahabat Ana sudah dalam perjalanan menuju ke apartemen. Angga sudah berangkat untuk menghadiri meeting. Memang hari libur, tapi tampaknya tidak berpengaruh pada laki-laki itu. Dia tetap ada jadwal kerja. Ana sudah membuat beberapa camilan untuk sahabat-sahabatnya. Belajar tanpa ditemani camilan berasa ada yang kurang. Menata camilan dan es di meja ruang santai. Ruangan ini jarang terpakai. Karena para penghuni apartemen, yang lebih sering beraktivitas dalam kamar. Atau memang jarang berada di apartemen. Bell disertai ketukan pintu terdengar. Ana segera melangkah untuk membuka pintu. Menyambut para sahabatnya dengan senyum senang. Mempersilahkan mereka untuk masuk.  
Angga masih memperhatikan Ana, yang kini memalingkan mukanya. Menghindari tatapan mata Angga. Seakan ada kebingungan pada kilasan pandangan Ana. Baiklah Ana masih butuh waktu, katanya dalam hati. Melepaskan genggaman tangannya. Menoleh pelan. Ana memandang bertanya Angga. Tapi dia tak kunjung mengeluarkan suara. Perlahan sebelah tangan Angga meraih bandul kalungnya. Mengamati benda tersebut, lalu kembali menatapnya. “Lanjutkan masaknya. Aku akan membersihkan diri dulu,” ucapnya kemudian melepaskan bandul itu. Angga beranjak setelah mengelus puncak kepala Ana. Menimbulkan tanya di hati Ana, walau terlalu sulit untuk menerka. Sikap seperti apa itu? tanyannya dalam
Mengartikan apa yang dia rasakan. Ana menikmati ritme detakan ini. Ikut menghangatkan suasana antara keduanya. Sampai kilasan para wanita yang dibawa Angga ke apartemen. Mengganggu pikiran sekaligus menyentil hatinya. Mendorong dada itu sampai tercipta jarak antara keduanya. Pandangan mereka saling menumbuk. Sungguh ada banyak tanya dalam hati Ana. Yang selama ini hanya berlalu, tanpa ingin diungkapkan. Berpikir semua itu bukan menjadi urusannya. Tapi setelah Angga menjelaskan demikian. Seakan menganggap kehadirannya adalah penting bagi kehidupan laki-laki itu. Membuatnya memikirkan kembali semua sikap acuhnya selama ini. “Apakah Nabila hanyalah sebatas mantan kekasih?” Tanya Ana seraya menaikkan salah satu alisnya. Mencoba tidak menunjukan keingintahuan yang mencolok.