"Kak Joseph, Ann ada kelas sekarang! Nanti sore ke sini lagi!" ucap Ann spontan sambil bergegas ke luar dari perpustakaan.
Melihat itu Juan dengan cepat mengikutinya. "Hey! Ann... tunggu!"
Namun Ann tidak menghiraukan itu, dia berlari dengan cepat langsung masuk ke sekolah dan masuk ke dalam kelasnya.
Sedangkan Juan masih memperhatikan gadis impiannya itu, kemudian masuk ke dalam gedung sekolah lalu masuk ke salah satu ruangan.
"Hey, Juan!" sapa Mike kaget melihat cucu kesayangan dari pemilik sekolah ini datang.
"Kakekmu yang menyuruhmu ke sini?" tambah Mike sambil menghampiri Juan yang sedang duduk di atas sofa.
Juan bergeming sejenak. Tak Begitu lama dia pun mengeluarkan suaranya, "Tak ada urusannya dengan kakek, aku ke sini karena ada temanku yang sekolah di sini."
Mike tertegun. "Teman? Anak SMA?" singkatnya tidak percaya, karena dirinya mengetahui kalau anak dari omnya ini sangat memilih teman
Mata Juan terpaut pada kedua bola mata Ann yang nampak seperti melihat penjahat. Entahlah Ann ini kalau melihat Juan reaksinya seperti melihat alien selalu terperanjat. Juan melihat reaksi Ann yang seperti itu dia langsung menarik lengannya dan membuat Ann hampir jatuh ke pangkuannya. "Ouch, Juan!" spontan Ann dengan reaksi malu-malu. Sedangkan Juan sendiri langsung memalingkan mukanya dan pergi meninggalkan Ann beserta teman-temannya.***Seperti biasanya Natalie selalu bangun pagi walaupun tidak melakukan apa-apa. Perasaan Natalie memang hampa dan tak bersemangat. Pandangannya melirik ke arah handphone yang semalam dimatikan lalu mengambilnya. Begitu hendak dibuka pintu apartemen ada yang menekannya, malas namun Natalie mencoba berdiri lalu membukanya. "Bapak!" ucap Natalie terperanjat."Nat, cepat kemasi barang-barangmu! Kita harus pergi dari sini!" ucap Zean sambil masuk ke dalam kamar.Zean mengambil tas Natalie dan memasukan beberapa baj
Zean menghentikan mobilnya di salah satu pusat pembelanjaan. "Nat, apa yang aku bicarakan tadi di rumah sakit, kita harus jalankan dengan sebaik-baiknya!" ucap Zean sambil ke luar lalu membukakan pintu untuk Natalie."Tapi aku masih belum stabil, Pak! Masih sakit!" ucap Natalie sambil meringis.Melihat itu Zean merasa kasihan padanya, dengan cepat dia mendatangi apotek yang tidak jauh dari pusat pembelanjaan dengan tujuan membelikan obat yang sesuai resep dokter. Setelah beberapa saat Zean datang dengan membawa obat-obatan dan juice, lalu diberikan pada Natalie yang nampak pucat. Kemudian Natalie meminum obat-obatan tersebut."Ayo, kita cari apa yang kita butuhkan, aku ingin cepat pulang dan beristirahat!" ajak Natalie sambil menoleh pada Zean yang sedang menyender pada bagasi mobil.Akhirnya Zean dan Natalie membeli barang-barang untuk mengelabui Carine. Dari perut palsu dengan berbagai ukuran, juga segala pernak-pernik kehamilan lainnya untuk meyakinkan
Pagi hari sekali sebelum berangkat ke sekolah Ann menyempatkan membuat beberapa menu sarapan untuk teman-temannya. Rania yang sedikit pemalas membuatnya tersenyum begitu melihat makanan sudah tersaji di atas meja kebersamaan. Di dalam kamar asrama ini memang ada meja besar untuk dipakai untuk segala hal. Ya sebut saja meja kebersamaan. "Ann, pagi-pagi begini mau ke mana?" tanya Rania sambil menoleh ke arah Ann yang sudah rapi."Aku kan pekerja juga di perpustakaan!" singkat Ann sembari memasukan kaos putih yang dikenakannya ke dalam celana jeans.Mendengar suara keributan, Sylvie terbangun dan langsung menghampiri meja makan sambil mengambil sosis goreng dan roti. "Ann kamu gak harus lelah seperti itu!Bukannya ayahmu kemarin mengirim uang untuk biaya hidup dan kebutuhanmu?" selanya serius.Ann tidak menjawab melainkan pergi begitu saja.Di luar pekarangan asrama Ann menoleh pada mobil yang terparkir persis di depan pintu masuk. "Parkir itu ya jang
"Jangan keras-keras Ann! Nanti aku jelaskan!" gertak Juan sambil menghampiri Ann lalu menutup mulutnya.Kemudian Juan menarik Ann ke dalam ruangan Mike. "Juan? Ann? Kalian kenapa?" ucap Mike spontan sambil beranjak agak kaget.Juan menarik kursi, lalu menyuruh Ann duduk dengan paksa. Tatapan Juan tidak berkedip pada wajah ketus Ann, dia pun menghela napas kasar lalu berbalik."Aku mendapatkan kartu pelajarmu dari Mike, demi Tuhan aku hanya melampirkan data-datamu via online dan tidak menggunakan untuk hal yang merugikanmu! Karena aku tahu hidupmu sudah penuh dengan masalah!" tegas Juan dengan jujur.Mike menyela, "Apa pun itu Juan, hal privacy seperti ini seharusnya ada izin si empunya identitas. Karena sudah melanggar hukum dan jika yang bersangkutan tidak menerimanya, dia berhak menuntutnya."Juan membalikan badannya, "Laporkanlah aku! Lalu tuntutlah!" sinisnya disertai tatapan dingin, lalu dia pun ke luar dari ruangan.Melihat sikap Juan
Hingga kelas terakhir Reina tidak ke luar dari ruangan. Perasaannya tidak menentu pada pria yang dia temui pertama kali di atas atap apartemen Ronald. "Hey Re, ayo pulang jangan bengong gitu!" ajak Lydia yang merupakan teman baru Reina, ternyata dia sudah memperhatikannya dari tadi."Ayo!" singkat Reina disertai beranjak dari duduk lalu membereskan buku-bukunya.Kemudian Reina dan Lydia pun berjalan berdampingan menelusuri koridor, begitu sampai pertigaan mereka berpapasan dengan Adrian. "Pak dosen?" kejut Lydia sambil menunduk sopan. Sedangkan reaksi Reina dia datar dan biasa saja, tidak seperti awal pertemuannya."Kalian baru mau pulang?" tanya Adrian ramah sedangkan perhatiannya pada mimik wajah Reina.Lydia menjawab, "Iya Pak!""Bapak mau pulang juga?" sambung Lydia sambil menoleh.Adrian hanya mengangguk. Lalu mereka bertiga pun berjalan secara bersamaan ke luar dari kampus."Re, aku duluan ya! Pacarku sudah nunggu!" uc
"Sampai kapan kalian akan terpaku begitu saja?" ucap Berriel mengejutkan perbincangan senyap mereka. Mendengar itu Reina dan Adrian langsung menundukan pandangannya. "Tante, Reina pulang dulu, terima kasih!" pamit Reina sambil berlari ke luar lalu pulang ke rumahnya. *** Sedangkan di tempat lain Liza sedang menyamar menjadi staff di dalam kementrian telekomunikasi atas bantuan Laura sahabatnya. Hingga jam istirahat tiba Liza mendengar seseorang sedang berbicara di telepon di belakang kantin, dia pun mengendap-endap mendekat agar leluasa mendengar jelas perkataan demi perkataan. 'Oh, dia ternyata orang suruhan Carine! Tapi siapa yang bertanggungjawab di belakang mereka berdua?' gumamnya. "Ibu, sedang apa di sini?" tiba-tiba lelaki yang sedang berbicara di telpon tersebut sudah ada di depan Liza. Liza agak gelagapan, "I-itu tadi, ibu agak mual..." ucapnya berbohong, tetapi matanya melirik pada name tag lelaki tersebut. Danish Alberte ada
Begitu masuk Ann dan Juan duduk sejajar menghadap ke arah para dosen. Seperti sebelumnya Ann diberikan pertanyaan-pertanyaan dari berbagai rumus-rumus matematika yang dibuatnya. Ann yang sudah terbiasa memberikan penjelasan dengan detail membuat semua orang di sana sangat puas."Ann, terima kasih sudah datang dan membuat kami di sini bangga padamu!" ucap salah satu ahli matematika sambil menjabat tangan mungil Ann. Ann hanya tersenyum datar, padahal dia tidak menyangka kalau riset kecilnya diapresiasi oleh kampus ternama di Jerman.Setelah hampir dua jam, Ann ke luar dari ruangan. Baru saja dirinya melangkah, Juan menarik lengannya lalu menuntun ke dalam ruangan miliknya. "Duduk dulu di sini saja, aku ada kelas untuk mahasiswaku. Kalau kamu mau, bisa ikut sebagai asistenku, atau di sini sambil membuat makalah untuk ke penerbit," ucap Juan tegas sambil menumpukan beberapa buku tebal di tangannya.Dengan cepat Ann meraih tumpukan buka dari tangan Juan kemudi
Adrian dan Liza masuk ke dalam ruangan Alvine, disambut sumringah olehnya. "Liza?" Alvine terkejut melihat wanita yang pernah menjadi istrinya ini datang bersama Adrian. Liza mendengus, 'Aku pikir Alvine itu bukan kamu! Tahu gini aku tidak ikut masuk' lirihnya dalam senyap. Alvine masih terpaku dengan kehadiran Liza. Pandangan Adrian pun memutar sesaat pada Alvine lalu pada Liza. "Kalian saling mengenal?" Adrian penasaran sambil menarik kursi lalu duduk. Alvine hendak berbicara, Liza langsung ke luar dari ruangan. Adrian semakin bingung dibuatnya. Dia pun kembali bertanya, "Kalian saling mengenal? Atau?" Alvine sejenak hening, lalu menghela napas. "Dia mantan istriku!" jawabnya singkat. Adrian mengernyit tapi dia segera menutup rasa penasarannya. "Aku ke sini untuk menyerahkan beberapa barang bukti yang telah Carine lakukan!" jelasnya sambil memberikan flashdisk, kemudian diterima oleh Alvine, dengan cepat dia pun menelitinya.