Tessa segera menyuruh yang ada di ruang agar kembali ke kamar masing-masing. Setelahnya dia pun berbicara agar Ann tenang, "Ibu akan temani kamu besok! Kalau kamu tidak melakukannya jangan panik! Okey?"
Ann mengangguk dan menyimpulkan senyuman tipis, lalu masuk ke dalam kamarnya ditemani Sylvie. "Alice itu bukannya teman kamu masa di kampung, Ann?" tanyanya sambil memutar knop pintu. "Sepertinya dia menyukai Juan, tapi Juan itu menyukaimu, Ann!" tambah Sylvie memberitahu.
Ann hanya merespond dengan datar, "Jangan terlalu banyak menebak, Alice suka sama Juan! Hanya Juan ini laki-laki dingin, dia tidak tahu caranya mengungkapkan cinta!"
Sylvie hanya berbicara dalam hatinya, 'Aku berharap kamu akan tetap polos sampai cita-citamu tergapai Ann! Dan itu lebih baik untukmu!'
Mereka masuk lalu naik ke atas tempat tidur masing-masing dan akhirnya tertidur pulas hingga pagi.
Pukul 05:25 Ann sudah ada di halaman belakang asrama, seperti kebiasaannya berlari-l
Tidak membuang kesempatan Jacob langsung menghampiri Cristin yang sudah siap ditempur. Baru saja Jacob hendak memerankan aksinya, pintu kamar sudah ada yang menggebrak. Seketika mereka pun saling memandang dan cepat sekali membetulkan pakaiannya. Brak! Pintu terdobrak. "Cristin? Kamu?" Raymond membentak sambil masuk ke dalam, kemudian dia pun menarik tangan Cristin lalu mengajaknya ke luar kamar dan hotel. Plak! Plak! Raymond menampar pipi mulus Cristin tepat di parkiran yang ada di basement. "Kamu!" Raymond menahan emosinya. Sedangkan Cristin melihat kemarahan suaminya bukannya takut, dia malah menertawakan. "Kamu apa?" Cristin balik tanya. "Bukankah kamu sudah melakukan itu terlebih dahulu?" tambahnya menyergah dengan fakta-fakta yang dia telah lihat. "Kamu mengabaikan aku begitu saja! Karena kamu sudah puas bersama wanita-wanita yang pantas menjadi adikmu!" sambung Cristin menyudutkan. Raymond membela diri, "Karena kamu terl
-Kantor Polisi- Pagi sekali Ann dan Tessa sudah di dalam kantor polisi. Baru saja Tessa hendak berbicara pada Bapak yang sedang berdiri di meja respsionis Ann melihat Juan, Alice dan Rita ke luar dari ruangan komisaris. Mata ketiganya pun menatap Ann. Juan dengan cepat meraih tangan Alice dan agak kasar mendorong paksa badannya ke hadapan Ann yang bergeming heran."Juan! Kamu ternyata kasar sama perempuan!" Ann membentak sambil merarih cepat badan Alice yang hampir terjatuh. "Aku sekarang kasar pada wanita yang dengan sengaja menuduh orang tidak bersalah!" "Cepat minta maaf pada temanmu itu! Alice!!" Suara Juan membuat Ann menegaskan mata, sedangkan Alice spontan menepis tangan Ann lalu berlari ke luar dari kantor polisi. Rita sekilas menoleh pada wajah Ann dengan dingin dan langsung mengejar anaknya. "Tuan Juan? Kok, ada di sini?" kejut Tessa sopan karena dia kaget melihatnya ada di sini. "Disuruh Pak Vladimir?" tambahnya menebak.
'Mereka itu siapa? Kode mana yang sama dengan riset mereka?' tanda tanya Ann sambil mengingat kembali apa yang telah ditulisnya.Erick Monterra beranjak dari duduknya, "Kamu harus ikut aku malam ini!" pintanya pada Ann yang sedang menunduk."Leo, Jovan!Kamu urus modul ini dengan seksama!" tambah Erick memerintah sambil pandangannya pada kedua pria yang dipanggilnya. Kemudian, "Mark! Alexander! Malam ini ke ruanganku di rumah!" tegasnya. Mereka yang diberikan tugas dengan sigap mengikuti arahan dari bossnya tersebut.Erick menatap wajah Ann beberapa saat. Setelahnya bertanya dengan tatapan sangat serius, "Ann, nama ayahmu Johan apa?"Bukan Ann yang menjawab tetapi Juan, "Ayah! Bukannya tidak sopan bertanya itu di depan orang lain?" Juan mengira ayahnya akan menginvestigasi ayah Ann yang semua orang tahu adalah pembunuh dan sekarang mendekam di penjara.Erick menegaskan pandangan pada anaknya."Ayahku, Johan! Tapi aku tidak tahu kepanjan
Natalie berdiri setelah melihat Zayn akan pulang, "Terima kasih jalan-jalannya, Natalie seumur hidup baru tadi ke pantai. Itu sangat luar biasa!" ucapnya. Zayn langsung menghadap ke wajah Natalie yang memang sudah ada di belakangnya, "Kalau ada apa-apa hubungi aku! Jaga diri!" pamitnya dan kecupan pada kening pun didaratkan secara bersamaan juga spontan. Natalie terpaku kaget pada apa yang telah didapatkannya lalu menutup pelan pintu apartemen. Zean memperhatikan itu sambil tidak berkedip memandang wajah gadis yang pernah menjadi budak nafsu sesaatnya. Dia pun berkata agak menyinggung, "Perempuan itu sangat cepat jatuh cinta! Apalagi pada lelaki berwajah tampan!" Natalie yang tadinya hendak duduk pun dia mendelikan matanya sambil menyahut perkataan tersebut, "Wanita itu hampir semuanya mau dimengerti dan berlemah lembutlah padanya. Mungkin Nat salah satu wanita yang perlu itu, makanya waktu Bapak baik pada Nat, Nat sangat terkesan, sayangnya semua han
Sepeninggalnya Adrian, Berriel memikirkan akan kelanjutan rumah tangganya. Seolah apa yang disarankan adiknya itu dengan otomatis sekarang ada di dalam pikirannya. Liza selaku teman baiknya memahami bagaimana perasaan dan pikiran Berriel. Dia pun menepuk bahu sambil memberikan satu album besar perkawinan miliknya dulu. "Riel, kalau saja Alvine tidak diambil wanita lain aku akan pertahankan pernikahanku waktu itu, walaupun aku juga tahu dia sudah beberapa kali tidur sama mantannya itu!" tegas Liza dan wajahnya sekarang nampak murung. Berriel yang dari tadi termenung pun meraih album perkawinan sahabatnya itu. Begitu dibuka di sana masih tersimpan lengkap photo-photo dari acara pertunangan, lamaran dan seserahan mewah antara Liza dan Alvine mantan suaminya. Sangat disayangkan pose-pose kebahagian waktu itu kini berubah menjadi benci dan sangat asing. Seperti cerahnya langit yang tiba-tiba gelap gulita lalu mengeluarkan gemuruh. Gemuruh itu adalah angkara murka
"Belle..." Pekikan ketakutan dan kekhawatiran ke luar dari mulut Angela. Hingga pekikannya itu terdengar ke seluruh bangunan dan membuat Nancy yang baru saja hendak melepaskan pakaiannya di kamarnya di lantai tiga kembali mengurungkan dan langsung berlari ke arah suara. "Ada apa Angela?" "Kamu kenapa?" Pertanyaan Nancy dan ikuti Maria yang langsung masuk ke dalam kamar. "Bell!" kagetnya sambil menghampiri gadis yang sedang hamil ini dalam keadaan bersimbah darah. Nancy langsung menghampiri walaupun agak gugup. Tangannya meraih hanpdhone yang ada di sakunya dan dengan cepat menelpon ambulans. Asrama putri ini kembali ricuh dan Julia sigap sekali menutup akses agar pihak media tidak masuk. "Makanya jangan tinggalkan dia sendirian!" makian Angela pada diri sendiri sambil bingung dan ketakutan kalau terjadi apa-apa pada sahabat satu-satunya ini. Selang beberapa saat ambulans datang dengan teamnya. "Bagaimana mau dibawa ke rumah sakit atau?" tanya petugas yang sudah mengetahui kalau
Berriel mengelus rambut Angela, "Sayang, boleh tinggalkan Tante dan Belle sebentar?" pintanya mempertandai ada yang harus mereka bicarakan sedikit pribadi. Angela mengangguk lalu beranjak berdiri dan pergi yang sebelumnya mengelus halus punggung tangan Belle dengan lembut. Krep! Pintu ditutup. Kemudian Berriel duduk persis di pinggir dipan menghadap pada wajah anaknya yang berbaring. Helaan napas panjang dan kemudian disemburkan lalu terdiam beberapa saat. "Sayang, Ibu tahu kamu masih sakit hati sekarang. Tetapi jauh lebih baik daripada nanti," ucapan Berriel dengan bibir bergetar persis di depan wajah Belle. Air mata Berriel mengalir hinggga menetes pada tangannya tak tertahankan. Melihat itu Belle merasa sangat tidak enak hati dia pun meraih tangan ibunya, "Bu, Belle minta maaf. Sakit hati itu ada, dan masih. Akan tetapi membuat Belle merasa lega. Maaf sudah membuat ibu dan ayah malu akan perbuatan Belle selama ini," ucapnya agak parau. Bernard yang bergeming jongkok sambil men
Melihat Natalie masih terpaku dan lambat Carine tidak sabaran dan bergegas masuk ke dalam kamar. Tas warna coklat diambilnya, lalu mengambil beberapa helai pakaian Natalie yang dibelikan oleh Zean. Setelah semuanya masuk, tas pun ditutup dan dibawa ke luar lalu seketika dilemparkan persis di depan Natalie. "Cepatlah pergi! Taruh handphone yang aku belikan!" titah Carine tidak berkeprimanusiaan. Natalie menatap wajah Carine sembari tersenyum dingin, "Terima kasih, Nyonya. Semoga anda bahagia dan tidak sepertiku!" tutur Natalie kuat dan tidak menampakan kelemahannya di depan wanita yang suka dipanggil nenek ketika dia sedang kesal. Sejenak Natalie mengikat rambutnya dengan tali rambut yang melingkar di pergelangan tangannya. Setelahnya tangannya pun meraih gagang tas lalu menariknya, sedangkan matanya masih memutar ke sekeliling apartemen, 'Terima kasih sudah membuatku nyaman walaupun hanya beberapa bulan saja,' gumam gadis yang sekarang dapat sandangan habis manis sepah dibuang ini. T