Wijaya hanya diam ketika Vita berbicara demikian karena bukan suatu hal yang perlu di debatkan dan mereka berdua sepakat untuk menjalani pernikahan seperti pasangan pada umumnya entah itu pernikahan bisnis sekali pun, satu hal yang membuat Wijaya kagum dengan Vita adalah keputusannya untuk membuka usaha sendiri. Usaha yang di buka dengan Mira hanya usaha kecil awalnya yaitu usaha katering dan saat ini telah berkembang dengan membuka warung makan di salah satu tempat dengan pelanggan yang bisa dibilang tidak pernah berhenti, di samping itu Vita juga mempunyai sanggar kecil di sebelah rumah Mira di mana berisi pakaian traditional untuk disewakan jika ada yang menikah atau acara apa pun.
Wijaya banyak belajar dari Vita tentang itu semua bahkan Regan dan Austin yang sudah sukses pun belajar pada Vita, terkadang Wijaya merasa malu karena Vita yang begitu punya kelebihan mau dengan dirinya dan menerima perjodohan ini sedangkan bagi Wijaya di mana dia bisa dapat yang melebihi Wijaya. Orang tua mereka berdua dari awal ingin menggabungkan perusahaan dan beberapa kerja sama yang selama ini terjadi adalah usaha mereka, menikahkan anak mereka adalah tujuan akhirnya. Wijaya tahu jika kedua orang tua mereka menginginkan dirinya menangani perusahaan tersebut suatu saat, Vita sendiri selain mempunyai kedua usaha tersebut juga bekerja di tempat orang tuanya. Mereka berdua sering bertemu ketika ada rapat satu sama lain bahkan saat ini sudah banyak yang tahu jika mereka akan menikah.
“Besok aku ada rapat sama Bobby,” ucap Vita ketika mobil Wijaya berhenti di depan rumah “bisa kamu gantikan?.”
Wijaya mengerutkan dahi mendengar pertanyaan Vita “Bobby si tua bangka itu?,” Vita mengangguk “dia terobsesi denganmu meski tahu kita akan menikah.”
Vita tersenyum “maka dari itu kamu yang gantikan,” memberikan tatapan memohon “meski kita belum resmi tapi setidaknya mereka semua tahu bahwa suatu saat perusahaan ini kamu yang pegang alih.”
Wijaya menatap Vita datar “proyek besar ini dan kamu yakin aku yang gantikan?,” Vita mengangguk mantap membuat Wijaya hanya bisa pasrah “aku akan ke Yuta.”
Vita mengerutkan keningnya “untuk apa? kamu tahu kan jika sudah di sana mereka akan minum tapi tersisa Regan dan Mira juga Yuta jadi tidak mungkin mereka sampai mabuk.”
Wijaya tersenyum “Austin sudah pulang jadi otomatis gak ada acara mabuk – mabukan.”
Austin dahulu bukan peminum karena Hera tidak menyukai pria perokok dan peminum jadi semua pria jika di depan Hera akan bersikap baik, kecuali Wijaya yang memang tidak merokok dan minum. Semua berubah ketika Hera meninggal dunia kehidupan Austin sangat berbeda dari sebelumnya, Mira dan Vita sudah berusaha untuk membuat Austin melupakan Hera tapi tetap tidak bisa.
“Apa kamu akan turun berpamitan pada papa?,” Wijaya menggelengkan kepala “baik hati – hati dan jangan lupa untuk bertemu Bobby besok, mengenai jadwal aku sudah berikan pada Wira kemarin.”
Wijaya menatap Vita yang sudah berjalan masuk ke dalam rumah, perlahan menghembuskan nafas panjang dalam pikiran Wijaya berputar bagaimana rumah tangga mereka nantinya. Wijaya hanya bisa berdoa semoga rumah tangga mereka baik – baik saja karena dirinya hanya ingin pernikahan sekali dalam seumur hidupnya, jika pun dirinya menikah lagi berarti harus dengan persetujuan dari Vita dan itu tidak mungkin terjadi.
Jalanan yang sepi karena memang sedikit warga yang memiliki kendaraan, mobil seperti dirinya miliki hanya bisa dimiliki oleh orang yang mempunyai uang dan Wijaya beruntung lahir dari keluarga yang berkecukupan tapi sayangnya pernikahan yang akan dia jalani adalah tanpa cinta dan harus bertahan seumur hidup.
Kondisi rumah yang sepi dan hanya terdapat pembantu rumah membuat Wijaya hanya di asuh oleh pembantu bukan orang tua, meski sang ibu kerap meluangkan waktu tetap saja akan berasa kurang jika tidak sepenuhnya di rumah. Wijaya menatap tidak percaya atas kehadiran orang tuanya di meja makan, Eve sang ibu menatap Wijaya dengan tersenyum dan meminta bergabung bersama meski ragu dirinya tetap melangkah ke arah orang tuanya. Eve langsung mencium pipi Wijaya ketika sudah berada di dekatnya, seperti ibu pada umumnya yang langsung menata makanan di piring setelahnya diletakkan di depan dirinya.
“Habis sama Vita?,” Wijaya mengangguk “pernikahan kalian tinggal tunggu waktu dan kamu gak ada niat untuk berubah bukan?,” Felix sang ayah menatap Wijaya tajam yang langsung dijawab dengan gelengan kepala yakin membuat Felix mengangguk sambil tersenyum “buat Vita bahagia jangan menderita, sekarang makan.”
Wijaya hanya mengangguk mendengar perkataan ayahnya, dari kecil dirinya selalu mengidolakan ayahnya dan saat ini keputusan untuk masa depannya sudah ditentukan bahkan tidak bisa dicegah sama sekali. Beberapa bulan lagi pernikahan mereka akan terlaksana baik Wijaya maupun Vita tidak terlibat dalam rencana pernikahan atau lebih tepatnya Wijaya yang tidak terlibat, semua urusan pernikahan sudah ditangani Eve dan Melani ibu dari Vita. Memiliki usaha Wedding Organizer sendiri bukan hal susah untuk mendapatkan pelayanan utama dan itu yang terjadi dalam pernikahan mereka berdua.
“Ayah dengar kamu akan bertemu dengan Bobby?,” Wijaya menatap Felix dan mengangguk “ayah beri tahu kelemahan dari Bobby.”
Wijaya mendengarkan kelemahan Bobby dari sang ayah dan segera paham apa yang harus dilakukan besok ketika bertemu dengan pria tersebut. Felix berdiri setelah menjelaskan semuanya dan menepuk bahu Wijaya singkat agar bisa melaksanakan apa yang dikatakan baru saja. Wijaya menatap Eve yang masih setia duduk menatap dirinya membuat Wijaya menatap sang ibu dengan tanda tanya.
“Tidak berasa kamu akan menikah, perasaan baru kemarin kamu sekecil ini,” sambil menggerakkan tangannya “Vita bilang sama ibu kalau kalian menikah akan menyerahkan perusahaan padamu.”
Wijaya mengangguk “padahal aku masih perlu banyak bimbingan dari ayah.”
Eve tersenyum dengan mendekati Wijaya “anak ibu hebat dan ibu yakin jika kamu bisa melebihi ayah atau Jonathan,” menggenggam tangan Wijaya “naluri orang tua itu gak pernah salah dan alasan Vita menyerahkan padamu agar bisa menjadi istri sepenuhnya karena Vita bilang ingin punya anak banyak dan tentu kami senang mendengarnya karena kalian berdua sama – sama anak tunggal.”
Wijaya menatap Eve dengan menggenggam tangannya “itu juga yang dibicarakan Vita karena ingin segera memiliki anak maka dia memutuskan untuk berhenti padahal aku gak masalah jika tetap bekerja, Vita bilang akan membantu diriku dari belakang dan katanya itu tugas istri.”
Eve tersenyum “memang seperti ibu yang selalu mendukung apa yang ayah lakukan.”
“Dan kamu sudah mengganggu waktu kita berdua dengan memonopoli ibumu, haruskah aku berebutan dengan putra sendiri?,” Wijaya menatap Felix yang seolah cemburu dengan kedekatan dirinya dan Eve “ini pula alasan ayah ingin kamu segera menikah agar tidak mengambil waktu berduaan kami.”
Pernikahan berjalan sebagaimana mestinya dan saat ini mereka berdua sudah resmi menjadi suami istri, tapi tidak ada kebahagiaan di hati mereka meski diluar mereka sesekali tersenyum pada orang lain. Wijaya menatap Vita yang tampak cantik dengan gaun pengantin yang digunakan dan selama acara sedikit pun Wijaya tidak menyadari jika istrinya sangat cantik tapi perasaan itu tidak ada sama sekali. “Kamu cantik malam ini,” ucap Wijaya membuat Vita menatapnya sekilas “semoga pernikahan kita bisa berjalan sebagaimana mestinya,” Vita mengangguk “apa kita akan melakukan seks?.” “Jika kita tidak melakukannya bagaimana bisa memiliki keturunan,” Wijaya menatap Vita seolah mencari apa yang dikatakannya ini benar “aku menginginkan anak yang banyak bukan hanya satu karena aku gak mau nanti akan seperti kita dan satu lagi tidak ada perjodohan macam ini.” “Apa kamu yakin memiliki anak tanpa cinta?.” Vita mengangguk “meski kita tanpa cinta setidaknya aku mencintai merek
Kehidupan pernikahan Wijaya dan Vita dari luar tampak baik – baik saja bahkan Mira tidak berusaha mendekati Wijaya seperti sebelumnya, tapi tidak ada yang tahu bahwa Wijaya merasa kurang dalam pernikahannya yaitu cinta. Setiap kali dirinya melihat Austin bagaimana mencintai almarhumah istrinya Hera membuat dirinya berpikir akankah seperti Austin jika kehilangan Vita suatu saat nanti.“Pernikahan kita sudah hampir sebulan dan belum ada tanda – tanda hamil,” Wijaya menatap Vita yang membelai perutnya “apa kita kurang berusaha?.”Wijaya tersenyum “pasrahkan semua pada Tuhan,” membelai kepala Vita pelan.Vita tidak ada yang kurang dari wanita dihadapannya ini dan entah kenapa dirinya tidak ada rasa sama sekali, Mira juga tidak kalah dengan Vita tapi sekali lagi tidak ada perasaan di antara mereka berdua. Wijaya sempat berpikir apa dirinya kelainan sampai tidak merasakan getaran pada salah satu wanita bahkan pada istrinya sendiri saat ini yang selalu tampil mempesona ba
Usaha yang Wijaya lakukan bersama Regan berjalan sebagaimana mestinya di tambah dukungan Vita yang tidak pernah berhenti atas apa dilakukan Wijaya. Kabar gembira memenuhi keluarga Hadinata dan Darmaja di mana Vita tengah hamil 6 bulan, dan itu membuat Wijaya semakin semangat dalam bekerja. Vita sendiri tidak pernah menuntut apa pun pada Wijaya dan itu membuat Wijaya semakin tidak enak, bahkan di kehamilan ini Vita tidak mengalami masa ngidam sebagaimana wanita hamil pada umumnya.“Bagaimana kabar baby hari ini?,” Wijaya membelai perut Vita yang mulai tampak membuncit.“Tidak pernah rewel sama sekali dan tahu jika orang tuanya sedang sibuk terutama papanya,” goda Vita membuat Wijaya tersenyum dan mencium kening Vita pelan.Selama beberapa bulan menikah tidak ada perbedaan dalam hubungan mereka di mana tetap berkomunikasi selayaknya sahabat dan untuk masalah ranjang tetap sama seperti ketika malam pertama dan Wijaya tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut sama sek
Suara desahan memenuhi kamar mereka berdua, Wijaya menggerakkan miliknya sedikit takut melukai bayinya dengan gerakan pelan sedangkan Vita hanya menerima apa yang Wijaya lakukan. Tidak lama kemudian mereka berdua mencapai klimaks bersama, Wijaya mencium bibir Vita singkat setelahnya berjalan ke kamar mandi membersihkan diri serta bersiap bertemu dengan teman – temannya.“Jadi keluar?,” tanya Vita ketika melihat Wijaya sedang menggunakan pakaian.Wijaya menatap Vita sekilas lalu mengangguk “Yuta baru saja hubungi kalau sudah di sana semua tinggal aku yang belum, kalau kesepian hubungi Mira untuk menemani kamu.”Vita mengangguk “sepertinya aku ingin istirahat tanpa gangguan dari orang lain, pulanglah kalau udah selesai.”Wijaya meninggalkan Vita yang tampak lelah setelah sebelumnya meminta asisten rumah tangga untuk berjaga apabila Vita membutuhkan bantuan, berkumpul seperti ini sering mereka lakukan baik itu di dis
Wijaya mengambil resiko dengan tetap terlibat dalam proyek yang akhirnya membuat ketiga sahabatnya ikut serta, orang tua Wijaya dan Vita akhirnya hanya bisa mengikuti naluri yang dirinya miliki. Saat ini dirinya berada di rumah bersama sahabat – sahabatnya karena Vita lagi ingin makan masakannya Mira bersama yang lain, Vita hanya memandang Mira yang sedang memasak sedangkan keempat pria duduk tidak jauh dari mereka berdua.“Vita makin seksi,” ucap Austin membuat Wijaya menatapnya tajam.“Bukankah kalian tidak ada perasaan untuk apa marah jika ada pria lain mengatakan istrimu seksi?,” tanya Regan memberi tatapan menggoda pada Wijaya.“Pertemanan kita ini lucu di mana sukanya siapa sama siapa tapi yang menikah beda orang,” ucap Austin membuat semua menatapnya “Yuta bagaimana sama gadis yang waktu itu?.”Yuta hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Austin “apa itu penting?.”Austin hanya mengangkat bahu tapi selanjutnya mereka membahas masalah keputusan
Proyek kerjasama dengan pemerintah untuk membangun gedung di dekat perkampungan kumuh sempat membuat warga menolak, tapi setelah mendapatkan kompensasi yang mereka inginkan semua berjalan sesuai rencana. Wijaya menggunakan nama perusahaan mertuanya untuk mendapatkan proyek dan berkat nama besar perusahaan semua berjalan dengan sangat lancar, beberapa persenan yang dikeluarkan untuk memperlancar semuanya berjalan lancar juga. Bantuan dukungan dari ketiga sahabatnya juga sangat membantu, bantuan mereka berupa alat berat bahkan tenaga kerja tambahan.“Sudah aku katakan jika menggunakan nama besar orang tua kalian semua berjalan lancar,” ucap Yuta ketika mereka berada di ruangan Wijaya.“Naluri bisnis kamu semakin berkembang pesat tidak salah kita mendidikmu,” goda Regan membuat Yuta menatap tajam.Perusahaan mertua Wijaya mendapatkan proyek tersebut dengan mulus tanpa hambatan, membuat Wijaya sedikit waspada tentang keadaan ke depannya. Wijaya memang tidak memiliki na
Wijaya menatap Vita yang tampak lemas setelah hubungan intim mereka, Wijaya sadar dengan kehamilan Vita seperti ini membuat terbatas dalam bergerak. Pernikahan Mira dan Regan berjalan sangat lancar dan yang mengejutkan adalah Austin menerima perjodohan yang dilakukan ibunya dengan wanita yang mementingkan penampilan bernama Helena.“Baru tahu Mira sangat memuaskan di ranjang” ucap Regan ketika mereka berkumpul “kamu kapan akan menikah?” mengalihkan pandangan pada Yuta yang terdiam.“Nanti tunggu saja” jawab Yuta santai.“Sudah ada kandidat sepertinya” goda Austin yang hanya diberikan senyuman oleh Yuta “Helena sangat berbeda dengan Hera bahkan dekat sekali dengan ibuku, aku tidak tahu apa yang dia gunakan untuk menjebak ibuku” keluh Austin menatap jauh “hatiku tidak berubah masih pada Hera sampai kapan pun.’“Kamu harus membuka diri bukan terjebak pada masa lalu” semua menatap Wijaya yang tiba – tiba menjadi bijak “Vita yang meminta untuk bicara denganmu kare
Wijaya berdiri di depan ruang bersalin karena saat ini Vita waktunya melahirkan anak pertama mereka dengan Regan yang menemani dirinya saat ini, beberapa kali Wijaya mondar mandir menunggu keadaan Vita membuat Regan menatap tajam.“Sorry terlambat” suara Yuta menghentikan langkah Wijaya dan helaan nafas lega dari Regan.Tidak lama kemudian orang tua Vita dan Wijaya datang secara bersamaan dengan itu Wijaya langsung memeluk Eve yang hanya bisa menepuk punggung Wijaya pelan untuk menenangkan dirinyapp. Wijaya yang sudah berada dalam pelukan Eve sedikit merasa tenang karena mendapatkan sedikit penguat atas apa yang dihadapannya saat ini, menunggu istri melahirkan memang sangat mendebarkan tapi dirinya tidak menyangka akan seperti ini rasanya. Tidak lama kemudian pintu ruangan terbuka membuat semua menatap ke arah pintu yang semakin membuat Wijaya cemas.“Bapak Wijaya selamat putranya telah lahir dengan selamat dan sekarang sang ibu sedang proses pemulihan diri,