Pesta perusahaan sudah diadakan dalam waktu yang cukup lama dan menjadi tradisi dari perusahaan yang Wijaya pimpin, tidak setiap tahun tapi setidaknya di angka – angka tertentu mereka pasti akan mengatakannya. Biasanya di acara seperti ini Wijaya akan bertemu dengan Bobby tapi sayangnya kali ini tidak bisa karena Bobby telah pergi untuk selama – lamanya, beberapa bulan setelah kepergian Regan dan cukup membuat Wijaya dan Yuta bingung karena banyak yang harus dipegang.
“Pestanya sudah sampai sejauh mana?” menatap Muklis yang menatap catatan yang sedang dipegangnya.
Muklis sebenarnya tidak sendiri karena Lila sudah mulai berada di kantor ini sejak Regan meninggal dunia, meski Lila anak Yuta tetap saja proses untuk masuk sesuai dengan proses yang ada dan berakhir dengan berada di posisi menggantikan Muklis. Devan sendiri sudah mulai bekerja tapi tidak di bagian yang dekat dengan Wijaya melainkan berada di bagian marketing, awalnya Devan protes tapi Vita dan Wijaya meyak
Acara yang dinantikan terjadi dimana semua keluarga sudah bersiap dengan acara perusahaan ini, bicara mengenai Elok yang merupakan satu – satunya keluarga Wijaya dimana memutuskan menikah dengan sahabatnya dan mereka sudah menjadi orang asing semenjak kedua orang tua mereka meninggal.“Ayo berangkat” suara Devan membuyarkan lamunan Wijaya.Mereka berangkat dengan sopir yang berada dalam mobil berbeda, pesta ulang tahun perusahaan dimana atas saran Yuta mereka mengundang orang yang berpotensi menjatuhkan perusahaan mereka selama ini. Sonny dan Bian akan diundang dalam acara ini dan Wijaya ingin melihat bagaimana keluarga dari mereka berdua dengan begitu bisa melakukan strategi mengenai apa yang akan dilakukan nanti.Muklis dan Bima mengenalkan saat tiba – tiba ada yang menyalami mereka yang hanya dijawab anggukan dan senyuman dari Wijaya, Bima adalah karyawan baru yang sangat cepat perkembangannya membuat Wijaya memutuskan untuk langsung m
Mengalihkan perhatian dengan sesuatu hal lain karena semenjak kejadian dirinya mencium Vita sang istri bayang – bayang Tania yang sedang menatapnya tidak pernah hilang sama sekali, dirinya bodoh seharusnya tidak terbawa suasana sama sekali. Ketukan pintu membuat Wijaya menatap sang sumber dimana ada Muklis yang masuk dengan wajah pucatnya membuat Wijaya bersiap diri atas berita negatif, mendengar berita yang Muklis berikan dalam waktu singkat Wijaya langsung keluar ruangan dimana Lila berdiri untuk ikut dengannya yang hanya dijawab anggukan.Berjalan tergesa menuju rumah sakit yang ramai dan menurut perawat jika mereka berada di dalam ruang operasi, sampai disana dengan pemandangan awal adalah kedua putrinya menangis serta Fenny tampak diam yang langsung didatangi Lila dan memeluknya erat sedangkan Devan menenangkan Tina. Kedatangan Wijaya langsung diserbu oleh kedua putrinya dengan menangis keras, Wijaya hanya bisa menepuk punggung putrinya pelan dan jika sudah begini
Wijaya menatap Tania yang duduk disampingnya dimana tampak dirinya baik – baik saja membuat sedikit bertanya dalam hati untuk apa gadis ini dirumah sakit, melihat lekuk tubuh gadis kecil ini membuat Wijaya seketika tidak nyaman dimana sesuatu yang asing bangkit membuat dirinya harus bisa menahan diri serta jantungnya yang berdetak semakin kencang.“Kamu ada perlu apa disini?” setelah bisa mengatasi diri mencoba untuk berbasa – basi.Tania tersenyum “habis suntik yang buat syarat nikah itu loh, Om” Wijaya mengangguk paham “aku tinggal dulu jangan sedih lagi”Wijaya mengikuti langkah kaki Tania dimana langkah itu mengarah pada sosok pria yang ditemuinya pada saat pesta perusahaan, pria yang tidak baik untuk gadisnya dan rasanya Wijaya ingin menarik wanita itu untuk menjauh dari lelaki tersebut.Ruangan terbuka tidak lama kemudian membuat Wijaya melangkah kearah dokter yang wajahnya tampak kusut dan itu m
Meminta pada Bowo untuk menyelidiki mengenai perkembangan kehidupan percintaan mereka dan juga penjagaan dari jarak jauh untuk Tania, entah kenapa Wijaya merasakan ada sesuatu yang buruk terjadi pada gadis yang membuat jantungnya berdetak kencang. Puas berbicara dengan Bowo dirinya langsung melangkah keruangan Vita namun langkahnya terhenti saat melihat Tania bersama anak kecil dengan senyuman yang semakin membuat jantung Wijaya berdetak sangat kencang.“Adik kamu?” Tania menatap Wijaya lalu menggelengkan kepala membuat dirinya mengangkat alis.Wijaya sendiri tidak tahu kenapa langkah kakinya mengarah pada wanita satu ini, seharusnya bisa saja melangkah masuk ketempat Vita bersama anak – anaknya saling bercerita satu sama lain. Rasa penasaran lebih mendominasi dirinya saat melihat bagaimana wanita muda ini berinteraksi dengan anak – anak dan seketika membayangkan bagaimana jika anak tersebut anak mereka berdua nantinya, Tania masih memandang Wij
Perkembangan kesehatan Vita semakin membaik dimana langsung membawanya pulang karena keinginan sang pasien, Wijaya menatap ketiga putrinya yang membantu dirinya membereskan beberapa pakaian dan tidak tertinggal mengajak Vita bicara. Sampai detik ini belum ada pembicaraan mengenai apa yang Vita lakukan dengan kedua teman mereka sampai kecelakaan terjadi, Wijaya sendiri tidak ingin membuka pembicaraan mengenai hal tersebut karena Bowo sudah mendapatkan jawaban serta orang tersebut telah mempertanggung jawabkan semua.“Kalian jangan buat mama sebagai orang penyakitan karena mama masih kuat”Wijaya menatap Vita yang masih ditemani anak – anak seakan mereka takut jika sang ibu membutuhkan sesuatu dengan begitu bisa langsung membantunya, Wijaya hanya menggelengkan kepala dan tersenyum atas semua yang ada dihadapannya. Dalam hatinya bersyukur karena memiliki anak – anak yang sangat menyayangi orang tuanya dan semua itu tidak lepas dari Vita yang
Hampir saja ketahuan Vita saat baru saja mencapai klimaks menyebut nama wanita lain, langsung membilas dirinya sebelum akhirnya keluar dimana Vita sudah berada di ranjang memainkan ponselnya. Wijaya tidak tahu apa sudah waktunya membahas mengenai kecelakaan atau tidak, mendatangi Vita yang masih sibuk dengan ponselnya dimana tampaknya tidak sadar akan kehadiran Wijaya disampingnya.“Apa kondisi mereka saat di operasi baik – baik saja?” tanpa melepaskan tatapan dari ponsel “aku melihat kondisi mereka terakhir kali dan itu...aku gak bisa berkata apa pun dan saat ini aku...” Vita meletakkan ponsel menatap Wijaya “aku yang mengajak mereka untuk bertemu dengan calon pembeli tapi ternyata...”Wijaya menarik Vita kedalam pelukan “semua sudah berlalu jadi biarkan mereka tenang” membelai pelan punggung Vita yang semakin menangis kencang “kalau kamu seperti ini mereka akan sedih dan anak – anak juga”
Kebersamaan dengan Vita dirumah hanya bertahan beberapa jam saja, menghabiskan waktu berada didalam kamar bersama dengan anak – anak mereka juga tidak terlalu lama. Wijaya tidak tahu harus bagaimana tapi satu hal dirinya harus bangkit karena banyak yang membutuhkan dirinya dan sebab itu tidak ingin terlalu lama larut dalam kesedihan. Wijaya mencoba untuk terlihat kuat dihadapan anak – anaknya agar mereka tetap bisa menjalani hidup tanpa hadirnya Vita, selama beberapa lama semua berhasil dimana kehidupan mereka berjalan sebagaimana mestinya.Wijaya dan Devan dengan bantuan Lila, Muklis serta Bima bisa membuat perusahaan berjalan sebagaimana mestinya, Vian sendiri juga mulai bergabung setelah menyelesaikan urusan di Singapore yang tidak lain adalah perusahaan untuk Via. Mereka berdua berkenalan secara resmi dimana adalah saudara sepupu dan saat ini Vian sendiri sedang berada di perusahaan milik Bobby yang lain untuk menjadi mata – mata dan disana ada wanita ya
Ruang keluarga menjadi tempat sidang anak – anak pada Wijaya, berita mengenai dirinya yang mengawasi Tania sudah didengar langsung oleh mereka. Keempat anaknya ah... ralat maksudnya ketiga anaknya karena Tina sibuk dengan anak – anaknya, mereka menatap Wijaya penuh selidik dan sepertinya ini salah satu cara agar mereka mendapatkan jawaban dari dirinya.“Apa yang kamu tanyakan di kantor” menatap Devan lalu mengangguk pelan “semua benar” mereka bertiga melotot “papa sudah menyelidiki dan mengikuti dia semenjak mama di rumah sakit”“Papa jatuh cinta?” Wijaya menatap Tina yang masih sibuk dengan anaknya sedang menatap dirinya “apa papa gak salah karena usianya tidak jauh dari kita”Wijaya mengangkat alisnya lalu seketika lesu “jadi seusia papa gak boleh jatuh cinta?”“Dia tahu kalau papa suka sama dia?” Wijaya menggelengkan kepala “lantas kenapa papa lakuin h