Gimana? Masih semangat menunggu kelanjutannyakan? Next part selanjutnya.... 😜😜😜
Hari ini pertama kalinya Julia bekerja di toko Dewa. Pagi sekali Julia sudah sangat sibuk. Julia mulai menyiapkan sarapan berdua untuk dirinya dan Vino, juga mempersiapkan diri untuk tampil kerja secara maksimal. Rencananya Julia akan memesan ojek online, tetapi ketika ia dan Vino hendak sarapan tiba-tiba Arjuna muncul dan menawarkan untuk mengantar mereka. Lalu dengan terpaksa Julia mengiyakan ajakkan dari Arjuna. Di perjalanan mereka hampir tidak bersuara sama sekali. Hanya Vino yang sesekali mengoceh untuk mencairkan suasana yang begitu canggung. Julia akan menjawab pendek, sedangkan Arjuna akan berbicara seperlunya saja. Setelah Vino turun dari mobil dan melangkah menuju kelasnya, Julia dan Arjuna kembali dirundung sepi di dalam mobil. Arjuna melirik Julia yang duduk di sampingnya, samping kursi pengemudi. Julia memakai kaos seragam bewarna merah dengan kerah di leher, dan dipadu celana chinos bewarna kream. Santai sekali. Menurut Arjuna itu agak aneh, karena Arjuna terbiasa m
Seorang perempuan berjas putih tampak berjalan anggun dengan pandangan lurus ke depan. Rambutnya pendek seleher berjuntai lurus. Kulitnya putih bersih. Bibirnya bewarna merah dengan senyuman yang merekah. Perempuan itu tampak berbicara dengan salah satu karyawan De Wallin Bakery. Lalu sesekali ia tampak melirik ke arah Julia. Di tengah kesibukannya menata beberapa roti, Julia tahu kalau ada yang memperhatikannya dari tadi. Dia melirik perempuan itu dengan cuek. Julia tidak mengenalnya. Jadi biarkan saja. Beberapa menit kemudian perempuan tadi berjalan lurus menghampiri Julia. Ia berhenti dan menatap Julia dengan tatapan menilai. Julia menghentikan kegiatannya. Berdiam mematung, menatap perempuan itu bingung. "Kamu siapa?" tanya perempuan itu. Merasa terpanggil, Julia berusaha memberikan senyuman ramahnya. "Saya Julia, Mbak. Karyawan baru di sini," jawabnya. "Kamu sudah interview?" tanya perempuan itu. "Sudah, Mbak." "Kapan kamu interview?" Julia hendak menjawab. Tetap
"Dewa, aku masih penasaran sama kamu. Apa yang udah ngebuat kamu menerima dia jadi karyawan kamu?" Cellin baru saja masuk ke ruangan Dewa, tetapi perempuan itu sudah memberondong dengan segelintir pertanyaan panjang. Pertanyaan beberapa hari lalu yang belum sempat dijawab Dewa dengan jelas. "Kamu masih mau bahas itu lagi?" Dewa hanya menoleh cuek. Lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Cellin berdiri sambil bersedekap di depan Dewa yang tengah berkutat pada pekerjaannya. "Kan kemarin kamu ngehindar terus, Wa. Aku cuma nanya," sungut Cellin. "Dia lagi nganggur. Dan lagi butuh pekerjaan banget. Kebetulan kitakan lagi butuh karyawan, jadi ya aku terima dia jadi karyawan kita." Jelas Dewa dengan sabar. "Bener? Kamu nggak ada tujuan lainkan?" Dewa menghela nafas beratnya. Sebelumnya, Cellin bukanlah perempuan pecemburu. Dia tidak mudah terpedaya. Tetapi ini baru pertama kalinya Cellin terlalu repot mengusutnya sampai sejauh ini. Dewa tertawa dalam hati, mungkin karena Julia itu s
"Bagaimana keadaan Papa?" Tanya lelaki itu seraya duduk di hadapan lelaki yang lebih berumur. "Aku baik-baik saja. Kali ini lebih mendingan daripada beberapa hari lalu," sahutnya. Keduanya diam membisu. Kencanggungan masih melingkupi mereka. Ini untuk yang ketiga kalinya Arjuna menjenguk Ridwan papa Julia di rumah sakit. Beberapa waktu lalu mata-mata yang dikirim Arjuna mengabarkan bahwa Ridwan terlibat kecelakaan tragis di jalan tol yang melibatkan banyak korban. Beberapa korban tidak sempat diselamatkan. Beruntung Ridwan masih bisa diselamatkan. Namun sangat disayangkan, kaki kanan dan dan tangan kiri Ridwan mengalami patah tulang. Bahkan Ridwan sempat koma selama seminggu. "Jadi, bagaimana? Apakah Julia sudah siap untuk kamu nikahi?" tanya Ridwan berharap cemas. Pria paruh baya itu sudah tahu semua hal tentang Julia. Karena sebenarnya saat Ridwan belum mengalami kecelakaan tragis tersebut, Arjuna telah memberitahukan semua hal yang terjadi pada Julia. Bisa dikatakan hal terse
Arjuna memastikan kalau Julia akan baik-baik saja setelah jejaknya menghilang di balik etalase pembatas antara penjual dan pembeli. Sebenarnya Arjuna berniat mengantar sampai ke dapur, mengingat mereka tadi datang terlalu pagi dan tentu saja toko roti De Wallin masih sepi. Tetapi Julia menolak dan memaksa Arjuna untuk segera pergi dari sana. Mau tak mau Arjuna pun terpaksa harus pergi. Baru saja Arjuna ingin menggapai gagang pintu mobilnya, namun seorang perempuan dengan gaya modis yang tengah memakai kacamata hitam menariknya masuk ke dalam toko roti, dan memaksa untuk masuk ke suatu ruangan yang bisa ditebak itu adalah ruangan atasan. Ia mendorong Arjuna dengan keras hingga jatuh terduduk di sofa. "Ada Apa ini? Kamu siapa?" tanya Arjuna bingung. Perempuan itu menyilangkan tanganya di dada. Menatap Arjuna angkuh. "Aku Cellin, atasan Julia." Jawabnya sambil mengamati Arjuna dari atas sampai bawah. "Atasannya Julia? Lalu apa hubungannya denganku?" tanya Arjuna sekali lagi. Ti
"Masuk!" Arjuna menatap sahabatnya, Ruben masuk dengan wajah semringah. Arjuna sudah bisa menebak apa yang membuat Ruben menampilkan ekspresi tersebut. Pasti ingin menanyakan hal kemarin. Karena beberapa kali ia gagal mencari tahu tentang atas rasa penasarannya. Dan beberapa kali Arjuna berhasil kabur dari rasa penasaran Ruben, namun kali ini seperti keberuntungan berpihak kepada Ruben. "Hallo, Arjuna. Aku datang ke sini untuk menagih janji. Tolong jangan lari-lari lagi, ya. Jadi sebenarnya apa hubungan kau dengan kedua pria kemarin?" Ruben langsung saja duduk santai dengan kedua kaki menyilang naik di atas meja, sebelum dipersilahkan duduk. Tidak peduli jika ia harus bersikap sopan karena itu malah menimbulkan kecanggungan. Ruben bersedekap menatap Arjuna serius, dengan gaya polisi yang sedang mengintrogasi. "Kau penasaran sekali, Ruben." Respon Arjuna datar. "Tentu saja. Aku sahabatmu. Dan sepertinya itu urusan yang cukup serius. Kau bisa berbagi masalah denganku, Arjuna. Jang
Kamar berukuran sedang itu setengah dari isinya telah dikemas rapi dalam kotak dus. Tinggal beberapa sisa lainnya masih tertata rapi di tempatnya. Sebelumnya isi dari kamar ini juga belum terlalu penuh. Si pemilik belum genap sebulan menepatinya, kini sudah harus pindah lagi. Sebenarnya Julia sudah terlanjur nyaman di rumah kost barunya yang pernah diberikan Arjuna. Namun pernikahan dengan Arjuna yang secara mendadak membuatnya harus sibuk mengurus barang-barangnya lagi. Apalagi Arjuna memaksanya untuk tinggal serumah dengannya. Dengan alibi sepaya Arjuna lebih mudah untuk menjaganya. Julia tengah sibuk mengemasi barang-barangnya. Ia memasukkan beberapa pakaian ke dalam kopernya. Beberapa barang berharga lagi-lagi ia taruh dalam kotak dus besar untuk mempermudah memindahkan barang tersebut. "Ada yang bisa aku bantu?" Arjuna dari arah belakang langsung memeluk Julia. Ia bahkan tidak menghiraukan respon Julia yang menggeliat risih. Arjuna malah semakin merapatkan pelukannya. "Tid
"Bangun!" "Hmmm..." Julia semakin mengeratkan pelukan pada gulingnya yang beraroma tubuh Arjuna. Perempuan itu sama sekali tidak menghiraukan suaminya yang tengah menggoncangkan tubuhnya dengan keras. Terlihat dia malah semakin nyenyak ditidurnya. "Anak perempuan. Kalau sudah menikah harus bangun lebih awal dari suaminya. Ayo cepat bangun, Julia!" Arjuna semakin kesal. Ia menarik tubuh Julia dan memaksanya untuk bangun, tetapi Julia sama sekali tidak mau bergerak. "Kamu yang maksa aku nikah. Aku belum mau menikah padahal." Julia melirik suaminya sebentar, lalu kembali menutup mata dan bertanya sambil merengek, "memangnya pukul berapa ini?" "Jam lima. Hari ini kamu masih libur kerja kan? Libur empat atau lima hari?" Julia mengangguk. "Aku minta lima hari." "Oke, lima hari. Aku akan kasih kamu pekerjaan rumah. Jadi, biar kamu tidak bosan nanti." Arjuna berjalan membuka laci yang terdapat di sebelah kasurnya. Ia mengambil selembar catatan yang sudah tertulis rapi beberapa agend