Green sudah kembali ke rumahnya setelah melewati berbagai macam drama keluarga, tadi Langit mengantarnya pulang dan menjelaskan sekaligus meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi, ucapan Langit masih terngiang-ngiang di kepala Green.
“Green, saya tahu kamu gak nyaman sama saya. Tapi, terima kasih sudah mau menerima bunda dengan baik. Saya minta maaf atas semua kesalahpahaman ini, saya sama sekali gak bermaksud menyeret kamu dalam masalah saya.”
“Saya harap ini yang terakhir, saya gak mau terlibat lagi.”
“Saya janji ini yang terakhir, sekali lagi saya minta maaf.”
Setelah itu baik Green dan Langit tak ada yang membuka suara, keduanya fokus pada pikiran masing-masing sampai motor yang dikendarai Langit berhenti tepat di depan rumah Green. Ya, Langit mengantarnya dengan motor, alhasil Laki-laki itu tahu dimana rumahnya sekarang.
Sebelum Green pulang tentu saja Kalila membawakannya ber
“Kamu nginep, kan?” tanya Green sambil melepaskan pelukannya.Alta menatap Green dengan tatapan tidak enak sekaligus bersalah. “Maaf sayang, aku gak bisa nginep, nanti sore aku harus balik ke Jogja.”“Yahhhhh.., aku pikir kamu nginep, kita kan udah lama gak ketemu, Al, masa iya sekalinya ketemu cuma sebentar.” Green tak bisa menutupi kesedihannya saat Alta mengatakan harus kembali sore nanti, padahal ia sudah berharap Alta bisa tinggal setidaknya dalam dua hari ke depan.“Kamu tenang ya, nanti aku sempetin ke sini lagi, terus nginep.”“Kapan?” tanya Green meminta kepastian.“Secepatnya.”“Yaudah deh, tapi janji ya jangan ilang-ilangan terus?”“Iya sayang, janji.”Mereka kembali berpelukan, jika saja Green tahu tujuan Alta datang mungkin ia tak akan pernah meminta Alta untuk datang lagi, dan bisa jadi ini adalah terakhir kali ia membe
Senin pagi merupakan hari yang paling menyebalkan bagi Cherry, setelah memanjakan diri di hari Minggu, ia tetap tidak bersemangat menjalani hari Senin. Sejak bangun tidur dan menyelesaikan ibadah salat subuh, Cherry sudah menggerutu karena pagi ini mata kuliah pertama akan diisi oleh sang kakak, moodnya benar-benar hancur mengingat bagaimana menyebalkannya Langit jika sudah berada di dalam kelas. Alhasil, setelah salat Cherry memilih tidur lagi, menutupi tubuhnya dengan selimut tebal berwarna kuning kesayangannya.“Cher..,” panggil Langit sembari mengetuk pintu kamar Cherry.Tak ada sahutan dari sang empunya kamar, Langit mengetuk pintu itu itu lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya. “Cher, udah jam 6, bangun!”Masih tak ada sahutan, Cherry menarik selimutnya sampai ke leher dan menutup kedua telinganya dengan bantal.“Cherry, bangun!” Langit sudah berada di kamar Cherry dan menarik selimut yang membalut tu
BAB 18 Cemburu?Dalam perjalanan pulang usai mengantar Green, Langit teringat sesuatu, ada hal penting yang harus ia bicarakan pada Green terkait peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu, musibah yang menimpa dirinya karena Kalila dan Jerry datang tiba-tiba, musibah yang juga membuat ia dan Green mau tak mau harus bersandiwara di hadapan keduanya.“Gue harus ngobrol sama Green,” tutur Langit pada dirinya sembari memutar arah, ia kembali mendatangi rumah Green.Di lain tempat, Green yang sedang memadu kasih dengan Alta saling memeluk dan berbalas senyum, rasa bahagia jelas terpancar dari wajah keduanya. Green dan Alta bertatapan, melalui mata itu keduanya seolah ingin membuktikan pada dunia bahwa tak ada yang lebih indah selain bersama orang tercinta. Jika saat ini mereka tengah menunjukkan pada dunia, maka sebentar lagi dunia yang akan menunjukkan pada mereka bahwa cinta tak selamanya indah.Cinta, keyakinan
Cherry tertawa terbahak-bahak melihat wajah kakaknya yang sudah seperti kepiting rebus, sementara Green tak menganggap serius ucapan Cherry, ia masih berusaha agar Langit mengembalikan ponselnya.“Saya akan kembalikan ini nanti, sekarang saya buru-buru!” Langit melenggang pergi, mengabaikan Green yang masih berusaha mengambil ponsel.Setelah Langit hilang dari pandangan, Green mencak-mencak pada Cherry. “Sumpah ya, kakak lo ngeselin bangett. Hp lo disita gak?” tanya Green dengan raut kesal.Dengan polosnya Cherry menggeleng, sontak hal itu membuat Green bertambah kesal. “Hp lo gak diambil, sementara Hp butut gue malah dikantongin, heran deh!” ujar Green sembari meninggalkan Cherry.Cherry segera mengejar Green yang sudah mendahuluinya. “Maklumin aja, namanya juga om-om,” tutur Cherry sambil merangkul Green.“Dasar om-om gila.” Green memaki Langit di depan adiknya tanpa rasa bersalah.
Seminggu telah berlalu sejak Alta mengunjungi Green, sejak itu pula Langit menjaga jarak dan membatasi komunikasinya dengan Green. Pertemuan terakhir mereka adalah saat Langit datang ke rumah Green untuk mengembalikan ponsel wanita itu, itu adalah pertemuan sekaligus komunikasi terakhir mereka. Karena setelahnya Langit pergi ke luar kota untuk road show guna mempromosikan buku barunya. Green tak pernah peduli dengan apa yang dilakukan Langit, namun ada satu hal yang terkadang memaksanya untuk peduli. Kalila, wanita itu selalu membuatnya ada di posisi sulit, Kalila selalu berusaha melakukan segala cara agar Green dan Langit semakin dekat, mau menolak pun Green tidak enak, akhirnya ia hanya bisa pasrah dan menerima. Seperti hari ini, Sabtu malam sekitar pukul 19.00 wib, Kalila menghubungi dirinya. “Halo sayang, kamu sedang apa?” “Halo Bunda, Green baru pulang kerja, Bunda sehat?” tanya Green dengan nada dibuat seriang mungkin, ia tak ingin orang lain
“Ha? Maksudnya Kakak mau nginep di sini?”“Iya.”“Kakak udah gila?”Langit menatap Green dengan tatapan penuh arti. “Kenapa, ada masalah?” tanya Langit tanpa beban.Malam ini Langit seperti sudah hilang kesadaran. Ia abai pada semua hal dan memutuskan untuk menginap di rumah Green, Green memberikan tatapan datar dan menusuk. “Jelas ada. Kakak itu laki-laki, dan saya perempuan. Kita gak boleh satu ruangan, sebaiknya sekarang Kakak pulang. Saya bisa kena masalah kalau Kakak di sini.”“Gak usah berlebihan, lagian kita tidur di kamar yang beda,” jawab Langit tanpa santai. “Atau kamu ingin….,” timpalnya.“Stop, gak usah diterusin, dasar om-om mesum!” Green pergi meninggalkan Langit dengan menghentak-hentakkan kaki, darah tingginya bisa naik jika terus meladeni laki-laki itu.“Om-om lebih menggoda, mau bukti?” Langit bersuara s
Tepat pukul 19.00 wib, Langit tiba di rumahnya. Ia membuka pintu rumah dengan langkah gontai, beberapa hari kemarin cukup menyita waktu, menguras tenaga, emosi dan pikirannya. Satu-satunya yang ingin Langit lakukan saat ini adalah membersihkan dan merebahkan diri di kasur empuk kesayangannya, namun Cherry menghalangi niatnya. Wanita itu datang tiba-tiba kemudian menghadang Langit yang hendak membuka pintu kamar. “Apa-apaan, sih, Cher, minggir kakak capek banget, mau istirahat.”“Kak, gue punya informasi penting,” ujar Cherry serius.“Penting menurut kamu belum tentu penting buat kakak, udah ah minggir!” Langit menggeser tubuh Cherry agar tak menghalangi jalannya.Tubuhnya sangat lelah, meladeni Cherry hanya akan membuatnya semakin lelah. Lagipula Langit sangat yakin bahwa informasi yang dibawa Cherry tidak sepenting itu.“Kak.., minimal dengerin dulu, ihhhhh,” pinta Cherry dengan suara memohon.&ldquo
Langit tengah menunggu Green di ruang tamu, beberapa kali ia menguap karena kantuk yang tak bisa dikendalikan mengingat ia baru tidur beberapa jam saja, Green yang melihat itu berinisiatif menawarkan kopi untuk Langit.“Mau saya buatkan kopi, Kak? Ngantuk gitu, bahaya kalau dipaksa nyetir.”“Langsung berangkat aja, nanti kesiangan,” ajak Langit. Laki-laki itu beranjak dari kursi. “Kamu udah siap?” tanya Langit sambil menatap Green. Mereka mengenakan baju dengan warna senada, Green mengikat rambut serta merias sedikit wajahnya. Sementara Langit tidak menata rambut sama sekali, ia membiarkan saja ujung rambutnya jatuh dan nyaris menutupi mata, namun itu tak mengurangi kadar ketampanannya sebagai Langit Danendra Adyaksa. Seperti biasa, tak lupa Langit menyemprotkan parfum kesukaannya yang membuat kesan maskulin tersemat dalam diri lelaki itu. Tidak ada yang istimewa, mereka berpenampilan sederhana layaknya muda-mudi pada umumnya.