Menurut Sharon, perilaku pria tadi itu tidak masuk akal. Ia duduk di sisi tempat tidur dan berkata, “Oke, oke. Kamu kan masih sakit, jadi tenang aja ya. Kalau marah marah terus nggak akan bikin pulih.”"Shar, aku ngak mau tinggal di rumah sakit," kata Riley, menarik tangannya dengan menyedihkan."Kalo lukanya begini, mau ga mau sih.""Kalau begitu, bisa nggak kamu jenguk aku tiap hari?" Riley menatapnya dengan sedih.Sharon memikirkannya. Lagi pula, tidak ada yang lebih baik untuk ia lakukan di kantor dan Riley terluka parah. Ia tidak bisa memaksa dirinya untuk mengatakan tidak. “Ok, aku bakal datang jenguk kapanpun aku punya waktu.”Ekspresi Riley berubah dalam sekejap. "Betul? Janji ya? Jangan lupa bawa putra baptisku kalau jenguk ke sini.”Sharon tahu ekspresi sedih Riley tadi cuma akting, tapi... Ia tenggelam dalam pikirannya sejenak. Ia bahkan tidak bisa bertemu putranya sekarang, apalagi membawanya ke sini.Ia tidak kasih tahu Riley bahwa ia telah diusir oleh keluarga Zachary, j
Douglas terlalu tua untuk ini, tetapi anak laki-laki itu adalah cucu tertuanya. Itu adalah tugasnya untuk mencintai anak itu!“Oke, oke, duduk saja di sana dan jangan bergerak. Aku akan telepon ayah kamu sekarang dan minta dia pulang.” Douglas tidak bisa memikirkan hal lain. Bahkan meski dia kemarin ia sepakat untuk mengusir Sharon tapi sekarang yang satu satunya ia inginkan adalah agar wanita itu segera pulang."Yang bener kek? Apa kakek bener mau izinin ibu pulang?” Bocah itu berhenti menangis dan menatap lelaki tua itu dengan sungguh-sungguh dari atas pohon."Iya dong! Kapan aku pernah bohong padamu? Jadi turun sekarang, ya?” Jantung Douglas tidak bisa berhenti berdebar ketika dia melihat bocah itu duduk di pohon yang begitu tinggi. Bagaimana jika sesuatu terjadi dan dia jatuh? Oh, Tuhan!"Nggak! Saya hanya akan turun ketika saya lihat Ibu! Aku ingin ibu pulang!” Sebastian tidak begitu mudah dibodohi.Douglas khawatir dia akan jatuh jika dia terus memukul-mukul, jadi dia buru-buru s
”Ibu aku mau ikut dengan Ibu! Aku tidak mau jauh dari Ibu!” Anak itu memeluk Ibunya dengan erat dan menolak untuk melepaskan pelukannya.Simon terdiam, ekspresinya sulit dibaca. Wajah tua Douglas berubah. Apakah ia ingin aku memohon untuk ia pulang?“Jangan khawatir. Aku yang menyuruhmu pulang, jadi tidak ada orang yang akan memintamu keluar selama ada aku disini.”Douglas tidak punya pilihan selain menerima Sharon pulang demi cucunya.“Karena Ayah bilang begitu, ya lakukan saja. Tidak perlu khawatir.” Simon akhirnya berbicara, tatapannya tidak terduga.“Iya, Bu! Karena Kakek bilang begitu, kembali dan tinggal sama aku lagi aja!” anak itu berteriak.Sharon tidak terlalu ingin kembali, tetapi anaknya ada disini dan ia lebih baik tidak tinggal dengan Simon diluar. Ia tidak nyaman tinggal dengannya.Tapi, ia tidak punya pilihan selain mengangguk. “Iya, aku akan pindah kesini lagi.”Dengan kata-kata pria tua itu, Penelope akan lebih susah mengusirnya lagi.Malam itu, Penelope mas
Sharon melihat Penelope pergi dari ruang makan. Ia sudah mengira Penelope akan bereaksi seperti ini.Sejak ia pulang, ia sudah mempersiapkan mentalnya untuk menghadapi Penelope. Tidak akan ada yang mengusir ia dengan mudah kali ini.Setelah makan malam, Douglas membawa Sebastian untuk bermain Catur Cina, sementara Simon sedang menelepon di koridor.Sharon naik keatas untuk membereskan kopernya. Baju-baju yang sudah dipindahkan ke kondominium pribadi Simon sebelumnya sudah sampai di rumahnya.Di tangga, ia bertemu dengan Penelope yang sedang turun ke bawah. Jalannya sempit sehingga mata mereka bertemu dan suasana menjadi tegang.“Kakak Penelope.” Saat Penelope melihat ke Sharon, Sharon menyapanya ramah.“Jangan panggil aku Kakak! Aku bukan Kakakmu!” Penelope berteriak tanpa ampun.Sharon dengan tenang menutup mulutnya. “Kamu nggak perlu anggap aku adik iparmu, tapi aku akan tetap memanggilmu Kakak.”Mata Penelope penuh dengan rasa hina. “Nggak punya malu ya? Nggak heran kamu pul
Sharon tidak bisa menahan tawa. “Aku bukan anak anjing. Kenapa aku harus menggigit?”“Kamu yakin? Kamu yakin nggak akan menggigitku?” Suara pria itu sangat pelan saat mengatakan itu, dan badannya yang tinggi bersandar padanya, menjebak Sharon di antara lemari dan dadanya.Sharon awalnya tidak bereaksi apa-apa, tapi ketika melihat tatapannya yang menggoda, muka Sharon memerah. Sharon sadar apa yang dimaksud.“Kamu...jangan mendekat. Kita sedang dirumah Zachary, dan Sebastian akan kesini sebentar lagi!” Sharon ingin mendorongnya karena malu, tapi ia menggenggam tangannya dan menahan tangan Sharon dibelakangnya.Simon lalu menundukkan dahinya dan mendekatkannya ke dahi Sharon, sambil berkata dengan lembut, “Aku sudah kunci pintunya jadi ia tidak bisa masuk.” Simon sudah belajar sehingga ia sudah mempersiapkan apabila putranya ingin menyelinap masuk diam-diam.“Ka..Kamu…” Sharon melihat wajah tampan Simon dengan tatapan tidak percaya. Apakah ia sudah merencanakan ini sejak ia masuk ke
”Ibu, apa Ayah mengganggu Ibu lagi? Ayah jahat, jangan ganggu Ibu!” Sebastian memukul pintu dan berteriak ketika sadar Ibunya tidak membukakan pintu.Jantung Sharon berdegup kencang mendengarkan keributan yang diciptakan putranya. Mengapa ia harus berteriak? Semua orang bisa mendengarnya sekarang!“Kalau kita tidak membiarkan Sebastian masuk, seluruh isi rumah ini akan tau kalau kamu menggangguku.” Sharon mendorong Simon lagi.Yang membuatnya frustasi, Simon terlihat tenang dan tidak terpengaruh. “Terus kenapa kalau mereka tau? Mereka mau ngapain?”Mata Sharon melotot. Apa maksudnya? Apa dia mau keluarga ini tau apa yang mereka lakukan di kamar mereka?Di kamar pada lantai yang sama, Penelope mendengar suara anak itu teriak dan mengetuk pintu, tapi tidak ada yang membuka pintu itu cukup lama.Ekspresinya langsung berubah. Sharon Jeans itu benar-benar tidak tahu malu!Ia sampai mengabaikan anaknya untuk menggoda Simon!…Sharon tidak lupa kalau Riley masih pemulihan di rumah sa
Di bawah pohon besar di kebun, Sharon melihat Sally Luke!Jadi Wayne disini untuk menemui Sally. Tidak heran ia sangat berhati-hati.Sharon tidak berani mendekat kepada mereka, takut jika mereka sadar akan keberadaan Sharon. Sharon hanya bisa bersembunyi dibalik pohon terdekat dan mematai mereka secara diam-diam.Mereka berjarak sedikit jauh, sehingga Sharon tidak dapat mendengar mereka. Bagaimanapun juga, Sharon melihat Sally bersandar pada pelukan Wayne, terlihat terluka. Sally seperti sedang mencari kenyamanan.Sharon dengan terburu-buru mengambil telepon genggamnya dan mengambil gambar. Ini merupakan bukti terbaik yang ia bisa dapatkan.Ia mengira Wayne telah pergi, tapi sepertinya ia pindah kerja di rumah sakit lain. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit terbaik di Kota River, jadi dia memberikan Wayne pekerjaan disini. Hal itu bukan hal yang mudah.Mungkin karena hal itu Wayne menghibur Sally seperti yang Sally inginkan. Sally berhenti terlihat menyedihkan, dan mereka berpe
Dokter Collins, lima tahun terakhir saya sangat menyesal terima faktanya kalau saya nggak bisa menemani Ayah saya di saat terakhirnya. Bisakah Dokter memberi tahu saya kebenarannya?”Dokter Collins melihat permohonan di matanya dan menghela nafas dalam. “Saya tahu saya tidak dapat menyimpan rahasia ini selamanya. Kondisi Ayahmu memburuk tiba-tiba… bukan tanpa alasan.”Nafas Sharon tercekat dan tubuhnya menegang. “Alasan apa?”Dokter Collins melihatnya dan ragu, tapi akhirnya menghela nafas kembali. “Saya akan pensiun setengah bulan lagi. Datanglah setelah saya pensiun dan saya akan memberi tahu segalanya.”Sharon bingung. “Tapi kenapa?”Dokter Collins tidak mau menjelaskan. “Kita simpan dulu saat ini, ya? Saya berjanji saya akan beritahu semua yang kamu mau nanti.”Dokter Collins menolak untuk berbicara lebih lanjut. Meskipun Sharon gelisah, ia tidak dapat memaksa Dokter Collins untuk berbicara.Setelah terdiam sejenak, Sharon berkata, “Baiklah, saya akan tunggu setengah bulan l