"Lupakan,” sahut Danila seraya melanjutkan sarapannya, ia mengabaikan tatapan Bram. Mengabaikan pandangan mata pria itu.
Bram hendak bertanya lebih lanjut namun, ia ragu karena melihat Danila yang moodnya kurang baik. Bram pun memilih melanjutkan makanannya dan membiarkan meja makan berbentuk oval itu kembali hening.
Di lain tempat, Clarita tengah bersiap dengan pakaian santainya. Hari ini mereka berencana untuk mengunjungi makam Ayah dan Ibu Clarita juga Ibu Dean yang meninggal beberapa tahun silam. Dengan blouse polos berwarna cream dihiasi oleh celana legging berwarna hitam, Clarita tampak begitu cantik namun sederhana. Ia membiarkan rambutnya terurai, polesan make up sederhana juga tampak menghiasi wajahnya.
“Sudah siap?” tanya Byan berdiri di ambang pintu kamar Clarita. Clarita menoleh dan mengangguk tak lupa senyum manis yang selalu terukir di wajahnya.
Byan masuk ke dalam kam
“Membantu apa? Katakan saja.”Danila menghela napas lantas menatap Bram pucat. “Lepas dari Atma.”Sebelah alis Bram terangkat, ia bingung dengan permintaan wanita itu. Tanpa menjelaskan maksudnya, wanita itu beranjak dari sofa dan berjalan menuju kamar pribadinya meninggalkan Bram dengan kebingungannya.Di lain tempat, Clarita baru saja kembali dari pemakaman umum. Setibanya di villa keluarga Byan, ia segera masuk ke dalam kamar. Membiarkan baby twin bermain bersama Byan dan juga Dean. Ia mengurung diri di dalam kamar, hatinya masih kecewa dengan fakta yang ada.Waktu pun berlalu begitu cepat, kini langit terang berganti dengan gemerlap bintang. Malam itu, halaman villa Byan tengah ramai pekerja. Mereka tengah mendekor pelaminan sederhana untuk Byan. Walau tak banyak yang diundang tetapi ia tetap harus mempersiapkan cattering, dekor juga baju pengantin. Memang tak banyak yang
Clarita mengangguk merespon pertanyaan Ratna yang muncul dari balik pintu kamarnya. Setelah itu, Dean juga Anjani menuntun Clarita keluar dari kamarnya, menuruni setiap anak tangga perlahan. Di depannya berdiri Ratna yang membawa sebuah selendang putih.Semua tamu undangan menoleh menatap kedatangan Clarita, mereka menatap kagum pakaian dan tata rambut yang Clarita pakai, mereka belum bisa melihat wajah Clarita karena wanita itu masih menunduk, ia masih mencoba menetralkan kekhawatiran juga kegelisahannya.“Mendongaklah, Cla. Kamu sangat cantik hari ini,” ujar Anjani mencoba memberikan semangat pada ponakannya itu.Clarita menarik napas dalam-dalam, lantas menghembuskannya perlahan. Tepat sepuluh langkah lagi, Clarita akan tiba di depan penghulu juga Byan yang telah menanti kedatangannya. Clarita mulai memberanikan diri menaikkan dagunya, memperlihatkan pada khalayak umum tentang riasan yang melekat di wajahn
Suara adzan maghrib membangunkan Bram dari tidurnya. Ia pun menatap wajah Danila yang masih terlelap. Karena tak mau menggangu waktu istirahat Danila, pria itu pun beranjak secara perlahan. Namun tanpa sengaja tangannya menyenggol tas pribadi Danila yang tergeletak di atas nakas. Bram pun memungut tas itu, namun pandangannya berhenti pada sebuah tablet obat dan buku diary.Bram memungut obat itu dan membaca kandungan yang ada di dalamnya. “Pil Kb? Apa selama ini ia mengkonsumsi itu?” Tak mau terlalu lama memendam penasaran, Bram pun membuka buku diary milik Danila. Membacanya satu-persatu.Hingga maniknya berhenti pada sebuah halaman yang menceritakan tentang perasaan wanita itu.“Aku lelah menjadi jembatan Ayah untuk mencapai projectnya. Apa aku sehina itu? Bahkan sekarang aku harus melayani pria bernafsu seperti Atma dan menyakiti hati kakakku. Aku tak mencintai pria ini, Tuhan. Apakah tak bisa ji
Byan pun mengikis jarak wajahnya, tanpa sadar Clarita memejamkan matanya. Dan di detik selanjutnya tubuh wanita itu menegang kala merasakan ada sebuah benda kenyal menempel di bibirnya, mengecup dengan lembut. Clarita merasakan sensasi yang pernah ia rasakan sebelumnya. “Aku hanya meminta ini setiap pagi, bisa ‘kan?” tanya Byan seraya melepaskan pagutannya. Clarita pun tersipu malu ia menyembunyikan wajahnya di dalam ceruk leher Byan. “Kenapa sayang?” “By, mungkinkah itu kamu?” tanya Clarita masih di bersembunyi di ceruk leher Byan. “Aku akan mencari tahunya ya, jika memang itu aku. Tentu aku akan sangat bahagia, jika tidak pun aku tak akan mempermasalahkannya dan tak akan mencari tahu kebenarannya, biarlah itu menjadi masa lalu untukmu.” Byan mengusap puncak kepala Clarita. Clarita mengecup pipi Byan sekilas lantas bergegas bangkit dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Clarita tersenyum bahagia. Ia bahkan melompat ke sana ke mari hingga nyaris terples
“Kamu ini memang tidak ada gunanya‼” bentak Mahen menyambut kedatangan Atma.Atma pun menatap malas ayahnya, ia tak mengerti kenapa pria tua itu memarahinya. Ia pun hanya diam tak merespon ucapan pria paruh baya di depannya. “Kenapa diam!”“Apa pantas seorang tua menyambut kedatangan anaknya dengan marah-marah?” ucap Atma sarkas.“Apa pantas seorang anak tak mau membantu perusahaan ayahnya?”“Aku ini kurang apa? Ayah bahkan merebut kebahagianku aku terima, anda meminta aku menikah dengan wanita pilihanmu aku juga terima, apa lagi sekarang?” tanya Atma dengan tatapan tajam.Belum sempat Mahen menjawab ucapan pria itu, Atma telah berlalu dari hadapannya dan menuju lantai atas. Padahal kedatangannya ke mari untuk bertemu dengan sang ayah namun pria paruh baya itu justru memarahinya tanpa alasan yang jelas.Atma pun membanting pintunya hingga menimbulkan suara yang begitu kencang. Dada Mahen bergerak naik turun, menandakan ia tengah dirundung kekesalan akan sikap putra tunggalnya itu. “At
“Kita bicarakan nanti yah.” Danila pun mengangguk, ia kembali menyantap es buah dalam hening, pikirannya melayang pada ayah dan ibunya yang jauh darinya.Setelah selesai kegiatan makan siang bersama, Clarita pamit ke kamarnya. Ia harus memberi asi terlebih dahulu untuk baby twin. Sedangkan Byan ia meminta ijin untuk menyusul Clarita. Kini, Danila dan Dean tengah duduk di tepi kolam renang, mereka memainkan kaki di dalam air berkaporit itu. Keheningan mendera keduanya, baik Danila maupun Dean seakan bungkam tak ada yang mau membuka suaranya.“Dan.” “De,” ujar keduanya bersamaan.“Kamu dulu saja,” ujar Danila kembali menatap kakinya.“Em, aku senang akhirnya Kak Bram berhasil mendapatkan wanita yang lebih baik ketimbang aku.” Danila menoleh m
“Jadi?” tanya Clarita karena Bram tak kunjung melanjutkan ucapannya.Bram menarik napasnya dalam-dalam lantar berkata dengan lantang dan yakin. “Aku ingin menikahi Danila, Mba.”“Oh iya? Sungguh? Oh Bram, aku bahagia banget dengarnya. Kapan?”“Setelah Brahma tertangkap, Mba.”“Oke mba akan bantu keperluannya ya.” Bram pun mengangguk setuju, ia tersenyum penuh bahagia, begitu juga dengan Clarita.Malam itu mereka menjadi malam yang panjang untuk keluarga Byan dan Davin. Mereka menghabiskan waktu dengan barberque-an dan juga berkarouke bersama. Suara merdu Clarita dan Danila membius semua orang yang ada di sana. Clarita memeluk adiknya bahagia, begitu juga dengan Danila, ia sangat bahagia bisa menemukan kembali kebahagiannya dengan jalan yang benar. Selama ini ia hanya tahu memuaskan pria di ranjang setelah pulang ia akan
Danila mengangguk pasti, ia sudah memikirkan semuanya matang-matang ia harus membuat Brahma merasakan penderitaannya selama ini. Mobil Bram pun berputar arah, ia dengan cepat melajukan mobilnya ke arah yang dikirimkan Brahma pada Danila. Danila tak lupa mengirimkan pesan kepada Clarita tentang pertemuannya dengan Brahma. Clarita yang baru saja menidurkan baby twin bergegas menghampiri Byan di ruang kerja suaminya. “Mas, Danila mengirimkan pesan. Semua terjadi lebih cepat dari apa yang kita duga.” Byan mengangguk, ia segera menghubungi Janu untuk bersiap, Davin dan Anjani telah menanti di lain kamar hotel bersama dengan beberapa polisi. Tak mau membuang waktu lebih lama, Byan dan Clarita segera menyusul ke hotel tempat Danila dan Brahma bertemu. Clarita melapisi pakaiannya dengan cardigan rajut sedangkan Byan pria itu meraih jaket denim miliknya dan segera melajukan mobil mewah miliknya. Mobil Byan berhenti tepat dengan kedatangan Brahma yang terparkir tak jauh dari pandang matanya.