Sembari menunggu, mereka melakukan banyak hal. Melihat-lihat pedagang, berjalan-jalan, atau hanya sekadar main ponsel.
Menjelang Dhuhur, Dinda datang. Dan tidak berapa lama, Fani keluar setelah rangkaian acara selesai.
“Din, kamu bawa benda yang aku minta, ‘kan?” tanya Fani begitu melihat sahabatnya sudah berada di sana.
“Iya. Lipstik, blash on, bedak, sama mascara, ‘kan?” Dinda balik bertanya.
“Gak usah disebutkan kenapa sih?” sungut Fani kesal.
“Lhah, takut salah,” jawab Dinda.
“Kita mau kemana ini? Makan dulu yuk,” ajak Irsya.
“Jangan! Kita mau ke studio foto. Kamu udah booking ‘kan, Din?”
“Iya,” jawab Dinda lagi.
“Kamu asisten Fani, Din?” cibir Nia.
“Pemb
Malam hari, sesuai dengan yang telah disepakati, Fani dan kawan-kawannya berkumpul fi rumah kost Hayun. Semua telah dipersiapkan oleh Yuda dengan sempurna. Alat untuk memanggang serta ayam yang sudah siap panggang sudah ia beli.Fani sudah bersiap sejak setelah sholat Maghrib dan menunggu jemputan di teras.“Yuk, Din, ikut,” ajak Fani pada sahabatnya.“Ogah ih,” tolak Dinda.“Kenapa? Takut ketemu Alex?”“Bukan takut, fani. Males,” sungut Dinda dengan muka masam.“Gak papa, ‘kan kamu sama aku,”“Beneran nih, nanti kamu sama aku? Ya kali, Si Yuda gak nempel terus kayak perangko. Berapa tahun kalian enggak ketemu?”“Ya Allah, Din, pikirannya,”“Dah, itu mobil Yuda udah datang. Aku nanti mau k
"Kita akan kemana?” tanya Fani memecah kesunyian.“Fan, apa yang kamu rasakan saat tidak ada aku?” Pertanyaan Yuda terdengar tiba-tiba. Dan fani bingung menjawab.“Biasa-biasa saja,” kilah Fani.“Benarkah?”“Iya,”“Kenapa takut aku pergi?”“Apa kamu akan pergi lagi?”“Bukan pergi, Fani. Tapi pulang.” Jawaban Yuda membuat hatinya sedih. Pemuda itu memang sedari dulu selalu selalu membuatnya kesal.“Iya, kamu akan pulang, aku juga. Kita akan kembali ke rumah masing-masing,”Yuda menepikan kendaraan di jalanan yang lengang. Toko di pinggir jalan sudah banyak yang tutup.“Aku pergi, aku menghilang karena memang Papa membutuhkan aku. Aku tidak mau kalau sampai istrinya mengua
Dengan perasaan campur aduk, Yuda melajukan kendaraan menuju tempat yang diminta Dinda.“Teman kamu itu ada masalah apa , ya? Kenapa apes banget jadi orang,” celetuk Yuda di tengan deru suara mobil yang ia kemudikan.“Waktu ibunya mengandung salah ngidam kali,” jawab Fani asal.“Ngerasa gak sih, kalau sialnya dia kok gitu-gitu terus?” ujar Yuda lagi.“Ya, ‘kan baru dua kali ini,” kilah Fani agak tidak rela temannya diejek.“Ya tapi ,kan berturut-turut.”“Baru dua kali Yuda, siapa tahu yang ke tiga enggak. Kita juga tidak tahu ‘kan, itu kejadian sebenarnya seperti apa,” bela Fani.“Dinda gak bisa gitu lihat cowok yang kira-kira dompetnya tebel? Kok main mau aja gitu diajak jalan, endingnya, dia yang kasihan,”“Ya mana
Dua hari Yuda berada di kost Alex. Dirinya sering menghabiskan waktu bersama Fani. Meskipun bertengkar, tetapi tetap saja, dalam hitungan jam, mereka berdua sudah bisa berbaikan kembali. Pun dengan masalah Dinda, Yuda yang sudah tahu kebenaran ceritanya, meminta maaf pada sahabat Fani.Sore itu, adalah hari terakhir Yuda berada di sana. Karena esok harus segera pulang.“Fan, aku besok pamit, ya?” ucap Yuda di tengah suara deburan ombak yang besar.“Kapan kamu kembali?” Fani merasa itu pertanyaan yang sangat bodoh. Karena nyatanya, yang akan dituju Yuda adalah rumahnya sendiri.“Suatu hari nanti. Aku akan datang ke rumah kamu. Tunggulah aku. Jangan pernah memalingkan hati kamu untuk orang lain,” jawab Yuda memastikan.Semilir angin sore di tepi pantai, tak mampu mendamaikan hati Fani. Dia merasa tidak sanggup lagi untuk berjauhan dari pemuda yan
“Jadi, tujuan kamu bicara sama saya intinya apa?” tanya Rahman mengakhiri pembicaraan yangmembuat kepalanya pusing.“Kan sudah saya sampaikan tadi.” Giliran Yuda yang bingung.“Oh, iya, tapi intinya kamu melamar atau apa?”“Saya titip Fani pada Bapak. Tolong, jangan sampai dia dibawa pergi ataupun ada pemuda yang datang untuk mengambil dia,”Rahman masih menatap pemuda tampan di hadapannya.‘Untung kamu tampan dan terlihat kaya. Kalau tidak, aku sudah meninggalkan kamu di sini,” batin Rahman berujar.“Baiklah, kalau kalian saling cocok, datanglah lain waktu dengan orang tua kamu.” Jawaban yang disampaikan Rahman membuat Yuda tersenyum lebar.Tak lama kemudian, pembicaraan mengalir pada tema lain. Di sanalah, Rahman mulai menemukan kenyamanan berbincang dengan teman de
Tak lama kemudian, Rahman datang.“Uangnya sudah saya kasih ke bapaknya Mas Umar,” ujar Rahman sopan.“Iya, Pak. Alhamdulillah, berkat doa saya, Dek Fani lulus dengan mudah. Saya selalu menyebut namanya saat acara pengajian dengan Kyai saya. Saya juga minta air keberkahan untuk Dek Fani. Dan Alhamdulillah, Dek Fani lulus tepat waktu,” ucap Umar bangga.“Oh ya? Terus airnya dikasih Fani berarti?” Rahman bertanya kaget.“Enggak, Pak. Airnya saya minum sendiri.” Rahman memijit pelipisnya mendengar jawaban unik dari calon mantu gagalnya.“Oh iya, terima kasih. Maaf, Mas Umar, saya mau ada acara,” ujar Rahman berbohong dengan niat mengusir tamunya.“Oh, iya, silakan, Pak, hati-hati di jalan,” jawab Umar ramah. Rahman kebingungan. Niat hati ingin mengusir, yang diusir tidak tahu diri.&n
Tamu kehormatan Fani akhirnya pamit. Termasuk juga Yuda. Mereka berdua sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk melepas rindu berdua. Namun, sesekali ada kesempatan berdekatan, Yuda selalu mencubit pinggang Fani tanpa sepengetahuan orang yang ada di sana.Hari pernikahan telah ditetapkan. Pada saat itu juga, Bambang Atmaja, ayah Yuda memberikan sejumlah uang untuk mengurus pesta pernikahan anaknya."Jangan lupa, Fani, kamu nanti bilang sama Yuda y, mau mahar mobil merk apa," ujar calon mertua Fani sebelum pergi."Boleh milih sendiri, Pak?" tanya Fani senang."O iya, dong. Kan kamu yang mau pakai. Harus kamu yang pilih.""Boleh yang mahal berarti ya, Pak?" tanya Fani kehilangan kendali. Sejenak jiwa mata uangnya meronta-ronta. Lupa kalau saat itu, ia sedang berbicara dengan calon mertua. Sosok y
Hari bahagia yang ditunggu Fani telah tiba. Sejak pagi, gadis yang sebentar lagi melepas masa lajangnya itu telah dirias oleh perias paling ternama di kotanya. Dinda yang mendampingi sejak dua hari yang lalu, tetap menjadi asisten seperti sebelum-sebelumnya. "Kamu nanti malam masih nginap di sini 'kan, Din?" tanya Fani setelah selesai dirias. Kepalanya ia tolehkan ke kanan dan ke kiri di depan cermin. "Kamu gak salah, Fan?" tanya Dinda bingung. "Eh, iya, aku lupa. Nanti malam aku tidur sama Yuda, ya?" jawab Fani enteng. "Hah, aku tidur sama dia, Din nanti malam?" Sadar bahwa statusnya sebentar lagi berubah, Fani histeris. "Tante cantik sekali," puji Cinta yang tiba-tiba datang. "Oh iya dong," jawab Fani dengan bangganya.