Balasan untuk Suamiku 4
Untuk Kamu yang belum subscribe, ayo subscribe dulu!Selamat membaca.****"Non, ada telepon dari Non Vio," ucap Mbak Sri.Mbak Sri adalah ART di rumah Dinda. Ia sudah bekerja lama dan pekerjaannya cukup memuaskan."Makasih, Mbak Sri," sahut Dinda. Mungkin, karena ponsel Dinda yang raib di ambil jamret itu sudah tak aktif. Makanya, Vio menghubunginya via telepon rumah."Ya, Vi, ada apa?" tanya Dinda santai."Kenapa sulit banget di hubungi, sih, Din? Dari semalam aku chat kamu berulang-ulang tapi nggak aktif terus. Ponselmu rusak?" cecarnya dari seberang telepon."Ponselku kena jamret, Vi. Aku belum sempat cari gantinya, mungkin nanti sore," sahut Dinda masih santai."Pantas. Aku ke rumah kamu sekarang, ada yang mesti aku tunjukin sama kamu!" Tut.Sambungan telepon dimatikan sepihak oleh Vio tanpa pamit, malah di akhir percakapan seperti ada kata penekanan, kalau dia punya sesuatu yang sangat penting untuk Dinda.'Hm, Vio itu memang begitu. Selain grasa-grusu, orangnya penuh dengan teka teki.'Dinda melanjutkan acara memasaknya. Biasanya, Mbak Sri yang membuatkan sarapan. Tetapi, kali ini ia sedang rajin saja membuat sarapan."Hm, kamu sudah bangun, Dinda?" tanya Helmi sambil memeluk pinggang Dinda dari belakang. Namun, perlahan Dinda mendorong tubuh Helmi agar menjauh darinya."Sudah," jawab Dinda singkat."Loh, tumben nggak mau di peluk, kenapa?" tanya Helmi kemudian. Ia memicingkan matanya, heran dengan sikap Dinda yang tak seperti biasanya."Kamu, kan sudah mandi, Mas. Nanti kamu bau bawang, loh. Mau?" dalih Dinda. Ia sengaja beralasan.Sebenarnya, Dinda sangat jijik dengan Helmi yang bersikap romantis di depannya, Padahal, di belakangnya dia ada main sama perempuan lain."Oke, aku tunggu di meja makan. Jangan lama-lama!" sahut Helmi. Kemudian ia berlalu meninggalkan istrinya yang masih sibuk menyajikan sarapan.Suasana di meja makan terasa beda. Biasanya, celotehan Alif mampu membuat Dinda dan Helmi tertawa bersama. Namun, kali ini Dinda hanya fokus pada makanannya sambil memperhatikan Helmi yang bercanda dengan Alif, dari raut wajahnya ia terlihat biasa saja. Sungguh, pandai sekali dia memainkan perannya!"Aku hari ini berangkat ke Jakarta. Aku mohon banget sama kamu, nggak perlu datang ke toko lagi, biar aku saja yang berjuang mencari rupiah. Kamu cukup nikmati di rumah saja, ya!" Bualan Helmi, sungguh ingin membuat Dinda muntah. Bilangnya cari rupiah, nyatanya ia asik berzina di luar rumah!****"Nih, Lihat saja sendiri!" perintah Vio. Ia menyodorkan ponsel miliknya pada Dinda. Padahal, ia baru saja sampai di rumah sahabatnya."Astaga, video itu!" gumam Dinda. Ia mendadak panik dalam hitungan detik.Tubuh Dinda terasa sangat lemas. Bagaimana bisa video itu tersebar bebas di aplikasi berlogo F? Apa yang akan ia katakan pada anak-anaknya, jika mereka tahu tentang video yang sudah viral sejak semalam."Ini Helmi, kan, Din?" tanya Vio."I-iya, Vi." jawab Dinda gugup."Atau jangan-jangan kamu yang menyebarkan video ini?" Vio memicingkan matanya, seolah menelisik kebenaran dan menuduh Dinda sebagai pelakunya."Sumpah demi Allah bukan aku, Vi. Ponselku hilang!" sahut Dinda hampir menangis."Oke, oke, aku percaya. Kamu tenang, ya!" Vio mengusap-usap punggung Dinda, tangisnya pecah ketika Vio memeluknya. Ia menumpahkan rasa sesak di bahu sahabatnya. Pelan, tapi dengan detail ia menceritakan semua tentang Helmi, perempuan itu dan keterlibatan Hana."Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya, Din?"Pertanyaan Vio membuat Dinda langsung mengingat Adam dan Alif. Mereka pasti sangat malu ketika mengetahui semua ini.Dinda menggeleng lemah. Entahlah, jika mengingat kedua anak itu, otaknya tiba-tiba terasa buntu. Mungkin, jika ia tak memikirkan perasaan mereka, dari kemarin ia saja yang memviralkan video bejad suaminya."Dinda, kamu harus cepat mengambil keputusan!"Ucapan Vio terus terngiang-ngiang di telinganya. Ia berharap semoga ia segera dapat jalan keluar dari masalah ini.****"Itu pemeran cowoknya, kok, seperti nggak asing, ya!""Wah, ini parah. Mainnya gila!""Astagfirullah, nggak nyangka banget, ya! Padahal, istrinya cantik, loh!"Dan banyak lagi komentar-komentar pedas lainnya, malah beberapa akun ada yang menyeret nama akun Dinda di sana. Terpaksa, ia harus menutup akun media sosialnya untuk sementara waktu.Deru mobil berhenti di depan rumah. Dinda yang berdiri di balkon kamarnya, tersenyum sinis saat melihat Helmi berlari memasuki rumah, dengan raut wajah panik dan ketar-ketir."Din, apa kamu di dalam? Buka pintunya, aku mau bicara sama kamu!" teriak Helmi. Tangannya terus menggedor-gedor pintu kamar.Dengan malas Dinda melangkah dan membuka pintu kamar untuk Helmi. Ia melipat kedua tangan di dadanya, menyaksikan wajah suaminya yang terlihat sangat gelisah."Din, bi-biarkan aku menjelaskan semuanya!" ucap Helmi gugup."Nggak perlu, Mas! Aku sudah tahu semuanya dan aku tak bisa mentolelir kamu yang sudah mengkhianati pernikahan kita," sahut Dinda sinis."Mas terpaksa, Din!" ucapnya lagi dengan prustasi, ia mengacak kasar rambutnya."Hahaha, terpaksa? Tak salah bicara kamu, Mas? Adegan itu tidak menunjukan kamu sedang terpaksa tapi kamu menikmatinya, jangan munafik kamu!" bantah Dinda membuat Helmi tak berkutik."Baiklah, apapun penilaian kamu tentangku, aku hanya bisa meminta ampunan darimu. Maaf atas semua salahku!" "Pergi, aku tidak ingin melihatmu lagi!" bentak Dinda kemudian. Dinda sudah tak tahan lagi dengan emosi yang sedari kemarin ia tahan-tahan. Ia butuh pelampiasan, meluapkan segala beban yang kerap membuatnya sesak dan ingin mati saja."Ta-tapi, Din," "Aku bilang pergi, Mas!" teriak Dinda lagi.Ya, kali ini kesabaran Dinda telah habis, rasa hormatnya hilang seketika saat ia menemukan lelakinya sedang bercinta dengan wanita muda. Hati perempuan mana yang tak akan hancur berkeping- keping? Setelah 15 tahun pernikahan, mengabdikan diri pada makhluk yang bergelar suami. Namun, pengabdian itu diabaikan begitu saja, malah di balas oleh pengkhianatan.'Umi, Dinda rasanya tak kuat lagi!' jerit Dinda dalam hati.****Sore ini mendung, serasi dengan hati Dinda yang setiap detik terus berkabut karena luka yang begitu menganga. Namun, ia harus segera mengambil keputusan.Dinda ada janji bertemu dengan pengacara keluarga untuk membicarakan masalahnya. Dengan bukti video yang sudah viral itu rasanya tak akan sulit untuk memenangkan hak asuh anak-anaknya, tapi apa salahnya kalau sekedar berkonsultasi dulu?"Ibu Dinda, bukti ini sudah sangat kuat dan menjelaskan bahwa suami Ibu berselingkuh, hak asuh atas Adam dan Alif, saya pastikan akan jatuh ke tangan Ibu!" ujar Pak Gani.Dinda lega mendengarnya. Mungkin, nanti tinggal memikirkan bagaimana caranya ia memberi penjelasan untuk anak-anaknya?Setelah selesai bertemu dengan Pak Gani, Dinda mampir ke toko ponsel ternama di kota Bandung. Bermaksud mengganti ponsel yang di jamret itu, tak mungkin juga ia menggunakan ponselnya Alif terus menerus.Dinda menggunakan Jilbab panjang, masker juga kaca mata hitam agar tak ada yang mengenalinya. Akan sangat bahaya jika orang-orang melihatnya di tempat umum seperti ini."Eh, gila, pemilik toko ternama punya skandal. Video mesumnya lagi viral, loh!" kata salah satu karyawan."Iya, tadi pagi juga aku sempat lihat. Kabarnya, ia punya istri dan dua anak. Kasihan istri dan anak-anaknya, ya!" sahut karyawan yang sedang melayaniku."Jadi semuanya berapa, Mbak?" tanya Dinda. Dua karyawan yang sedang membicarakan video itu seketika menghentikan obrolannya."Lima juta dua ratus ribu, Bu," jawabnya sopan.Dinda segera menyelesaikan pembayaran, tak kuat lagi mendengar orang-orang membicarakan tentang video itu. Hati rasanya nyeri dan perih.'Lihat, Mas! Kamu yang berbuat, aku dan anak-anak yang menanggung malu!'Tak terasa air matanya jatuh begitu saja. Padahal, ini sedang di tempat umum. Ia merasa orang-orang di sekitarnya seperti menyoraki, menertawakan, dan memojokkannya. Padahal, ia hanya korban ke bodohan yang di ciptakan suaminya._________________Balasan Untuk Suamiku 5Mulut Netizen****"Bunda, kapan Mas Adam pulang?" tanya Alif dengan wajah polosnya."Kenapa Alif nanyain Mas Adam? Kangen, Nak?" tanya Dinda. Ia membingkai wajah mungil putra keduanya, lalu mengecup keningnya dengan lembut."Iya, Alif kangen Mas Adam. Di rumah sepi, bukan cuma Ayah aja yang sibuk tapi Bunda juga!" Alif menjawab dengan penuh penekanan.Hm, mungkin Alif sudah merasakan dampak dari masalah orang tuanya yang sudah berada di ujung tanduk. Semenjak Dinda mengusir Helmi, ia tak pernah pulang lagi ke rumah ini. Mungkin tinggal di rumah gundik kesayangannya!Pagi itu, Dinda kedatangan Umi, Bang Diki juga adik perempuannya, Disha. Mereka menanyakan tentang kebenaran video yang tengah viral itu."Iya, Umi itu mas Helmi. Do'akan aku, agar kuat melewati ini semua!" ucap Dinda sambil tertunduk sedih.Hanya itu yang mampu Dinda ucapkan pada Umi, dan keluarganya."Yang sabar, Dinda, kami semua pasti mendo'akan untuk kebaikanmu. Bagaimana Alif dan Adam, apa mer
****"Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Umi ketika mereka berkumpul di ruang keluarga."Aku baik-baik saja, Mi," jawab Dinda. Ia mencoba tersenyum semanis mungkin di depan Umi, wanita terhebatnya."Maaf, Umi tak bisa berlama-lama di sini, kasihan Abi di rumah sendirian. Mungkin Disha, sementara waktu akan tinggal di sini, untuk menemani kamu dan Alif." Sambil mengusap punggung putrinya, Umi berkata dengan lembut."Iya, Umi.""Tenang, Kak. Disha akan jagain Kak Dinda dari orang-orang jahat!" sahut Disha sambil cengengesan."Jagain Kakak kamu dan Alif dengan baik, ya, Dis!" pesan Umi lagi. 'Sekhawatir itukan Umi padaku? Berasa masih di perlakukan seperti anak kecil, nyatanya sekarang usiaku sudah masuk di angka 37. Ah, Umi I Love You!'****Sepeninggalnya Umi, Dinda masih duduk di ruang keluarga. Menyandarkan kepalanya di kepala kursi, tatapannya menatap kosong ke luar jendela. video berdurasi beberapa menit itu menyisakan luka dan kehampaan dalam jiwanya.Suara bel pintu menyadarkan lam
****"Pak, boleh izin keluar sebentar nggak? Sepupuku minta di antar ke toko sebelah," ucap Hana, karyawan terbaik Helmi .Helmi menatap perempuan muda berambut pendek yang berdiri di samping Hana, sampai-sampai jiwa mudanya meronta-ronta kerena terpesona."Pak, boleh nggak?" desak Hana lagi. Lamunannya buyar seketika padahal sudah traveling kemana-mana."Oh, iya. Jangan lama-lama, Han!" jawab Helmi dengan gugup.Ketika hendak pulang, Helmi melihat gadis itu berjalan sendirian di area parkiran. Entah bagai mana ceritanya, ia yang sedang mengemudi refleks berhenti ketika gadis itu tepat di samping mobilnya."Kamu sepupunya Hana, kan? Ayo masuk!" ucap Helmi tanpa malu-malu."Ta-tapi ..." Gadis itu kebingungan."Ayo, masuk dulu saja!" bujuk Helmi dengan lembut.Akhirnya, gadis itu pun masuk dengan malu-malu. "Jangan takut, aku hanya akan mengantarmu saja! Namanya siapa?" tanya Helmi kemudian."Ma-Mariah, Andara Mariah." Ia menjawab gugup."Mariah, kemana tujuanmu?" tanya Helmi lagi. Enta
****Dinda menatap nanar ketika Helmi tiba-tiba datang dan membawa perempuan itu ke rumahnya. Ia merasakan dadanya seketika sesak luar biasa hingga untuk bernapas pun rasanya sangat sulit."Sayang, dengar Mas! Dia itu bukan gund*k, bukan pelakor. Namanya Mariah, dia itu istri Mas juga!" bela Mas Helmi ketika Dinda menyebut perempuan itu seorang pelakor.Entahlah, sebutan apa yang pantas untuk perempuan itu? Namun, pembelaan Helmi membuatnya sangat sakit."Ayaaaah!" teriak Alif. Ia menghambur ke pelukan Helmi. Sungguh, pemandangan yang membuat hati Dinda makin teriris-iris. Sedangkan Disha yang sejak tadi bersama Alif, tak mampu menghentikan langkah kecil anak itu."Hai, anak Ayah, apa kabar?" tanya Helmi, Ia lalu menciumi kening putra bungsunya."Tidak baik. Karena Ayah tak pulang-pulang, Alif rindu!" rengek bocah itu sambil terus memeluk leher ayahnya.Dinda menatap Helmi. Semoga ia tak mengatakan hal-hal yang aneh, yang mampu membuat Alif bingung sekaligus patah hati."Maaf, Ayah ba
Balasan untuk suamiku 9****"Disha, tolong jaga Alif selama Kakak keluar, ya! Jangan biarkan perempuan itu mengambil kesempatan untuk mendekati Alif, cukup Mas Helmi saja yang berpaling!" Dinda berpesan pada adiknya, Disha."Siap, Kak!" sahutnya semangat.Belum kakinya melangkah, tiba-tiba Mariah dan Helmi berjalan dengan terburu-buru menghampiri Dinda. Wajah keduanya terlihat panik membuat Dinda sedikit penasaran."Dinda, aku pinjam mobilmu, mobilku sedang di bengkel!" pinta Mas Helmi."Tidak bisa, Mas. Hari ini aku ada urusan," jawab Dinda acuh."Kamu, kan bisa pergi pakai taksi online, Din!" ucap Helmi kemudian."Kenapa tak kamu saja yang pakai taksi, Mas?" Dinda mulai sewot."Ini darurat. Bapaknya Mariah sedang kritis di rumah sakit. Tolong, Din!" sahut Helmi dengan wajah memelas."Hah, bukankah bapaknya sudah meninggal, Mas?" Dinda keceplosan.Wajah Helmi tiba-tiba memucat. Dia terlihat gugup dan salah tingkah mendengar ucapan dinda.'Hm, jadi Hana berbohong padaku? Tega sekali d
****"Aku, aku cuma ingin Dinda menerima pernikahan keduaku," sahut Helmi tanpa rasa salah sedikit pun."Lalu bagaimana jika anakku tidak bisa?" tanya Abi lagi."Dinda harus Mau, Abi. Karena aku dan Mama menginginkan anak perempuan. Kita semua tahu juga, kalau Dinda tak mungkin bisa hamil lagi, karena sudah nggak memiliki rahim, bukan?" jelas Helmi lantang menyudutkan Dinda."Jadi itu alasanmu, Helmi? Sampai-sampai kamu tega mengecewakan anak kami." ujar Abi. Ia mengulas senyum getir di bibirnya."Iya, Helmi diam-diam menikah itu karena punya alasan yang kuat. Sedangkan anak kalian, wataknya keras dan tidak bisa di ajak bicara baik-baik." sela Wulan semakin menyudutkan posisi Dinda. Dinda terus membaca istighfar sebanyak mungkin, menenangkan hati yang rapuh karena mendengar mereka yang terus menyudutkannya atas pernikahan kedua Helmi."Bagaimana, Dinda? Kamu sudah mendengar semuanya, silahkan mengambil keputusan. Ambil menurutmu yang terbaik untuk kamu, Adam dan Alif!" tegas Abi menat
****Semalam, Helmi pulang larut malam bersama Mariah, Wajah kusut keduanya membuat Dinda sangat penasaran. Namun, belum juga Dinda mendekat, mereka menatapnya dengan berang seperti hendak menerkam.Melihat tatapannya, nyali Dinda tidak menciut sedikit pun, malah ia melangkah dengan penuh percaya diri menghampirinya."Bersyukurlah, kalian tidak menginap di balik jeruji besi," ejek Dinda penuh kemenangan."Aku yakin, ini ada hubungannya dengan kamu, Mbak!" pekik Mariah, meluapkan kemarahannya pada Dinda."Punya bukti?" tanya Dinda, dengan tatapan penuh ejekan."Akan segera kudapatkan, tunggu saja!" ucap Mariah dengan ketus."Silakan!" Dinda tak kalah tegas."Oh, iya, Mas. besok pagi kalian semua harus sudah angkat kaki dari rumah ini!" lanjut Dinda kemudian."Dinda, kamu itu keterlaluan sekali, pengacaramu saja memberikanku waktu 1×24 jam untuk berpikir, kenapa kamu malah mengusirku?" sergah Helmi."Untuk apa berpikir? Semuanya sudah selesai, Mas!" bentak Dinda."Uangku sudah kamu bekuk
****'Secantik apapun kamu merawat diri dan menjaga hati, kalau memang sudah dasarnya lelaki itu tak setia, tetap saja dia akan berpaling dari kamu, Din!''Hai, lihatlah dunia tak berhenti ketika ucapan talak itu jatuh. Kamu masih punya Adam dan Alif yang harus kamu jaga dan besarkan!'Dinda terus menata hati dengan hal-hal yang mampu membangkitkan semangatnya. Malam kemarin ia habiskan dengan menangis, menyesalkan kepercayaan penuh yang ia berikan untuk Helmi. Tetapi, tidak untuk hari ini, ia harus lebih siap menyambut bahagia bersama kedua anak lelakinya.Siang ini, Dinda berkutat dengan pekerjaan barunya. Ia berniat mengganti semua peraturan yang sudah di buat oleh Helmi sejak lama. Ia hanya perlu memanggil satu orang karyawan dari setiap toko untuk diberikan pengarahan."Selamat siang! Berhubung toko-toko saya yang kelola, mungkin saya akan menerapkan peraturan baru. Saya ingin, karyawan perempuan yang bekerja di sini semua memakai hijab dan berpakaian yang tidak menampakkan lekuk