Mataku agak merah, Ronald melihatnya. Namun selalu ada alasan untuk membantahnya.
"Kamu kenapa?" Tanyanya.
"Masih berduka," jawabku."Dua minggu belum cukup'? Kau harus relakan dan berdoa untuk ibumu karena hidup harus berlanjut," garis tipis terlihat dari bibirnya yang terkatup.Ronald bercerita hal hal yang ringan. Setelah itu keseruan tempat yang akan mereka kunjungi .
"Jika kemaren kita ke gunung, kini kita kepantai. Ini lebih indah," kata. Ronald.
"Kita naik banana boat atau surfing."
"Aku cuma ingin melihat pantai,"
kataku."Aku juga," kembali garis tipis dibibirnya dan senyum dari rahang yang kuat.
"Tidak sulit, kita akan beli pakaian renang disana."
Cerita Ronald terdengar menyenangkan.
Ronald ingin aku bercerita banyak. Namun itu tidak terjadi. Aku lebih banyak diam.
Ronald menggodaku dengan tawanya yang
Aku merasa gamang untuk kembali ke apartemenku dan menambah liburanku di pantai Carita.Trauma dengan ibu Betty dengan apartemenku yang bukan lagi tempat aman bagiku."Aku mau tiga hari disini," ujarku kepada Ronald."Menarik, kau mau lebih lama, aku senang , tapi kamu mengabaikan pekerjaan. Aku tidak jamin kamu sampai dipecat?""Aku sudah bosan bekerja?"Ronald mungkin menduga duga ada sesuatu yang terjadi denganku.Tapi dia tidak banyak bertanya, aku takut jika ia sampai bertanya apa aku sudah menikah.Tapi tidak, lelaki itu masih menahan diri dengan pertanyaan.Namun sebuah pertanyaan dilontarkannya juga meski tidak memaksa."Kalau engkau punya masalah, mungkin aku bisa membantu.""Mungkin, kalau aku tidak bisa menyelesaikannya. ""Ceritakan saja, aku selalu punya waktu mendengarkan," tambah Ronald."Aku ingin mencari apartemen'," kataku."Itu mudah, kredit atau sewa. It
Berlibur menghabiskan waktu di Pantai Carita adalah sesuatu yang tidak bisa kulupakan. Ronald yang telah mengajakku', ketempat asri dengan rerimbunan pepohonan. Biasanya kalau ke pantai itu panas. Tetapi di sini cukup sejuk dan aku menyukainya. Selain ada hutan yang tak jauh dari situ, pohon pohon besar di sekitar resort menambah kesegaran udara. "Lihat pohon Waru tua itu," kata Ronald menunjuk kesebuah pohon waru tua yang terlihat aneh. Ronald mengapit pinggangku menarik tanganku. Aku dan Ronald berpelukan. Aku melepaskan pandangan kesuatu arah. Aku memperhatikan dengan tepat.Sepasang pohon Waru tua berdampingan tumbuh kuat dan ada tulisan cinta abadi diantaranya. Pohon yang dikemas sebagai obyek wisata. "Bisakah kita seperti itu? " tanya Ronald ketika aku mengeja nama dipohon itu dengan mulut terbuka. "Cinta abadi?" Aku mengucapkan kata kata itu sambil tersenyum kecil dibibir.
Ini adalah hari yang jelek ketika aku dipanggil HRD. Pimpinan personalia itu menatap kepadaku. "Kinerja kamu menurun sekali," ujar HRD kepadaku sambil menatap mataku dengan tajam. Aku mendengarkan dengan diam, setelah pergi selama tiga hari bersama Ronald aku mulai bekerja kembali. Ketidakhadiranku selama tiga hari itu menjadi catatan tersendiri dikantor. Aku tahu aku bersalah. Jadi aku diam dan mencoba untuk bersikap tenang."Ada mungkin beberapa hal yang harus saya tanyakan," dèsak HRD pula. '"Apa yang mesti saya jelaskan?" Tanyaku dengan hati-hati."Ketidakhadiran kamu sèlama tiga hari dan tidak ada surat keterangan istirahat dokter. Perusahaan cuma mentolerir satu hari dan selebihnya harus keterangan dokter." Kata HRD." Saya tidak kedokter, saya membeli obat sendiri.""Karyawan yang sakit bisa berobat ke dokter yang ditunjuk perusahaan. Itu dibayar perusahaan. Apa kamu tidak mau memanfaatkannya?""Lain kali saya akan ke dokte
Pertemuanku dengan Ronald yang tampan sebagai pangeranku di cerita Cinderella juga telah mengubah hatiku. Aku perlu meyakinkan diri, apakah pangeran itu mau menerimaku dihatinya dan tidak mencampakkan diriku setelah tahu apa yang terjadi. Bagaimana aku harus berterus terang tentang diriku. Siapkah aku kehilangan pangeran tampanku? Seandainya aku kehilangan sang pangeran dan apa yang akan kulakukan nanti? Aku telah memberikan diriku kepada pangeran yang tampan yang seharusnya tidak boleh. Kenangan itu indah sekaligus juga buruk. Dalam Beberapa kesempatan Ronald sepertinya memberikan lampu hijau kepadaku. Apakah benar begitu, atau cuma kepura-puraan karena menghendaki kesenangan duniawi? Mungkin aku harus mencoba keberuntunganku. Tidak apa apa kehilangan Dato Rafki atau kehilangan keduanya dari pada aku dalam kebimbangan. Dalam hati aku ingin membatasi diri untuk bertemu dengan pangeran tampanku. Namun kenya
Kini aku punya banyak waktu di Apartemen sebelum kuliah mengambil master atau S2. Mungkin sebenarnya aku tidak perlu berhenti, tapi itu sudah kulakukan. Pikiran lain timbul ketika Ronald terus menelponku."Aku keluar daerah," ujarku mengelak."Apa kamu mengindariku?" Tanya Ronald dengan marah. "Mengapa mesti punya rahasia? Engkau bisa memberitahuku apa yang terjadi. ""Tidak terjadi apa apa," ujarku."Lalu kenapa engkau menghindariku?""Aku tidak menghindarimu, tapi mungkin aku merasa ada yang lebih cocok untukmu.""Apa maksudmu?""Entahlah, aku cuma bingung.""Ceritakan bingungmu ""Mungkin nanti," jawabku. Ronald terdengar makin marah dan kesal."Kemana kamu, kota mana yang kamu tuju?" Aku tidak memberitahunya. " Sekarang aku ingin sendiri," jawabku."Kamu aneh, terlalu aneh." Ronald begitu kesal dari suaranya." Kamu mengecewakan aku," teriaknya. Aku menutup telpon sebelum dia lebi
Barbara juga menyebut, lalu lintas di Jakarta agak kacau. Bunyi klakson dimana mana, ketika berjalan kaki, dia menjadi bingung takut ditabrak kendaraan. "Tapi penginapannya bagus, kamar modern dengan TV layar datar, kolam renang outdoor juga, " kata Barbara. "Juga Wi-Fi gratis, brankas pribadi dan nge-gym, itu cukup murah." tambah Robert. "Apalagi?" Kataku. Aku senang Barbara suka berbicara."Orang disini ramah," Barbara tertawa."'Mereka menyapa', tapi ketika saya ingin berbicara lagi, saya jadi bingung," ujarnya lagi."Kenapa?" Tanyaku."Hanya kalimat sepotong, karena mereka tidak bisa berbahasa Inggris." Barbara tertawa lagi karena ia kecewa tidak bisa berkenalan lebih jauh. "Jika anda terganggu, katakan kamu sibuk," ujarku. "Kami dipanggil bule, banyak yang ingin berkenalan dan berfoto," kata Barbara."Seperti selebriti," tambah Robert.Barbara wajahnya selalu berseri dan ceria. "Kamu cukup fasih berba
Dua kamar dan salah satunya ditempati Robert, sementara Barbara ingin tidur dikamarku."Apa Robert tidak marah?" Aku bertanya."Tidak apa apa," jawab Barbara kalm."Ayo, kita mandi. Badanku sudah gerah," kata Barbara."Dikolam atau di kamar mandi?" Tanyaku."Dikamar mandi saja," "Mandilah, aku akan memasak,"ujarku."Aku mau istirahat saja dan membaca," Robert masuk kamar disebelahku. Barbara mengambil handuk dan masuk kamar mandi. Aku memeriksa apa yang kubuat, bahan cukup tersedia untuk membuat nasi goreng dan makanan lain.Selesai semuanya, aku juga mau mandi dan mengajak mereka makan bersama. Barbara lebih sering bercerita dan dekat padaku dari pada dengan Robert.Robert juga mandi sebelum makan bersama. Aku sebenarnya merasa risi juga sekamar dengan Barbara, namun aku telah mengajaknya. Ia lebih suka tidur tidak pakai bra dan cuma celana dalam saja
Di Apartemen Dato Raf menelponku."Apa kabarmu Anna?" Tanyanya dengan sedikit tegang."Aku cuma jenuh, tanpa pekerjaan dan kesibukan."" Baiklah, bagaimana kamu ikut denganku ke Jepang?" Tanya Dato Raf."Seperti ke Sydney? Pergi sendiri dan ditinggal di hotel?" ujarku dengan suara sedikit menyesal."Apa salahnya jika kamu pergi sendiri," kata Dato Raf pelan."Ini menjadi pengalaman bagimu, agar juga kamu tidak jenuh." "Tokyo?" Tanyaku." ke Osaka juga," jawab Dato Raf. "Kamu menungguku di Tokyo saja ada sedikit urusan disana sebelum ke Osaka," berkata kata lagi Dato Raf. "Tapi mengertilah, aku ada sedikit bisnis dan kita tidak bisa menarik perhatian orang ""Mengapa ke Osaka?""Ada bisnis kontrak Batubara dan sawit."Dato kali ini menjelaskan bisnisnya."Ada beberapa pegawaiku disana mendampingi." Aku terdiam, masih berpikir untuk pergi dan mengingat pengalamanku di sydney . Itu