Lia awalnya heran bagaimana Davin berubah drastis terhadapnya, tapi setelah mengingat bagaimana perlakuan Davin pada Rakan dan mengaitkannya pada kehamilannya. Lia pikir mungkin karena pria itu menginginkan anaknya. Di mata Lia, Davin memang suami yang tidak punya perasaan seperti iblish, tapi sebagai seorang ayah dia itu penuh kasih sayang dan perhatian.
"Kamu ambil cuti saja mulai sekarang, tidak usah bekerja lagi," ujar Davin menyarankan.
"Kalau aku tidak bekerja, terus aku melakukan apa? Aku sudah biasa melakukan itu dan tolong jangan melarangku, Mas!" jelas Lia menolak.
"Hanya sementara, sampai kamu melahirkan. Setidaknya biarkan anak kita dalam keadaan aman, Lia," jelas Davin memberi pengertian.
"Oh, jadi maksud Mas bekerja akan membuat anak kita kenapa-napa?" balas Lia agak menuntut.
"Bukan begitu, tapi stress karena bekerja bisa mempengaruhinya. Ingat kata dokter, Lia," p
Liona tersenyum senang ketika mendapatkan pesan dari Amel. Dia pikir wanita paruh baya itu kembali berpihak padanya. Sehingga ketika pesan yang ternyata mengajaknya bertemu itu membuat Liona sangat bersemangat."Maaf Ma, aku terlambat. Mama sudah pesan sesuatu atau mau aku pesankan saja?" tanya Liona dengan manisnya, dia tanpak perhatian dan memperdulikan Amel."Tidak perlu, aku juga tidak akan lama. Aku hanya ingin bicara sebentar denganmu," jawab Amel dengan datar. "Namun walaupun begitu, kamu silahkan pesankan apa saja yang kamu inginkan, tagihannya biar aku yang menanggungnya," lanjut Amel membuat Liona cukup tersinggung.Hanya saja wanita itu tak mau menunjukkannya, dia tak mau meninggalkan citra yang buruk di mata mertuanya."Baiklah. Kalau begitu Mama mau bicara apa denganku?" tanya Liona serius dan kali ini penasaran juga.Amel mengangguk lalu menjelaskan niatnya, "aku ak
Satu minggu kemudian, Lia sudah kembali bekerja, karena memaksakan kehendaknya dan juga terlalu keras kepala. Sampai Davin menyerah dan membiarkannya, meski tidak sepenuhnya demikian karena Davin masih mengawasinya.Sepanjang perjalanan memasuki kantor dan menuju lantai atas di mana tempat kerjanya berada, Lia berjalan dibelakang Davin. Lalu wanita itu mendengar desas-desus yang tak mengenakkan. Ini sudah biasa sebenarnya, hanya saja di saat hamil begini, dia lebih sensitif dan Lia sangat terganggu dengan hal itu."Lihatlah wanita rendah*n itu, dia pasti sudah merayu boss, aku yakin itu!" ujar seorang staf pada temannya."Hm, itu kesempatan yang bagus dan sekretaris rendah*n itu pasti tidak akan melewatkan kesempatan. Jangan-jangan dia sudah naik ke atas tempat tidur boss!""Mana mungkin tidak. Lihat saja postur tubuhnya dan juga caranya berjalan. Itu seperti ciri-ciri wanita hamil, jangan-jangan dia
Liona mengepalkan tangannya tak berdaya. Wanita itu cuma bisa menatap Lia dengan kebenciannya tanpa bisa melakukan apapun untuk melampiaskannya, sebab Davin sudah membuatnya pasrah."Tubuhnya panas sekali, tapi panasnya sangat aneh," ungkap Lia setelah merasakan suhu tubuh Ares dengan telapak tangannya."Dia demam bodoh, apa kau tidak lihat?!" ujar Liona mengeram kesal.Davin menatapnya dan segera memperingatkan Liona lewat tatapan itu. Melihat itu Liona memutar bola matanya jengah dan mendengus kasar.'Sial habis sudah rencanaku. Gagal total gara-gara kehadiran wanita membosankan ini!' batin Liona kesal.Sementara itu Lia segera tersenyum senang menatap Liona, dengan tatapan mengejeknya. "Aku tahu Ares demam, tapi sepertinya ini bukan sakit biasa. Suhunya lebih tinggi dari anak yang demam pada umumnya," jelas Lia memberikan keterangan, dan Davin setuju dengan itu.
Davin mengeras mengetahui hasil pemeriksaan dari dokter. Memar biru memang diduga bekas tamparan dan juga perkiraan sementara dokter, ada yang kurang beres dengan demam yang Ares alami. Mengetahui itu, Davin jadi marah dan tak habis pikir. Bagaimana mungkin seorang ibu kandung begitu buruk memperlakukan anaknya sendiri."Kamu pikir mudah merawat anak sendirian?" tanya Liona menuntut. "Aku selalu kesulitan, dan Ares dia itu anak nakal juga banyak maunya. Jadi bagaimana mungkin aku tak emosi?!" ujar Liona melakukan pembelaan seolah tak ada yang salah dengan yang dilakukan olehnya.Sehingga hal itupun membuat Davin naik pitam, dia selanjutnya menatap Liona dengan geram. Bahkan karena Davin pun akhirnya mengambil keputusan. Membawa Ares ikut bersamanya. Tak perduli jika Liona tak setuju dengan keputusannya."Jangan perdulikan wanita itu, cepat bawa Ares dari sini!" perintah Davin pada asisten dan juga anak buahnya yang diper
Davin dan Lia tetap menemui dokter kandungan, meski setelah bertengkar. Mereka memeriksakan kondisi calon anak mereka dan hasil lumayan mengecewakan. Lia tentu saja tak bisa tenang apalagi setelah beberapa masalah yang terjadi, hal itu berdampak buruk pada kandungannya. Membuat Davin sebagai seorang suami mendapat teguran dari dokter."Istri anda sedang mengandung dan kandungannya sedang lemah. Tolong jangan membuatnya banyak pikiran, ataupun merasa stress. Karena jika begini terus, kehamilannya bisa mengalami pendarahan lagi, atau paling parah mengalami keguguran," jelas Sang Dokter menatap Davin dengan serius.Namun Dokter belum selesai sampai di sana. Dia terlihat mengerutkan dahi sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Satu lagi, hal umum yang kita ketahui soal wanita hamil muda, mengenai nafsu makannya yang menurun atau bahkan tidak mau makan sama sekali. Anda juga harus pastikan itu tak terjadi dengan istri anda. Berikan suplemen yang
Lia menghabiskan waktu weekendnya dengan Amel dan juga Raka. Sementara Davin pria itu sudah pergi sejak pagi menengok kondisi Ares. Lia tak masalah dengan itu, selagi Davin, Lia takkan melarang. Lagipula dia bukan orang tanpa perasaan yang sampai hati memisahkan ayah dari anaknya.Lia juga merasa tak perlu memperingatkan Davin untuk adil, sebab Lia percaya pria itu bisa melakukannya. Selama ini Davin sudah menunjukkan seperti apa sosoknya saat menjadi seorang ayah. Dia penyayang dan penuh perhatian, melebihi Lia sebagai orang tua, Davin sangat penyabar.Meski ceritanya akan berbeda saat pria itu menjadi suaminya. Lia pikir perbandingannya sangat kontraks. Mungkin seperti malaikat dan siluman."Bagaimana kandunganmu, Nak? Apakah ada keluhan atau sesuatu yang membuatmu sedikit tidak nyaman?" tanya Amel membuka suara.Lia menatap ibu mertuanya, kali ini perasaan benci dan sulit memaafkannya sudah mulai
Lia menatap beberapa potong pakaian baru untuknya. Terlihat sangat indah dan bahannya sangat nyaman dipakai. Lia bahkan berpikir itu mungkin saja adalah rancangan khusus dan eksklusif. Menatap ke arah Davin, Lia menatap dengan serius juga menuntut penjelasan."Itu semua untukmu istriku. Aku paham dengan baik dan bahkan sudah berkonsultasi soal menangani wanita hamil mulai dengan hal terkecil, termasuk pakaian. Ternyata itu juga penting untuk menciptakan kenyamanan, jadi aku pesan khusus untuk kamu," jelas Davin dengan sungguh-sungguh dan penuh ketulusan."Tapi tidak harus seberlebihan ini. Buang-buang duit," ujar Lia mendesah kasar.Davin menggelengkan kepala seraya menghampiri Lia, lalu duduk di sebelahnya dan merangkul bahunya. "Ini sudah seharusnya, ini kewajiban ku dan kamu harus menerimanya.""Aku paham kamu sangat peduli dengan calon anak kita, tapi memakai pakaian lama juga tidak masalah. Liha
"Mas!!" teriak Lia dengan begitu keras dan juga cukup syok.Tidak, bukan pipinya yang baru ditampar tapi Liona. Davin sudah terlihat seperti kesetanan dan membuat Lia sangat syok. Debar jantungnya bergemuruh hebat, apalagi karena tamparan itu sampai membuat Liona mundur beberapa langkah dan hampir jatuh. Bibirnya bahkan berdarah.Namun, belum juga pulih dari keterjutannya, Davin tiba-tiba menyentak ponsel yang di pegang Lia. Ponselnya Liona. Lalu dengan tak terduga Davin membantingnya cukup keras. Ponsel itu akhirnya harus berakhir dengan miris dan juga hancur."Aku masih diam soal ini Liona, aku tidak menuntutmu bahkan setelah aku tahu segalanya dari ibuku. Kau tahu kenapa?" Davin menatap penuh amarah dan kebencian lewat sorot matanya yang tajam. "Itu karena sampai sekarang aku masih cukup sabar, dan juga sadar kau itu ibunya Ares. Akan tetapi keputusanku salah, kau ternyata berulah dan melakukan cara murah*nmu untuk me