Clara segera bersiap begitu mendapatkan pesan Azka. Meski ia sendiri belum tau jam berapa pesawat yang Azka tumpangi akan mendarat. Ia terlalu rindu dengan Azka hingga lupa jadwal hari ini kalau ia ada syuting iklan."Clara mana, Bu?" tanya Lisa baru datang."Lagi di kamar, Mbak. Lagi siap-siap," sahut Bu Iin yang sedang menyiapkan sarapan pagi, "mau sarapan sekali, Mbak?""Boleh, Bu," sahut Lisa sembari tersenyum. Ia berjalan menuju kamar Clara, kemudian masuk setelah mengetuk pintu."Cepat amat siap-siapnya, Cla? Syutingnya kan agak siangan," ucap Lisa duduk di tepi ranjang Clara."Hari ini ada syuting?" Clara langsung menghentikan aktivitas berdandannya dan menatap Lisa tak percaya."Ada, Cla. Siang ini kan kita syuting iklan. Kamu lupa apa gimana sih? Kemarin malam kan aku sudah ingetin kamu," kata Lisa.Wajah Clara langsung berubah."Emang kamu mau kemana sih? Pagi-pagi sudah siap-siap mau pergi," kata Lisa."Mau jemput Azka, Lis. Hari ini dia pulang dari Yogya," ucap Clara."Pesa
Setelah sempat tertunda beberapa waktu, hari ini Clara dijadwalkan lagi untuk syuting iklan itu. Dengan diantar Azka yang kebetulan tidak ada jadwal, ia begitu bersemangat. Ia sudah membayangkan akan pergi jalan-jalan berdua dengan Azka setelah selesai syuting. Mempersiapkan beberapa baju ganti dan peralatan make upnya, Clara siap untuk pergi.“Mbak, sudah dijemput,” ucap Bu Iin memberitahu.“Iya, Bu. Suruh masuk aja,” sahut Clara.“Sudah, Mbak. Mas Azka lagi duduk di ruang tengah. Mbak Clara sarapan dulu kan?” tanya Bu Iin lagi.“Iya, Bu. Sebentar lagi saya keluar. Tolong bawain sarapannya ke ruang tengah ya, Bu,” pinta Clara yang masih sibuk di kamar.“Siap, Mbak,” jawab Bu Iin. Ia segera bergegas menuju dapur dan menyiapkan sepiring makanan untuk Clara.Membawa tas tentengnya keluar kamar, Clara menemui Azka di ruang tengah. Sarapannya sudah tersaji di meja.“Kamu sudah sarapan, Az?” tanya Clara duduk di samping Azka.“Sudah sarapan roti tadi bareng Bima.” Azka tersenyum. Hari ini
Meski Ayu mengatakan bahwa ada kemungkinan Ibu berpura-pura sakit, tetap saja hal itu menjadi beban pikiran buat Azka. Sejak menerima kabar dari Ayu, ia jadi tak karuan. Seperti hari ini ia harus beberapa kali mengulang adegan karena tak konsentrasi."Lagi ada masalah sama Clara?" tanya sutradara menghampiri Azka."Gak ada, Mas. Cuma lagi kepikiran orang tua aja. Lagi sakit," jawab Azka."Kenapa gak bilang? Mau izin dulu?""Emang bisa, Mas?" Azka bertanya balik."Bisa lah. Tapi hari ini syutingnya full sampai malam, gak papa?" Mas sutradara memberikan tawaran."Gapapa, Mas." Azka mengiyakan tawaran itu.Dengan cepat ia meminta Bima untuk memesan tiket penerbangan pertama ke Yogyakarta untuk besok."Halo," sapa Clara membuat Azka kaget."Clara," ucap Azka meletakkan ponselnya."Lagi break kan?" Clara membuka bungkusan makanan yang ia bawa."Iya, Sayang. Kamu pulang aja, Cla," kata Azka mencomot makanan yang Clara bawa."Kok pulang? Baru juga datang. Kamu gak suka aku main ke lokasi kam
Azka bangun lebih dulu daripada Clara untuk membuatkannya sarapan. Sepanjang malam Clara terus memegang tangannya. Untung saja ia bisa menahan diri."Mas, di depan ada mobil Clara," kata Bima datang menghampiri Azka di dapur.Azka menyahut dengan deheman."Terus orangnya mana? Tumben banget bikin sarapan roti, Mas. Tiket pesawat juga mendadak di reschedule." Bima terus nyerocos sampai akhirnya berhenti saat melihat Clara keluar dari kamar Azka dengan rambut yang sedikit berantakan."Mas? Kalian berdua?" tanya Bima bingung memandang Azka dan Clara bergantian."Otak kamu gak usah negatif. Sudah kamu sana, ngapain kek," usir Azka.Bima tersenyum simpul saat berpapasan dengan Clara."Pagi, Cla," sapa Azka yang sudah tampak segar dan wangi."Kamu belum berangkat?" tanya Clara duduk di meja makan.Azka kemudian menghidangkan sepiring roti dan segelas susu coklat hangat."Kamu baru aja bangun, gimana aku mau berangkat," sahut Azka duduk di samping Clara."Gom. Bal." Terdengar suara Bima dari
Dengan dijemput Ayu, Azka langsung menuju rumah sakit sesampainya di Yogyakarta. Dari wajahnya, Ayu tampak biasa saja."Jadi Ibu sakit apa?" tanya Azka."Kata dokter masih observasi. Dari dua hari yang lalu bilangnya begitu terus. Gak tau juga apa yang diobservasi," sahut Ayu."Tapi Ibu sadar aja kan, Yu?""Sadar lah, Mas. Apalagi kalau Dara datang ke kamar Ibu. Kayaknya Ibu langsung sembuh gitu," timpal Ayu lagi.Azka terdiam."Ayu kan sudah bilang kalau Mas Azka gak usah datang. Ayu yakin ini akal-akal Ibu aja," kata Ayu."Gak bisa gitu juga, Yu. Mas Azka mau minta restu Ibu sama Bapak, buat serius sama Clara," kata Azka memberitahu."Yang bener, Mas? Ayu seneng banget dengernya." Respon Ayu begitu bahagia."Bilang langsung aja sama Bapak Ibu, Mas. Kalau mereka gak kasih restu, ya Mas Azka langsung nikah aja. Mas Azka kan laki-laki gak perlu wali nikah," ucap Ayu begitu lancar."Ucapan kamu itu benar kalau mau ambil simpelnya. Tapi apa kata keluarga besar kita?""Kalau Ayu jadi Mas
Sedang santai di menonton film, Bima dikejutkan dengan panggilan masuk dari Ibunya Azka."Hah, tumben Bude telepon? Bukannya Bude lagi di rumah sakit," gumam Bima. Awalnya ia sedikit ragu untuk mengangkat, tapi ponselnya terus menerus berdering. Berpikir ada hal yang penting, Bima akhirnya menerima panggilan itu."Selamat pagi, Bude," ucap Bima."Pagi, Bim.""Ada apa ya, Bude? Bude sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Bima."Bude masih di rumah sakit. Bude mau minta tolong sama kamu," ucap Ibu."Minta tolong apa ya, Bude?" tanya Bima dengan perasaan yang kurang enak. Takut Bude nya itu akan minta tolong yang aneh-aneh."Bude minta nomor ponsel pacarnya Azka. Sekarang kamu kirim sama Bude," ucap Ibu. Dari nada suara yang Bima dengar, ia bisa membayangkan wajah Bude nya itu pasti sedang melotot.'Aduh, ini pasti ada yang gak beres' gumam Bima dalam hati."Bima gak punya nomor ponsel Clara, Bude," sahut Bima berbohong. Padahal pada kenyataannya ia menyimpan nomor ponsel Clara."Gak mung
Dengan perasaan yang penuh emosi, Ibu duduk di ruang tamu dan meraih ponselnya. Ia membuka pesan Bima yang telah mengirimkan nomor ponsel Clara."Liat apa yang Ibu lakukan," gerutu Ibu menempelkan ponsel di telinganya setelah menekan gambar gagang telepon di ponselnya. Nomor ponsel yang ia tuju tak langsung terhubung. Namun di percobaan kedua, suara Clara telah ia dengar di ujung telepon."Maaf, dengan siapa saya bicara?" tanya Clara kala tak mendengar suara dari panggilan masuk itu."Halo, selamat pagi," ucap Clara lagi."Rupanya telepon saya waktu itu gak ada pengaruhnya buat kamu ya," ucap Ibu begitu ketus."Maaf ini dengan siapa? Mungkin salah sambung," sahut Clara tak berpikir aneh-aneh."Saya Ibunya Azka. Kamu tahu? Saya Ibunya Azka," ucap Ibu berulang kali penuh penekanan."Oh maaf saya gak tahu, Tante. Tante apa kabar? Sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Clara berusaha ramah."Jangan tanya-tanya soal itu! Saya minta kamu jauhi anak saya, karena dia sudah saya jodohkan dengan
Bima stand by di bandara untuk menjemput Azka. Setelah kesana kemari mencari tiket keberangkatan pesawat di hari yang sama, Azka akhirnya tiba juga di Bandara. Mengenakan sweater hitam serta topi lengkap dengan kacamata, ia berhasil keluar dari bandara tanpa ketahuan siapa-siapa."Makasih ya, Bim," ucap Azka begitu masuk ke dalam mobil. Ia merebahkan kursi, mencari posisi terenaknya.Bima hanya mengangguk."Kita langsung ke rumah Clara ya," lanjut Azka.Sama seperti tadi, Bima hanya mengangguk."Lagi sakit, Bim? Gak ada bunyi dari tadi." Azka merasa Bima tak seperti biasanya."Maaf, Mas," lirih Bima. "Buat apa minta maaf, Bim?""Maaf, Mas. Aku ngasih nomor ponsel Clara sama Ibunya Mas Azka," tukas Bima dengan nada penuh penyesalan."Huft. Ibu dapat nomor Clara dari kamu rupanya, Bim. Pantesan Ibu bisa nelpon Clara.""Maaf banget, Mas. Aku gak ada pilihan lain. Usaha orangtua dan sekolah adikku jadi taruhannya. Kalau Bude sampai marah, Mas Azka pasti tau apa akibatnya," lirih Bima pas