Cerita ini hadir lagi gaes....
"Lalu, apa rencanamu sekarang?" Entah kenapa aku masih betah duduk berhadapan dengannya di sini.Aku menyusup air yang terasa merembes di pipi. Apa ini ? Hhhh... Jangan katakan aku menangis di depan gadis ini. Terlalu berlebihan ..."Aku pikir seluruh rencanamu belum sempurna. Kalau, kau belum berbicara di depan publik ..."Aku tidak terkejut kalau mata indahnya itu, begitu membola ketika mendengar ucapanku. Mulutnya terbuka seperti ingin mengucapkan sesuatu. Tapi, aku tidak berniat untuk mendengar suaranya lagi."Kenapa? Ayo, sempurnakan rencanamu untuk menghukumku... Kenapa tidak bilang pada media kalau, Mr.G telah menyekapmu berbulan-bulan di kediamannya? Dan menjadikanmu budak birahi. Ayo, aku tantang dirimu melakukan itu. Kalau, kau berani, aku berjanji , aku hanya akan keluar dari penjara ini,
Aku baru saja menginjakkan kaki di bandara setelah delapan jam duduk di pesawat. Perjalanan dari Dubai memang melelahkan, untunglah kesehatan ayah kembali stabil dan setelah satu minggu aku bisa kembali lagi.Para ajudan menyambut kedatanganku, den mengarahkan langkah menuju parkiran, salah satunya membukakan pintu mobil dengan hormat.Mataku menyipit ketika baru saja menghenyakkan bokong di kursi empuk penumpang. Ketika menyadari siapa yang bertindak menjadi supir."Apa, profesimu sekarang merangkap jadi dua sekaligus?" Aku menepuk bahu itu."Ah, Bos ... aku bisa merangkap beberapa profesi sekaligus demi dirimu ..."Aku berdecih geli ... Alex asisten pribadiku adalah satu-satunya orang yang paling dekat denganku. Pria berperawakan lunak ini meman
Situasi yang kulalui sekarang hampir sama dengan seminggu yang lalu. Bedanya waktu itu aku menatap penuh debar tidak biasa kepada sang bridesmaid.Sekarang bridesmaid itu telah menjelma jadi pengantin dalam waktu yang sesingkat itu, aku masih menatap dari sini. Terlihat jelas binar di wajahnya, tangannya tidak henti mengamit erat lengan suaminya.Lalu entah apa yang kulakukan di sini, logika menolak semua yang di tawarkan oleh lelaki yang ternyata sangat bajingan ini, tetapi hati kecil sangat ingin menerima.Lelaki itu berkali-kali mengangkat tangan ke arahku sementara ia sibuk bersalaman dengan para tamu. Isyarat agar aku menunggu. Apa ini? Aku mau saja diperintah oleh seorang bawahan rendah seperti dia.Aku menelan ludah yang terasa pahit di kerongkongan. Ketika melihat betapa wajah cantik itu begitu didominasi boleh kebahagiaan, andai ia tahu kalau lelaki yang sekarang ia pegang lengannya dengan sangat kuat itu, sebentar lagi akan menjualnya tubuhnya pada pria lain.Aku mulai jenga
Sampai pada suatu waktu aku membiarkan ia menyentuh rahangku_ entah kenapa aku lagi-lagi menuruti perkataan si Pandu, kalau tangan gadis ini jangan sampai menyentuh tubuhku_ ia terdiam agak lama, saat jemarnyanya masih berada di rahang. Lalu Cepat-cepat aku menangkap tangan itu dan kembali menekan ke bantal.Dan gadis naif ini kembali larut dalam permainanku. Walaupun hanya dalam keadaan gelap, gadis ini sungguh membuatku tergila-gila, wangi yang dikeluarkan di setiap tetes keringatnya benar-benar menjadi candu untukku.Bohong kalau aku tidak ingin melihat rautnya yang cantik itu menikmati setiap rasa yang kuberikan dalam keadaan terang, pipi yang putih bersihnya ini, pasti di hiasi semburat merah jambu. Mungkin juga ia akan tersipu malu menyembunyikan wajahnya di bawah bantal tanpa bisa menolak kegiatanku.Sungguh aku ingin melewati hal seperti itu, aku yakin da
Aku sudah lama sekali memendam rasa, ingin melihat bagaimana ekspresi gadis cantik yang bernama Nirmala itu, ketika berhadapan secara langsung denganku. Apa apa netra bulat jernih itu, akan berkilau indah dan terpesona saat menatapku? Apa ia tidak akan berkedip beberapa saat? Atau malah ia tidak tertarik sama sekali.Jantungku selalu berdebar ketika membayangkan itu. Namun, aku bertekad kali ini, ia harus melihatku. Tatapan lembut yang berpendar itu, hanya akan tertuju padaku.Dan perayaan kecil dari perusahaan adalah saat yang paling tepat untuk mewujudkan keinginan itu.Aku mengirimkannya gaun yang didesain oleh perancang terkenal dunia ke rumahnya. Berikut perhiasan yang menurut orang lain pasti sangat mahal tapi, tentu saja aku sangat sanggup membelinya puluhan lusin jika dibutuhkan.Sekitar pukul 10 malam aku baru menginjakkan kaki di gerbang aula pesta. Sedikit terlambat dari yang kurencanakan, dikarenakan tadi ada urusan mendadak dengan para kolega penting. Padahal aku sudah
"Kenapa, kau tidak mencoba untuk berkaca, G?" "Lihatlah, kau masih saja berpenampilan seperti narapidana bahkan, setelah satu bulan keluar dari tempat terkutuk itu." "G ... kau, benar-benar lelaki yang lemah ...!" "Melihatmu seperti ini, aku ingin sekali bertemu wanita yang 'hebat' itu, G ... aku ingin melihatnya, seseorang yang telah menghabisi seluruh kepercayaan diri seorang Giantara..." "Siapa, namanya, G? Nirma..." "Cukup, Gifanny! Sudah cukup ocehanmu, dan jangan pernah sebut nama itu, di depanku!" Givanny nampaknya sedikit terkejut dengan bentakanku. Bibirnya yang dari tadi tidak berhenti nyiyir sekarang terkatup rapat. Aku menatapnya nyalang pada duplikat wajahku versi perempuan itu. Ia menunduk, lantas meraih tangan suaminya yang duduk diam di sebelahnya . Aku mengusap wajah. Kembali menatap saudari kembarku ini, kali ini dengan sorot yang lebih lunak. Aku melihat ada raut sedih di wajahnya itu. "Sebaiknya, kau kembali saja ke, Dubai, Fanny." desahk
Suara tangis bayi bersahut-sahutan menyambut kepulanganku. Segera kutaruh asal tas kerja di mana saja. Lalu segera beranjak cepat ke arah kembarku.Dadaku terasa panas ketika melihat pemandangan di depan mata. Nirmala tengah begitu asyik berkutat dengan novel-novel tebalnya, sedangkan dua bayi itu, dibiarkan saja tergolek di atas ranjang dengan suara tangisan yang sudah terdengar parau.Aku baru saja ingin merebut novel yang mengalihkan perhatian wanita itu, tapi tiba-tiba salah satu bayiku terjatuh berdebug ke lantai.Suara tangisan yang lebih keras lagi kembali terdengar ...Aku segera meraih tubuh mungil bayiku, tapi sang Ibu mereka itu, seperti tidak menghiraukan ia bahkan terlihat tidak terganggu sedikitpun.Dengan gemas sebelah tanganku merampas buku tebal
Aku bersimpuh di kaki ke dua bocah itu, mata mereka berkedip cemas dengan kedatangan kami. Apalagi Gifanny atau mungkin juga aku menatap dengan mata membeliak.Oh tidak, aku tidak boleh membiarkan mereka ketakutan.Gifanny juga telah bersimpuh, lutut kami menumpu pasir lunak pinggiran sungai kecil yang airnya mengalir dangkal di tempat ke dua anak itu merendam kaki mereka, tubuh mereka terlihat basah kuyup.Kedua tanganku mulai terulur meraih masing-masing wajah bulat penuh itu. Mereka pun tidak menghindar, hanya saling pandang dengan cemas.Jemariku menyentuh kulit lembut yang menghadirkan getar tidak biasa ke dalam aliran darah, aku memejamkan mata meresapi rasa yang begitu lega.Sungguh aku telah mencari-cari rasa ini selama lima tahun."Y