"Jadi, bagaimana hasilnya, Lex?" tanya Sheila yang ternyata sudah menunggu mereka di ruang keluarga.
"Usia kandungannya sudah tujuh minggu," jawab Alex singkat.
Sheila terdiam ... rupanya wanita yang menjadi rivalnya ini sudah menang satu langkah di depannya sekarang.
"Selamat ya, Rachel. Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ibu," kata Sheila basa basi.
"Terima kasih banyak, Mbak. Kalau begitu aku kembali ke kamarku dulu," jawab Rachel.
Melihat istri keduanya melangkah pergi, Alex pun ikut melangkah.
"Aku antar Rachel," ujarnya kepada Sheila.
Hal itu jelas membuat Sheila merasa sangat kesal. Ia merasa posisinya saat ini sedikit terancam. Sementara itu, Alex mengantarkan Rachel menuju kamarnya.
"Kamu nggak ngidam? Mau aku belikan sesuatu?" tanya Alex kepada Rachel. Namun, isteri keduanya itu hanya menggelengkan kepala.
"Nggak, aku sedang tidak menginginkan makanan apa pun," jawabnya.
"Biasanya wanita hamil apa lagi sedang hamil muda itu sering ngidam dan menginginkan makanan yang asam. Kamu nggak mau?" kata Alex lagi.
Rachel tersenyum manis, ia merasa sangat bahagia mengetahui jika Alex mulai memperhatikannya.
"Kamu itu tau dari mana kalau wanita hamil muda suka makanan yang asam?" tanya Rachel sambil menahan senyuman.
"Baca buku," kata Alex dengan datar.
Rachel hanya tertawa mendengar jawaban suaminya itu.
"Kalau kamu menginginkan sesuatu, bilang saja. Aku akan mencarikannya untukmu. Sekarang kamu istirahat dan jangan lupa minum vitaminmu," kata Alex.
"Kamu mau ke mana?" tanya Rachel manja.
"Tidak ke mana-mana. Aku akan menemanimu di sini.
Untuk pertama kalinya Rachel merasa dirinya diistimewakan. Ah, wanita itu bahagia. Ternyata kehamilannya membawa cinta Alex berlabuh kepadanya. Ia hanya berharap ini tidak hanya untuk sementara. Tapi selamanya.
"Boleh aku minta sesuatu?" tanya Rachel.
Alex menganggukkan kepalanya.
"Kamu mau apa?" tanyanya.
"Boleh aku minta dipeluk hingga aku tertidur? Aku mengantuk sekali, tapi aku mau kamu peluk. Setelah itu jika kamu akan melakukan hal lain silakan. Tapi, tunggu sampai aku pulas," kata Rachel.
Alex hanya menganggukkan kepala, kemudian ia pun membaringkan tubuhnya di samping Rachel dan membawa sang istri ke dalam pelukannya.
"Tidurlah yang nyenyak. Kamu harus menjadi kondisi tubuhmu. Ingat kamu tidak boleh lelah atau melakukan pekerjaan berat. Aku akan meminta Markonah untuk selalu membantumu."
Rachel menganggukkan kepalanya. Alih-alih menjawab ia membiarkan Alex memeluknya. Rasanya nyaman sekali berada dalam pelukan lelaki yang sangat ia cintai itu.
Dan tak berapa lama kemudian, Rachel pun tidur dengan lelapnya. Alex mengurai pelukannya kemudian menyelimuti tubuh sang istri untuk kemudian melangkah keluar kamar.
"Mana istri keduamu?"
Saat Alex keluar kamar ia berpapasan dengan Maharani, ibu tirinya. Mendengar Maharani menanyakan Rachel jelas itu membuat Alex mengerutkan dahinya.
"Ada apa mencari Rachel?""Dia seharusnya membantu untuk menyiapkan makan siang. Gayanya seperti nyonya saja."
Alex kembali mengerutkan dahinya.
"Dia bukan pembantu di rumah ini. Tidak ada yang boleh menyuruhnya untuk melakukan tugas rumah tangga. Buat apa ada para pembantu di rumah ini jika Rachel masih harus melakukan pekerjaan seperti memasak?" ujar Aalex dnegan tegas. "Lagi pula, Rachel sedang hamil muda. Aku tidak mengizinkannya mengerjakan hal-hal remeh yang bisa membuatnya kelelahan."
Maharani terdiam. Tidak biasanya Alex membela istri keduanya itu. Jika Sheila yang dibela Maharani tidak akan kaget. Tapi, ini Rachel?
"Ah, jadi dia benar-benar hamil?" kata Maharani.
"Ya, dan aku mau dia diperlakukan dengan baik. Jangan ada yang mengganggunya," tegas Alex lagi.
Tanpa menunggu jawaban dari ibu sambungnya itu, Alex pun melangkah pergi.
Namun, tepat saat ia akan mengeluarkan mobilnya seorang pemuda tampak sedang berdebat di pos security.
Alex pun segera melangkah mendekati.
"Ada apa ini?" tanyanya.
Perdebatan antara security dan pemuda itu pun terhenti. Security yang bernama Maman itu langsung mengangguk hormat kepada Alex .
"Maaf, Tuan. Mas ini mau masuk dan katanya mau bertemu dengan Nyonya Rachel. Saya sudah mengatakan jika nyonya sedang beristirahat dan tidak bisa diganggu tapi dia masih tetap memaksa masuk," kata Maman menjelaskan.
Alex menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan sambil mengamati pemuda yang sedang berdiri di hadapannya.
"Kamu siapa?" tanyanya menyelidik.
Pemuda itu tampak santai dan tersenyum. Kemudian dengan penuh percaya diri ia mengulurkan tangannya.
"Namaku Elang, aku kakak Rachel. Dan aku datang ke sini untuk menjenguk adikku."
"Apa kamu benar kakak Rachel? Dia tidak pernah bercerita jika memiliki kakak? Dan lagi ketika kami menikah kamu tidak ada," kata Alex dengan ragu.
Pemuda yang mengaku bernama Elang itu hanya tertawa kecil.
"Waktu itu aku sedang berhalangan. Jadi, sekarang di mana adikku? Aku mau menemuinya dan memastikan jika dia baik-baik saja tinggal di rumah besar ini."
Alex menghela napas panjang dan ia pun memberikan isyarat supaya Maman membukakan gerbang.
“Nah, gitu dong dari tadi kan enak,” kata Elang sambil mencibir ke arah Maman.
Security berusia 40 tahun itu hanya bisa menghela napas panjang melihat ketengilan pemuda yang mengaku kakak angkat dari nyonyanya itu.
Alex pun melangkah masuk ke dalam rumah diikuti oleh Elang.
“Tunggu di sini. Rachel tadi sedang tidur. Jadi, jika kamu mau bertemu dengannya kamu tunggu saja sampai dia bangun.”
“Wah, memangnya tidak bisa dibangunkan? Katakan adik kesayangannya datang dari jauh. Aku ke sini hanya ingin menemuinya sebentar saja. Aku jamin dia akan sangat senang bertemu denganku,” kata Elang.
Alex menggelengkan kepalanya, tetapi pada akhirnya ia pun melangkah ke kamar Rachel untuk melihat apakah istri mudanya itu masih tidur atau sudah bangun.
Ternyata sang istri baru saja membuka matanya dan saat Alex masuk ia pun tersenyum.
“Kamu dari mana?” tanya Rachel dengan suara sedikit parau khas orang yang baru bangun tidur.
“Kenapa sudah bangun? Katanya ngantuk, baru sebentar sudah bangun.” Alih-alih menjawab pertanyaan sang istri, Alex malah mengajukan pertanyaan.
“Mungkin karena kamu tidak memelukku lagi." Rachel mengernyit. "Hei, ada apa? Kenapa kamu sepertinya merasa kesal?”
"Ada pemuda yang mengaku kakakmu dan sedang menunggu di luar."
Rachel mengikuti langkah Alex menuju ruang tamu dan saat melihat siapa yang datang ia pun langsung memeluknya. “Kamu ke mana aja? Kenapa baru datang?” tanya Rachel, cemberut Elang tertawa kecil dan memeluk Rachel dengan erat. “Hei, jangan cengeng. Udah punya suami jangan gampang menangis, adik manis,” kata Elang sambil menepuk pundak Rachel dengan lembut dan penuh kasih sayang. Melihat pemandangan di hadapannya Alex hanya diam, entah mengapa ia merasa jika hubungan Rachel dan Elang bukanlah hubungan antara mereka bukanlah hubungan antara adik dan kakak. “Ehem!” Mendengar deheman Alex, Elang pun mengurai pelukan dan memandang Alex. “Ini suamiku, Alex,” ujar Rachel kepada Elang. “Ya, tadi kami sudah bertemu dan berkat dia juga aku bisa masuk. Tadi aku ditahan di pos security. Susah sekali untuk bisa menemuimu,” kata Elang sembari mengacak rambut adik angkatnya. Rachel hanya tertawa kecil. “Penampilanmu seperti ini, siapa juga yang akan mengizinkan kamu masuk,” kata Rachel El
"Kenapa kamu diam? Aku hanya bertanya apa kamu mau menceraikan Rachel jika dia sudah melahirkan? Ingat, tujuanmu menikahi wanita itu hanya untuk anak!" kata Sheila dengan tegas.Alex menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. "Apakah harus aku pisahkan antara anak dengan ibunya?" "Kamu tidak perlu peduli dengan Rachel. Bukankah kamu tidak pernah mencintai dia? Soal anak, aku bisa mengurus anak itu nantinya," kata Sheila dengan tegas. "Kita lihat saja nanti, Sayang. Kamu jangan khawatir."Sheila mengerutkan dahinya, dengan mata memicing ia menatap Alex dengan kesal. "Bagaimana aku tidak khawatir? Sekarang saja kamu sudah memperhatikan perempuan itu. Apa lagi jika dia nanti sudah memberimu keturunan. Bukan tidak mungkin kamu akan mendepakku dari hatimu dan rumah ini," kata Sheila dengan tajam. "Apa selama ini aku tidak cukup mencintaimu? Sudahlah, Sheila ... aku tidak akan mungkin memilih dia dibandingkan kamu," jawab Alex sambil mencium kening Sheila dengan lembut. Me
Pagi itu, Alex dan Sheila bangun dengan wajah ceria. Walau dalam lubuk hatinya yang terdalam, Alex merasa bersalah karena seharusnya semalam ia tidur bersama dengan Rachel. Tetapi, istri pertamanya itu selalu membuatnya candu. "Bagaimana kalau kita melakukan perjalanan bulan madu kedua, Sayang?" kata Sheila tiba-tiba. "Bulan madu?" "Iya. Sudahl lama kita tidak bersama dan menikmati waktu. Anggap saja ini hadiah karena aku sudah mengizinkan kamu menikah lagi. Apalagi Rachel sekarang sedang hamil. Aku yakin nanti kamu akan lebih memperhatikannya selama masa kehamilan. Jadi, ayo kita honeymoon lagi," pinta Sheila dengan manja. "Baiklah, tapi sekarang kita sarapan pagi dulu," kata Alex. Sheila pun mengangguk dan keduanya pun segera keluar menuju meja makan.Suara Alex dan Sheila yang saling bersahutan membuat Rachel yang hendak sarapan mengurungkan niatnya. Dia paling malas jika berhadapan dengan istri pertama sang suami itu sebenarnya.Seandainya saja dia tidak terjebak dengan kebaik
Sheila masuk ke dalam kamar Rachel setelah berhasil membujuk Alex untuk meminjamkan kunci cadangan kamar Rachel sebentar padanya. Matanya menajam memperhatikan kamar luasnya tidak seberapa tapi tetap terasa nyaman bila ditempati.Melihat Rachel yang baru saja keluar dari kamar mandi membuat Sheila segera menutup pintunya agar tidak ada yang bisa melihatnya berada di sana. Rachel yang tidak tahu menahu motif Sheila datang ke kamarnya pun hanya bisa menatap wanita itu malas.Sheila duduk di depan meja rias Rachel, posisinya menghadap pada pemilik kamar. "Ada apa?" tanya Rachel ketika Sheila tak kunjung bicara padanya.Sheila menghela napasnya kasar, "Kenapa kamu menolak ajakan kami untuk ikut honeymoon? Suami aku 'kan suamimu juga, kamu tidak perlu takut jika Alex akan selalu bersamaku selama dua puluh empat jam.""Bukan masalah Alex akan ada atau tidak untukku, tapi aku cuma tidak mau jadi nyamuk di antara kalian. Toh, tujuan kalian ke sana buat bulan madu 'kan? Bukan untuk membuatku
Sheila keluar dari kamar mandi dengan lingerie hitam melekat di tubuhnya. Menghampiri Alex yang berniat pergi ke kamar Rachel untuk tidur bersamanya malam ini. Namun, Sheila tak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia harus bisa menarik perhatian Alex agar bisa tidur bersamanya lagi.Sheila tidak bisa membiarkan Alex menjadi lebih perhatian kepada Rachel sekali pun wanita itu sudah mengandung anak dari Alex.Alex bangkit dari tempat tidurnya, belum menyadari kehadiran Sheila yang tengah berdiri di depan meja rias. Tepat ketika kepalanya mendongak, Alex akhirnya melihat tubuh seksi Sheila yang sontak membangunkan junior miliknya.Sheila menerbitkan senyumnya saat menyadari Alex terpesona dengan tubuhnya dari pantulan cermin. Spontan Sheila membalikkan badannya dan menghampiri Alex membuat empunya terkesiap pelan.Tangan Sheila mengalung di leher Alex dengan mata mengerling genit, tak lupa dia memainkan bibir bawahnya agar suaminya semakin goyah. Hal itu tentu saja membuat Alex tergoda mel
Rachel menatap pantulan wajahnya dari cermin. Mata sembap, bibir sedikit pucat, dan hidungnya yang sedikit merah akibat semalaman menangisi Alex yang sudah memberi janji palsu padanya. Rachel kira, Alex tidak akan mengecewakan dirinya hanya demi memuaskan gairahnya dengan Sheila.Mungkin memang benar Rachel tak bisa memberikan jatah sampai beberapa bulan ke depan pada Alex. Namun, dia tidak mengira Alex akan melakukan hal sejahat ini hanya untuk kepentingannya sendiri. Kalau saja Rachel tidak hamil, dia juga pasti akan memberikan kehangatan setiap malamnya pada Alex.“Aku akan membahagiakan kamu seperti aku juga membahagiakan Sheila. Dia tidak bisa memiliki keturunan karena sakit,” kata Alex saat dulu Rachel mempertanyakan alasan Alex untuk menikah lagi.Dan, Alex pun sudah melunasi hutang-hutang keluarga Rachel kepada rentenir. Sehingga Rachel mau tidak mau menerima pernikahan itu dan menjadi istri kedua.Pagi ini, Rachel memilih diam di kamar. Tak berniat keluar untuk membantu Mbok
Di dalam kamar, Rachel hanya bisa menangis sambil menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Semalam, Rachel meminta Pak Maman- security di rumah mereka untuk membuatkan penghalang pintu. Hal itu dia lakukan agar Alex atau siapa pun itu tak bisa masuk ke dalam kamar kecuali atas izinnya.Rachel juga tidak bisa keluar dalam keadaan berantakan seperti saat ini. Dia memang sudah mandi dan mengganti pakaiannya, tapi wajah pucat yang tak terpoles make up sedikit pun membuatnya terlihat seperti mayat hidup."Rachel, buka pintunya, please."Jauh dari lubuk hati Rachel, dia ingin sekali membuka pintunya dan memeluk Alex untuk meluapkan kekesalan serta kekecewaan yang dia pendam sejak kemarin malam. Namun, bisa Rachel tebak jika di luar kamarnya bukan hanya ada Alex. Melainkan Sheila yang pastinya tidak akan membiarkan suaminya terus membujuk dirinya.Alex terdiam sejenak, lalu tanpa pikir panjang dia berlari sekencang mungkin menuju ruangan yang ada di samping kamar istrinya. Dia baru i
Rachel, Alex, dan Sheila sama-sama terdiam membuat suasana malam yang sepi semakin hening seolah tak ada seorang pun di sana. Mereka bertiga sedang berada di kamar Rachel untuk merundingkan masalah honeymoon Alex dan Sheila yang terpaksa dibatalkan gara-gara kondisi Rachel yang kurang sehat.Selain itu, Alex juga tidak bisa mengambil keputusan saat istri pertama dan keduanya tak bisa disatukan dalam satu opini. Sejak awal memang dia yang bersalah. Dan Alex tidak bisa memaksakan kehendak kepada Rachel.Sheila berdehem kecil guna memecah keheningan, "Jadi, bagaimana?""Aku ikut keputusan Alex saja," sahut Rachel tanpa basa-basi.Rachel dan Sheila memusatkan perhatiannya pada Alex membuat pria itu semakin dilanda kebingungan. Kedua istrinya saja pusing memikirkan jalan keluar dari masalah mereka, apa lagi Alex."Keputusanku sudah bulat, aku dan Sheila tidak akan pergi ke mana pun untuk sementara waktu. Kondisi kandungan Rachel masih sangat rentan dan kesehatan Sheila juga harus selalu d