Terryn memandangi kotak makannya dan ditutupnya kembali dengan pelan-pelan. Bagas memperhatikan gerakan Terryn itu dan meletakkan kotak makanannya juga.
“Kalau kamu gak jadi makan aku juga gak makan deh.” Bagas menoleh dan menatap wajah Terryn. Di mata Bagas Terryn semakin cantik dengan polesan alami dengan anak-anak rambutnya yang dimainkan angin. Tangan Bagas hendak terjulur menyentuh wajah Terryn tapi gadis itu menarik dirinya dan menjauh.
“Mas Bagas mau ngapain?” Terryn bergeser dari tempat duduknya, dia semakin tidak nyaman dengan gerak gerik Bagas.
“Aku tuh udah lama banget naksir sama kamu, Terryn. Jadi pacar aku yaa? Meski aku gak sekaya Deva Danuarta tapi aku bisa membuatmu bahagia.” Bagas semakin mendekati Terryn yang membuatnya merinding ketakutan dan beranjak berdiri hendak meninggalkan tempat itu.
“Maaf, Mas, saya gak bisa, hati saya sudah mencintai pria lain.” Tolak Terryn, tangan kanannya meme
Sudah tiga minggu mereka ada di sini pembangunan tidak pernah jeda karena investor dari Thailand itu ingin segera resort dapat segera selesai. Namun, tenggat waktu yang diberikan dalam tempo sekian bulan tidak akan mengurangi kualitas dari bangunan tersebut.Deva tidak pernah main-main dengan proyek yang dipegangnya agar tidak merugikan klien mereka dan dirinya mendapat kepercayaan penuh partner bisnis perusahaannya.Bagi sebagian tim, mereka akan kembali tapi tidak dengan yang lainnya mereka harus di sana hingga selesai. Maka Willy lah yang dipercayakan Deva pada mega resort yang sedang mereka kerjakan itu. Willy akan tinggal bersama tim yang lain sementara Deva dan sebagian tim akan pulang karena Deva akan mengikuti lelang tender lagi.Purnama bersinar dengan sangat indah, Terryn baru saja menyelesaikan laporannya dan ingin mengistirahatkan matanya sejenak. Tak jauh dari losmen ada pantai yang kerap dikunjungi sebagai objek wisata dan langkah Terryn menuju ke sa
Dian masih mengamati layar ponselnya sambil tersenyum-senyum, dia tidak memperhatikan jalan sehingga menabrak seseorang di depannya. Dian sangat terkejut hingga ponselnya terjatuh, sosok yang ditabraknya sama sekali tidak bergerak untuk membantunya malah menatapnya curiga.Dian segera memungut benda itu dan membersihkannya dari pasir.“Berikan ponselmu, aku ingin lihat apa yang kau rekam di pantai tadi.” Desta mengulurkan tangannya meminta ponsel Dian. Suara dingin Desta yang tidak biasanya membuat sedikit nyali Dian menciut.“Sa-saya gak rekam apa-apa Mas Desta, lagi pula ini ponsel saya, privasi saya kenapa saya harus berikan sama Mas Desta?” gadis itu tampak sangat keberatan Desta mencampuri urusan pribadinya.“Apa yang kau rencanakan pada Terryn, hah?” Desta mencondongkan badannya agak maju mendekat pada Dian, gadis itu pun mundur. Tenggorokannya mendadak terasa kering, beberapa kali ia harus menelan ludah kar
Terryn, Desta dan Deva duduk bertiga dalam kamar losmen Deva yang luas. Suara pendingin udara terdengar agak kasar dan menemani kebisuan ketiganya. Di waktu yang sama Bagas dan Willy menghilang. Willy beralasan ke kota untuk menjenguk ibunya yang mendadak masuk rumah sakit.Bagas sama sekali tidak bisa dihubungi, dia menghilang ketika jam makan siang. Mereka bertiga sengaja pulang lebih cepat agar bisa membahas masalah bangunan ini dengan lebih privasi dan tenang.“Menurut pengakuan mandor cottage utara, rancangan ini diberikan oleh Willy sendiri tapi, Va, aku gak percaya Willy berkhianat seperti itu. Kita udah sama-sama sejak semester awal masuk kampus lho. Suka duka Melda’s kita bertiga tanggung sama-sama.” Desta menghela napas, dia berjalan menuju kulkas mini di sudut kamar dan mengambil sekaleng minuman soda.“Aku juga mikirnya gitu Des, mana mungkin Willy berkhianat sama kita. Aku curiganya sama si kutu kupret Bagas ini.” Deva
Deva mengirimkan pesan singkat pada Desta yang tadi masih ada di kamar Deva. Dia meminta Desta untuk menghubungi polisi dan ketika sahabatnya itu menerima lokasi yang akan dibagikan Deva sesampainya mereka menemukan Terryn dan Bagas.Deva sangat khawatir, jika dulu dia berusaha menenangkan tuan Rama saat istrinya diculik kini gilirannya merasakan kecemasan luar biasa yang sama. Entah apa yang akan diinginkan Bagas nanti atas penculikan Terryn ini.Willy memacu motornya karena dia bisa melihat mobil Bagas dan yakin jika dia tidak akan kehilangan jejak laki-laki itu. Wajah Willy pun sama cemasnya, sekilas matanya berkabut dengan suatu perasaan yang meremas dadanya.“Va! Lu liat mobil biru di depan sana? Itu mobil Bagas, mudah-mudahan kita gak kena lampu merah supaya bisa terkejar!” seru Willy dengan setengah berteriak agar Deva mendengarnya. Deva menjulurkan kepalanya dan dia juga bisa melihat sebuah sedan berwarna biru melaju dengan kencang menyalip k
Terryn dan Deva tersentak kaget dengan apa yang didengarnya barusan dari mulut Willy. Deva menggelengkan kepalanya berharap Willy sedang bercanda seperti biasa.“Will, kita bertiga emang doyan becanda tapi ini bukan saat yang tepat buat lu becandain gue dan Terryn.” Deva berjalan mendekati Willy sambil tersenyum canggung.“Sorry, Bro, gue lagi gak becanda, penculikan Terryn sama manusia tolol ini di luar dari rencana gue. Gue emang jahat sama lu tapi gue gak ada niat mau jahatin Terryn dan seharusnya gak ada yang luka karena ini.” tangan Willy sedikit gemetar menodongkan pistol itu ke arah Deva yang berjalan mendekati Terryn.“Dan, lu, Bagas! Karena otak lu yang lu taruh di selangkang lu rencana gue jadi berantakan!” bentak Willy pada Bagas yang sedang menyeka darah di sudut bibirnya.Deva mendekati Terryn dan melihat baju Terryn yang sobek, dia pun melepas kemejanya dan memakaikan kemeja itu pada istrinya. Syukurnya di
Ibu Imelda kembali murka karena menganggap Deva tidak bisa menjaga Terryn dengan baik. Wanita paruh baya itu tidak berhenti mengomeli putranya di rumah sakit.“Udah dong Bu, iyaa Deva ngaku salah karena sudah membuat Terryn celaka, Deva minta maaf. Jangan ngomel lagi yaa, yang ada malah Deva yang bakal dirawat di sini karena omelan Ibu. Kalau gak ada Deva sama Willy mungkin Terryn sudah dicelakai sama Bagas!”“Anak ini bener-bener yaa kalo dikasih tau! Proyek ini biar Ibu yang pegang untuk sementara waktu, kita harus bongkar ulang beberapa cottage itu dan kamu sama Terryn Ibu perintahkan untuk istirahat!”“Yin gak apa-apa kok, Bu, ini hanya luka gores aja, bentar lagi sembuh.” Terryn menyahuti ibu mertuanya dengan suara pelan sambil melihat ke arah Deva.“Pokoknya kali ini kalian berdua tidak usah bekerja dulu, kalian berangkat ke kampung Yin untuk istirahat dulu di sana beberapa waktu. Lama-lama Ibu bisa cepat ma
Deva melongo saat melihat ke meja makan yang semuanya menu kerang dan teripang. Dia menarik kursi dan duduk dengan perlahan sambil memperhatikan tangan Terryn yang menyendokkan nasi ke piringnya.“Yin, ini dari ibu semua? Kok kerang sama teripang semua? Mana banyak banget lagi.” Deva pun teringat sesuatu yang membuatnya menahan nafas.“Yin, aku makan yang lain aja yaa? Ada gak ?” tanya Deva dengan wajah memelas, dia tahu apa yang sedang direncanakan ibunya. Namun, Deva merasa belum siap, justru kini dia yang merasa seperti gadis perawan yang hendak melewati malam pertama dengan penuh kegugupan.“Yaah … gak ada apa-apa ini, Kak. Biasanya ibu nyimpan telur di kulkas tapi sama sekali kulkas kosong.” Terryn menatap suaminya yang tampak gelisah, dia tahu sebenarnya kerang ini juga kesukaan Deva selain ikan kuah kuning.Jika apa yang dikatakan Ashiqa itu benar maka menu makanan ini lah yang membuat Deva mendadak ge
Terryn segera bangun dari tempat tidur dan merapikan bajunya yang tersingkap serta beberapa kancing baju yang terbuka. Deva menghembuskan nafasnya dan mencoba mengatur pikirannya, dia pun menggeleng merasa ini tidak benar. Dia ingin melakukannya bukan karena dorongan sesuatu yang diberikan oleh ibunya. Sementara Terryn menerima Wiwi, Deva masuk ke kamar mandi dan memilih menyiram kepalanya lalu mendinginkan badannya.Samar terdengar suara percikan air di kamar mandi yang membuat Terryn mengernyitkan dahinya. Dia merasa heran mendengar suaminya mandi di malam-malam begini.“Kak, ibuku bilang, kakak Terryn dan tuan muda Deva diundang besok datang ke pernikahannya kak Wulan. Besok Kakak datang yaa?” gadis muda berusia enam belas tahun itu tersenyum manis membujuk Terryn. Bisik-bisik para ibu di dapur yang membantu acara pernikahan itu bergosip tentang ketampanan Deva dan kemujuran Terryn.Banyak yang penasaran dengan sosok Deva, anak juragan pemilik keb