Share

4. Ungkapan Cinta Tak Terduga

“Dasar gadis miskin tidak tahu diri!”

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di wajah Eva, membuat rasa panas dan perih segera merayap di pipinya. Tanpa membuat kesalahan berarti, dia mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari gadis yang bahkan tak dikenalnya.

Di sisi lain, dua orang pria sedang duduk santai di lantai dua saat seorang pelayan datang dengan tergesa. Langkahnya hampir seperti berlari, melewati dua anak tangga sekaligus.

“Tu … Tuan Muda!” Suaranya tercekat di tenggorokan saat mencoba berbicara. Napasnya terengah-engah, kesulitan menyuarakan rangkaian kata di kepala.

Felix yang pertama kali menoleh, menaikkan sebelah alisnya.

“Ada apa?” Hans membenahi lengan kemejanya, mendekat ke arah pintu yang terbuka tanpa diketuk dulu sebelumnya.

“Ada … ada yang bertengkar, Tuan. Anda harus segera turun.”

Tanpa membuang waktu lebih lama, Hans dan Felix berlari menuruni anak tangga seolah berkejaran dengan waktu yang ada. Mereka masih harus melewati ruang tengah yang luas sebelum sampai ke taman belakang tempat berlangsungnya acara.

Beberapa gadis tampak berkerumun mengelilingi seseorang yang terduduk di atas tanah. Beberapa makian terlontar dari mulut-mulut yang seharusnya tahu tata krama.

“Hentikan! Apa yang kalian lakukan?!”

Hans harus meninggikan suara, menyibak gadis-gadis yang menghalangi arah pandangannya. Butuh beberapa detik sampai dia bisa melihat korban perisakan yang terjadi di rumahnya malam itu.

Hening. Tidak ada yang berani bersuara.

“Siapa yang sudah membuat keributan di rumahku?!” Hans membantu Eva berdiri, menatap setiap orang satu per satu dengan tatapan penuh kemarahan. Gadis yang ingin dia perlakukan dengan spesial, justru direndahkan dan sekarang kondisinya terlihat menyedihkan.

“Kau baik-baik saja?” tanya Hans, berusaha meraih jemari Eva dan mengajaknya menyingkir dari sana.

Kerumunan yang semula tercipta segera dibubarkan oleh Felix. Dia tidak ingin acara perayaan kembalinya Hans ke Indonesia justru kacau balau dan membuat malu di depan keluarga Hans yang terkenal memiliki sifat lemah lembut.

Di saat yang sama, sepasang suami istri berdiri di beranda. Tatapan mereka tertuju pada gadis cantik bergaun sederhana yang sekarang berjalan bersisian dengan putra mereka.

“Mama, bisa bantu Eva membersihkan gaunnya?”

Kuina dikejutkan oleh permintaan Hans. Ini pertama kalinya anak itu tertarik pada seorang gadis. Artinya, dia semakin dewasa. Tidak menutup kemungkinan gadis itu yang akan menjadi pasangan hidup Hans ke depannya.

"Tentu saja, Sayang." Kuina segera bergerak, memeluk Eva dan membawanya ke dalam, menghilang dari pandangan semua orang.

Bisik-bisik terdengar samar. Gadis-gadis itu saling menyalahkan satu sama lain, tidak merasa bersalah sama sekali. Mereka justru semakin cemburu, berharap dirinyalah yang digandenga oleh nyonya Kuina, ibu Hans.

Hans mengambil mikrofon setelah mematikan lantunan musik yang sedari tadi memeriahkan acara. Obrolan yang semula masih membicarakan Hans dan perlakuan spesialnya yang diterima Eva, tak lagi terdengar dengungnya.

“Aku tidak akan bertanya apa yang terjadi di sini dan siapa yang memulainya,” ucap Hans dengan nada bicara yang sudah lebih terkendali. Dia bukan orang yang akan menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan permasalahan. Sebaliknya, tutur katanya yang terlalu sopan sering kali berhasil membuat orang lain segan.

“Kita semua sudah dewasa, bukan lagi duduk di taman kanak-kanak yang berebut mainan dan akhirnya salah satu menangis karena yang lain mendorongnya.”

Felix menarik napas dalam. Kesabaran Hans adalah sesuatu yang tidak dimilikinya. Pria itu bisa tetap tenang, membuat gadis-gadis yang bersalah itu merasa malu dan menundukkan kepala.

“Aku juga tidak akan meminta pertanggung jawaban dari siapa pun. Apa yang terjadi malam ini adalah sepenuhnya kesalahanku karena sudah sembarangan menerima orang ke rumah. Sebagai tamu, kalian bisa melakukan apa pun.” Hans mengambil jeda, menarik napas sambil melayangkan tatapan mematikan pada sekumpulan gadis yang diyakini sudah mengusik gadis pujaannya.

“Tapi sebagai tuan rumah yang baik, aku tidak akan membiarkan para perusuh itu memasuki rumahku lagi dan menyakiti orang-orang yang ku sayangi. Sekali kalian membuat masalah, aku tidak akan segan membuat perhitungan."

Semua yang hadir di sana meneguk ludah, tahu seberapa berbahayanya membuat masalah dengan Hans Dirgantara. Tidak cukup merugikan dirinya sendiri, seluruh bisnis keluarga mereka bisa terkena imbasnya.

"Jujur saja, aku menyesal mengundang kalian ke acara malam ini. Jika tahu akan seperti ini jadiannya, lebih baik tidak ada perayaan ataupun makan malam bersama."

Suasana mencekam segera menyelimuti tempat itu.

“Asal kalian tahu, gadis yang kalian ganggu adalah orang terpenting yang membuat kalian ada di sini. Jangan berpikir karena dia memiliki latar belakang yang sedikit berbeda, dia tidak layak menghirup udara yang sama dengan kita. Faktanya, dia adalah gadis yang luar biasa.”

Kuina muncul bersama Eva yang sudah berganti dengan gaun warna biru laut yang tampak sangat pas di tubuhnya. Sapuan make up tipis juga menghiasi wajah ayunya, membuat Hans sempat melongo dan kehilangan kata-kata. Untung saja Felix mendekat dan menyenggol lengan sahabatnya.

"Dia cantik," puji Hans sambil berbisik.

"Aku tahu, tapi selesaikan dulu permasalahanmu dengan mereka."

Hans mengangguk, kembali mendekatkan mikrofon ke mulutnya.

“Di depan semua orang yang hadir malam ini, aku akan mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya. Untuk kalian yang berpikir bisa menjadi pendamping hidupku nantinya, silakan kubur perasaan kalian dalam-dalam. Aku sudah jatuh cinta pada Eva sejak pandangan pertama. Kalian tidak akan bisa bersaing dengannya.”

Bukan hanya teman-teman Hans yang terkejut, nyatanya Eva juga hampir limbung tubuhnya. Dia tidak pernah menyangka pria—yang tiba-tiba datang menghampirinya dua pekan yang lalu—itu ternyata menyimpan perasaan pribadi padanya.

“Mungkin ini terasa begitu terburu-buru, tapi bagiku inilah waktu yang terbaik agar semua orang tahu. Evalia Ayu Lesmana adalah gadis satu-satunya yang ingin kunikahi dan aku jadikan ibu dari anak-anakku. Jika dia belum siap menerimaku sekarang, aku rela menunggunya sampai kapan pun juga.”

Beberapa kata pujian masih Hans ungkapkan. Dia benar-benar jatuh cinta pada Eva, tidak peduli perbedaan status di antara mereka. Tanpa merasa malu atau sungkan di depan semua teman-teman sesama orang kaya, dia berlutut di depan Eva dan menyatakan cinta sekali lagi. Sekuntum mawar terulur di hadapan gadis yang kesulitan mengambil napas di posisinya.

"Eva, jadilah kekasihku."

"Astaga, apa yang harus aku lakukan?" batin Eva sambil menggigit bibirnya. Dia tidak tahu bagaimana caranya menghadapi situasi kali ini. Haruskah dia menerima cinta Hans atau justru sebaliknya?

Tidak ada tepuk tangan, juga tak ada satu pun yang mengelukan agar Eva menerima ungkapan cinta itu. Sebaliknya, mereka menganggap Hans terlalu bodoh karena jatuh cinta pada gadis yang tidak sebanding status sosialnya.

Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status