"Kau tidak papa? Dia melukaimu?" Tiano mengikuti Sora ke sebuah kamar kecil. Gadis itu baru membasuh wajahnya yang terasa lengket dan dingin karena minuman manis yang disiramkan di wajah Sora oleh Queen. Sora mengabaikan ucapan Tiano, gadis itu menggelengkan kepalanya. Saat itu juga Tiano melepaskan tuxedo hitamnya dan menyelimutkan pada tubuh Sora. "Pakai ini, bajumu basah..." "Tidak usah," tolak gadis itu menggelengkan kepalanya. "Sora... Ada apa denganmu?! Sejak siang tadi kau bersikap dingin padaku, kenapa?" Tiano mencekal pergelangan tangannya.Sora menatap iris cokelat laki-laki itu dengan tatapan dinginnya. "Aku tidak papa, aku sudah menjalani tugasku, kan?" Sora berucap sedih. Air matanya menetes di sela dia menunduk dan mengibaskan pelan gaunnya yang kini kotor karena noda minuman. "Tahu begini aku tidak mau kau belikan ponsel atau apapun, lebih baik aku menjadi karyawan kantor seumur hidup daripada aku harus dipermalukan seperti ini," ujar Sora menundukkan kepalanya
"Katanya dia ribut dengan Bu Queen saat di pesta kemarin!" "Siapa yang tidak marah, kalau dia menjadi asisten sekaligus simpanan Pak Presdir! Benar-benar tidak punya malu!" "Muka tembok dia datang ke kantor dengan percaya diri seperti itu!" Suara para karyawan menggunjing Sora habis-habisan pagi ini. Seperti biasa kalau semua orang-orang mengira kalau Queen adalah korban di segala situasi. Dan Sora, orang yang terlihat sangat jahat di sana. Sora mencoba mengabaikan tiga wanita yang tengah memperhatikannya tersebut. Gadis itu tetap menyelesaikan beberapa berkas yang kini diambilnya. "Sora," sapa seorang karyawan laki-laki yang mendekatinya. Sora menoleh, ia tersenyum pada Johan yang berdiri di sampingnya. "Oh, selamat pagi Johan..." Sora tersenyum manis. "Apa kau baik-baik saja?" tanya laki-laki itu menelisik wajah Sora. Anggukan yang Sora berikan sebagai jawaban. "Heem, aku tidak papa," jawab gadis itu. Johan mendengkus pelan, ia mengambil beberapa tumpukan berkas yang Sora
Ternyata Tiano tidak berbohong pada Sora. Malam ini mereka akan membuat acara sendiri di rumahnya. Mereka berdua kini sibuk menata ruang keluarga. Sora membuat camilan di belakang, sedangkan Tiano juga membantunya menyiapkan makanan. "Bukannya sekarang malam minggu, besok libur, pasti di luar malam ini ramai sekali, iya kan?" tanya Sora mendekati Tiano. "Heem. Tapi lebih baik di rumah saja, paling tidak menonton film horor." "Hah?! Tidak, tidak, jangan film horor, aku tidak mau!" pekik Sora menggeleng-gelengkan kepalanya. Tiano terkekeh menatapnya. "Kenapa? Seru tahu!" "Emm, tidak mau. Kalau kau mau menonton film horor, lebih baik aku naik saja ke kamar, tonton saja sendiri filmnya!" pekik gadis itu cemberut. Kekehan menjadi jawaban dari Tiano, laki-laki itu sudah paham dengan apa yang akan Tiana jawabkan. Gadis itu pasti akan menolaknya. Setelah camilannya siap, Tiano membantu Sora membawanya ke ruang keluarga. Barulah Sora meraih remote TV dan penerangan rumah tiba-tiba dim
"Pagi, Sora..." Suara bisikan di telinga Sora membuat gadis itu membuka kedua matanya. Terdengar gemericik air di luar yang nyaring, sukses membangunkan tidurnya saat itu juga. "Eummm, jam berapa ini?" Sora mengucek kedua matanya dan menarik diri dari Tiano. "Jam setengah enam. Di luar masih petang, kenapa?" Gadis itu diam menggelengkan kepalanya. Sora menatap ke arah luar jendela, hari ini adalah hari minggu, hujan di pagi hari dengan cukup deras, dan Sora mengingat masa lalunya di saat-saat seperti ini."Kenapa, hem?" tanya Tiano memeluk Sora dari belakang. "Apa yang membuatmu menatap hujan sampai seperti itu?" "Tidak ada... Aku pernah di pukul setengah enam, hari Minggu, di musim hujan seperti ini, aku pergi dari rumah mencari Ayahku saat Ibuku kambuh. Kau tahu Tiano, aku menemukan Ayahku di teras bar... Ayah memarahiku," ungkap Sora bercerita, gadis itu membalikkan badannya menatap Tiano dan menunjukkan keningnya yang tertutup poni. "Lihat ini, bekas luka ini, Ayah memukulk
"Papi dan Mami selalu menunggu kepulanganmu, Tiano. Kau malah tidak pernah pulang! Sengaja?!" Sebastian melontarkan kata-kata tajam pada putranya yang kini hanya diam duduk bersandar di sofa. "Aku sibuk, Pi..." Tiano mengelaknya lagi dan lagi. "Sibuk apa? Seminggu ke depan kau tidak ada meeting! Pulang...! Kasihan Adik dan Mamiku selalu bertanya-tanya tentangmu!" Sebastian mengomelinya lagi. "Setiap hari aku dan Tiana video call, Pi!" terang pemuda itu. "Papi tidak mau mendengar bantahanmu, Tiano... Pulang! Kalau Papi bilang pulang, pulang!" serunya. Pintu ruangan itu terbuka, nampak Sora berjalan masuk ke dalam sana membawa beberapa berkas di pelukannya. Tino yang asik bermain menatap layar ponselnya, tiba-tiba ia tersenyum sumringah saat melihat Sora. "Pi, ini gadis yang aku bicarakan! Dia kekasihku!" seru Tino tiba-tiba dengan ekspresi jahilnya.Sontak saja Sora melotot menatap kembaran Tiano tersebut. Gadis itu membeku di tempat seketika hingga Tiano berdecak sebal. Lanta
"Emmm, aku harus mencari cara, pokoknya aku tidak mau terlalu bergantung seperti ini!" Sora berjalan dengan perasaan kalut, gadis itu melewati lorong kantor menuju lift yang berada di depan sana. "Apa aku harus meminta tolong pada Rachel?" gumam Sora menghentikan langkahnya. "Dia kan punya pekerjaan sampingan di malam hari? Lagipula sekarang aku juga mengerjakan pekerjaan tambahan saat subuh, kan?" Sora langsung mengambil ponselnya di dalam tas yang ia pakai. Gadis itu mencoba menghubungi Rachel, satu-satunya teman Sora di kantor. "Halo Rachel, kau sudah pulang? Ohh... Tunggu ya, tunggu aku akan turun sekarang! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu!" pekik Sora antusias. Gadis itu menutup panggilannya dan ia berlari menuju lift dengan sangat terburu-buru. Sedangkan Tiano baru saja muncul dari dalam sebuah ruangan bersama dengan Tino. Laki-laki itu menatap punggung Sora yang menjauh dan nampaknya gadis itu terburu-buru entah ke mana. "Bukannya itu tadi Sora? Dia mau ke mana?" ta
Malam ini Sora mengerjakan pekerjaannya yang belum selesai, gadis itu benar-benar mengurangi jam tidurnya. Bahkan di saat kini jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Tiano yang baru saja keluar dari dalam kamarnya, laki-laki itu hendak mengambil air di dapur, namun ia menghentikan langkahnya saat melihat Sora duduk di ruang makan, sibuk dengan laptopnya. "Dia tidak tidur?" gumam Tiano bingung. Laki-laki itu mulanya hendak pergi ke Birmingham, namun urung. Kini Tiano mendekati Sora. "Kau tidak tidur?" tanya Tiano tiba-tiba. Tubuh Sora tersentak kaget dengan suaranya. Gadis itu mendongak dan tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak mengantuk, nanti saja," jawabnya kembali fokus pada laptopnya. "Nanti? Nanti jam berapa? Lihat sekarang sudah hampir setengah tiga!" seru Tiano meraih botol minum di atas meja. Sora diam membisu. Jemarinya pun juga berhenti mengetik, sampai akhirnya Tiano duduk di sampingnya. "Tidur, jangan terlalu menomor satukan pekerjaan se
"Sora, nanti jadi kan? Aku sudah bilang Boss-ku kalau kau ikut bekerja denganku." Rachel mendekati Sora yang kini berdiri mengantre makan siang dengannya.Sora pun mengangguk dengan pelan. "Jadi. Aku tidak peduli meskipun Tiano melarangku, aku tidak betah rasanya. Bukannya aku kurang bersyukur karena dia sangat baik padaku Rachel, tapi aku tidak bisa hidup di dalam sangkar seperti ini." Rachel menatapnya sedih. "Heem, aku tahu bagaimana perasaanmu." Anggukan Sora berikan, gadis itu kembali menatap sahabatnya dan mereka kini pun bergegas memesan makan siang. Sora dan Rachel sibuk membicarakan pekerjaan mereka nanti. Sora antusias dan ia sangat tidak sabar mengumpulkan banyak uang untuk mengganti uangnya pada Tiano. "Biasanya kau pulang jam berapa?" tanya Sora pada Rachel. "Emmm, tidak terlalu malam kok. Pukul sepuluh kadang sudah diminta pulang, karena di sana kan pemiliknya juga sudah tua, jadi mereka peka kalau pegawainya juga butuh istirahat." Rachel terkekeh. Rasa tak sabar