“Dia adalah tetanggaku.”Setelah naif menjelaskan, Edeline menghujani dahi Shopia dengan ciuman penuh rasa sayang. Dia begitu hangat memeluk Shopia, bagaikan seorang ibu yang sangat mencintai putri kandungnya.Lina terlihat tertegun menonton kehangatan Edeline dengan Shopia. Perawat itu langsung memasang wajah masam, dia merajuk pada Edeline yang lagi-lagi menyembunyikan sesuatu.Lina tahu dengan benar gadis kecil di pelukan Edeline. Sehingga di dalam hati Lina telah menggerutu kesal, Edeline tega berbohong mengenai ketegangan hubungan dengan Elvis. Padahal di belakang Lina, Edeline bertetangga dengan Elvis. Dia juga sudah begitu akrab pada Shopia, seperti ibu dan anak dengan gadis kecil yang merupakan putri kandung Elvis.“Ck! Dokter ini,” Lina berdecak sembari geleng-geleng kepala. “Dokter memang tidak memiliki pacar! Tapi Dokter sudah memiliki calon suami!”Edeline terkekeh menanggapi. “Hei, Lina! Kau ini mabuk, ya? Sejak tadi kau selalu konyol berbicara.”“Apa aku salah?! Dokter d
“Penipu?” Edeline bersuara lambat, berusaha keras nadanya yang mengeja itu tidak mampu menyadarkan diri yang tidak salah mendengar. “A-apa ... apa maksudmu?”Elvis tertawa kesal mengejek Edeline yang dinilai berlagak polos. Mulutnya sudah bersiap memuntahkan kalimat-kalimat kejam yang dipastikan menyadarkan Edeline dengan begitu sadis.Akan tetapi, Elvis terhalangi oleh Shopia yang merengek. Di mana suara tangisannya yang merengek itu bergesak sakit di gendang telinga dan menambah gelora dalam kemarahan Elvis.Selain itu Elvis telah memikirkan hal lain. Mereka ada di luar, Elvis tidak ingin memicu keributan apalagi perhatian dari para tetangga. Tanpa menunda-nunda, pria itu mengabaikan Edeline dan menepis kasar tangan Edeline dari lengannya yang berotot.“Bawa Shopia ke rumah!” Elvis mendorong kencang Shopia pada satu pengawal yang tadi mengikutinya. “Bilang pada pelayan untuk mengurung Shopia di kamarnya!” titahnya tegas tanpa penolakan.Edeline kembali terkejut, sementara pikirannya
Private room restoran di hotel berbintang menjadi tempat pilihan Simon bertemu dengan Edeline. Pria yang telah tampil menawan dalam balutan jas maroon itu lebih dahulu datang di sana. Dia terlihat puas pada interior private room restoran yang mengusung tema candle light dinner.Ujung bibirnya tertarik oleh senyuman manis yang tersimpul. Simon sudah percaya diri untuk menyambut Edeline yang menolak dijemput. Sehingga ketika pintu diketuk tepat pada waktu kedatangan Edeline, senyum manis Simon semakin melebar tulus untuk menyambut.Senyuman manis pria itu telah lenyap oleh keterkejutan yang didapatkan ketika Edeline muncul dari pintu ruangan yang terbuka. Simon sama sekali tidak bisa menyembunyikan perasaannya terhadap Edeline.Sejujurnya Simon merasa senang melihat Edeline datang, walaupun sebelumnya dia sempat mengancam Edeline. Apalagi dia terkagum-kagum melihat penampilan baru Edeline. Hanya saja perasaan itu teralihkan oleh pakaian yang melekat di tubuh wanita itu.Pria itu sudah m
Udara dingin yang menusuk ke kulit di pagi itu telah menyapa Edeline yang berdiri di depan cermin. Gadis cantik itu terlihat tidak sepenuhnya menggunakan pakaian yang menghangatkan tubuh. Dia hanya menutupi seluruh kaki jenjangnya dengan celana training, sementara tubuh bagian atas hanya memakai tanktop berwarna putih.Hal itu Edeline lakukan untuk seksama mencermati rona lebam di kedua lengan. Pun memudahkan jemarinya secara bergantian memeriksa, mengelus-elus dan menekan pada bagian lebam yang mulai membiru—gelap.Masih berdenyut sakit dan tak sedikit pun lebam itu memudar. Itu yang Edeline rasakan dari jejak kekerasan Simon kemarin malam. Segera mungkin Edeline mengganti pakaian dengan sweater berlengan panjang guna menutupi jejak yang membuatnya kembali terkenang. Sebab, cukup kemarin malam saja Edeline tersiksa. Sampai-sampai setibanya di kamar Edeline mengonsumsi pil yang menenangkan diri dari serangan trauma. Dia tidak mau pagi itu merasa sesak dan tak nyaman.Tok ... tok ... t
“Kau ... kau bilang apa?”Edeline sudah menyerobot tanpa peduli, bahkan posisinya sudah berdiri di depan Elvis. Lewat mata yang berkaca-kaca cemas, Edeline mendesak pelayan yang memucat ketakutan dan bingung untuk menjawab.“Aku tanya, Shopia kenapa?” Edeline berseru keras, mendesak untuk masuk.“N-Nona Shopia ... Nona Shopia tidak sadar, w-wajahnya pucat seperti orang yang tidak bernyawa—”Edeline langsung berlari—masuk ke dalam kediaman itu tanpa menunggu pelayan itu menyelesaikan ucapannya. Dia sudah merasa cukup mengetahui keadaan kritis Shopia. Jantungnya yang berdebar-debar cemas sudah terasa sakit, sehingga mendorongnya untuk bergegas menyelamatkan Shopia.Elvis tak berdiam diri. Pria yang kesal melihat sikap Edeline itu sudah mengejar, pun berniat menyeret Edeline keluar dari kediamannya. Namun, semuanya berubah ketika Elvis menginjakkan kaki di kamar Shopia. Ekspresi kesalnya berubah keras penuh pengawasan. Matanya menelesuri ruangan kamar Shopia yang pertama kali dia masuki.
Orang-orang di rumah sakit masih membicarakan perihal hot topic yang terjadi di IGD dan ICU. Situasi ricuh di mana Elvis begitu panik memberikan pertolongan pada Shopia, termasuk orang-orang Elvis yang mengusir Edeline ketika berusaha turut serta membantu.Mereka yang tidak tahu detail permasalahan itu mulai mencibir Edeline. Menilai Edeline mencari muka terhadap Elvis. Padahal hari itu Edeline terbebas dari tugas di unit IGD. Namun, sebagian dari mereka berusaha netral dan menilai ada masalah tersembunyi antara Edeline, Elvis dan Shopia.Lina—yang ikut menyaksikan keributan pun tak berpikiran buruk. Apalagi dia tahu keakraban tersembunyi antara Edeline dan Shopia. Sehingga ketika Edeline diusir oleh orang-orang Elvis, dia bertindak sigap mengamankan Edeline di kamar asrama—tempat tinggalnya di rumah sakit.Merasa cukup memberikan waktu untuk menenangkan diri, Lina menghampiri Edeline yang sejak tadi duduk termenung di ranjang tidur. Dia duduk di tepian ranjang, sementara bibirnya men
“Kau tidak bercanda, Elvis?” Rebecca langsung menyerang Elvis ketika mereka keluar dari ruangan dingin itu.Elvis hanya tersenyum tipis, tak langsung membenarkan perkataan Rebecca yang menanti jawaban. Bersama dengan Glenn yang kebingungan, Elvis mengajak Rebecca untuk beralih ke tempat yang nyaman, yaitu ruangan kerjanya.“Jawab pertanyaanku, Elvis! Kau benar-benar akan mendonorkan hatimu pada Shopia?” Rebecca sudah mendesak karena tak sabar.“Dia mau mendonorkan hatinya untuk Shopia?” Glenn mengulangi karena cukup terkejut mengetahui.“Kalian tidak percaya padaku?” sahut Elvis merasa tersinggung, tetapi di wajahnya tidak menunjukkan kemarahan sedikit pun.“Bagaimana kami tidak percaya?” Glenn menyambut cepat. “Kau penjahat kejam nomor satu di dunia dalam hidup Shopia,” lanjutnya mencibir.Elvis terkekeh. “Aku memang penjahat kejam di hidup Shopia. Tapi sekarang aku benar-benar ingin memperbaiki segala dosa yang telah aku perbuat pada putriku. Aku masih belum terlambat, kan?***Seha
“Tidak apa-apa kita bicara di sini kan, Nyonya Rebecca?” tanya Edeline yang cukup tidak enak hati mengajak Rebecca ke ruangannya. Mereka duduk di meja kerja—di mana sebuah meja menjadi pemisah bagi keduanya yang duduk saling berhadapan.“Malah ini lebih baik. Kau bisa dimarahi karena aku menculikmu di waktu kerja,” gurau Rebecca sembari tertawa lemah.Edeline ikut tertawa, sikapnya itu bertolak belakang dengan jantung yang berdebar takut, karena terlalu mencuri-curi waktu saat bekerja. Dia takut akan tertimpa masalah baru, setelah kemarin dirinya menjadi buah bibir dari rekan-rekan kerja.Sejujurnya Edeline cukup berat mengabulkan permintaan Rebecca. Namun, jiwa Edeline tertarik pada Rebecca yang menatapnya penuh harapan tidak ada penolakan. Wanita itu seolah ingin menyampaikan sesuatu yang tidak bisa diutarakan pada sembarang tempat. Bersyukur saat itu Lina memahami situasi. Sehingga Edeline didorong untuk beranjak cepat dari sana, sementara dia yang mengambil alih tanggung jawab di