Pak Tio mengangguk. “Kita bicarakan di ruang tamu.”Semuanya mengikuti pak Tio ke ruang tamu, kecuali Thalita yang mengurung dirinya di kamar. Diko menjelaskan semuanya pada keluarga Thalita bahwa niat balas dendamnya dulu telah sirna karena kekuatan cinta yang Thalita berikan. Sekarang ia benar-benar tulus mencintai Thalita tanpa ada rasa dendam untuk keluarganya atau pun Dara.Akhirnya keluarga Thalita mengerti bahwa semua ini hanyalah salah paham, pak Tio percaya bahwa Diko bisa menjaga putrinya dengan baik. Namun sekarang masalahnya Thalita masih menganggap bahwa Diko hanya ingin mempermainkannya saja.“Sekarang kamu percaya kan Mas, aku dan Diko hanya masa lalu. Aku tidak akan mengkhianati kamu dan anak kita Mas.”“Iya aku percaya sama kamu dari awal, sekarang masalahnya Thalita tidak akan semudah itu terima penjelasan dari kita,” ujar Vino.“Sabar ya Nak Diko, perlahan akan kita bantu untuk menjelaskan ke Thalita. Tapi untuk sekarang biarkan dia menenangkan pikirannya,” kat
Sesampainya di rumah Thalita...“Kalian sudah berbaikan?” tanya pak Tio terlihat senang melihat Thalita dan Daniel pulang bersama dengan Diko.Thalita dan Diko mengangguk serempak. “Iya Ayah, maaf kemarin aku sudah egois tidak mau mendengarkan penjelasan dari Diko dulu,” sesal Thalita.“Tidak papa Sayang, yang penting kalian sudah berbaikan kembali sudah cukup membuat ayah bahagia,” ujar pak Tio tersenyum.“Saya juga mau mengucapkan terima kasih berkat dukungan Om dan keluarga, saya dan Thalita dapat bersatu kembali,” kata Diko tulus.“Sama-sama Nak Diko, ya sudah kita masuk dulu yuk,” ajak pak Tio, lalu semua mengikutinya masuk ke dalam rumah.“Aku mau tidurkan Daniel dulu di kamarnya ya,” pamit Thalita.“Iya, setelah itu tolong buatkan minuman untuk Nak Diko ya Sayang,” pinta pak Tio.“Baik, Ayah,” sahut Thalita lalu menidurkan Daniel di kamarnya setelah itu ia bergegas ke dapur untuk membuatkan minuman.“Om, ada hal penting yang ingin saya sampaikan,” kata Diko seraya memb
“Pa, sudah dulu kerjanya itu kasihan Diko minta ditemani. Mama tidak suka ya Papa masih dendam sama keluarga Tio, kasihan mereka Pa. Apalagi sebentar lagi Davina mau melahirkan anak kedua mereka, apa Papa tidak kasihan sama anak-anaknya?” tanya Aulia agar suaminya tersadar dari perbuatan jahatnya.Dalam hati kecil Arya ia juga merasa iba dengan keadaan keluarga sahabatnya dulu itu, namun dendam telah membutakan hatinya dan melupakan persahabatan mereka. Perkataan istrinya membuat hatinya terketuk, ia berjanji tidak akan mengganggu keluarga Tio lagi dan berusaha membantu mereka untuk bangkit lagi memulai usahanya.Dengan niat baik Arya datang ke rumah Tio untuk meminta maaf serta menawarkan kepada mereka bantuan dan mengajak Tio bekerja sama, namun karena rasa sakit hati yang teramat dalam sehingga membuat Tio tidak mau memaafkan sahabatnya itu.“Aku masih bisa berdiri di kakiku sendiri, aku tidak perlu bantuanmu Arya. Jadi aku minta kamu pergi dari sini sekarang juga dan jangan per
“Apa perlu tindakan operasi Dok? Agar tidak sampai kambuh lagi,” tanya Arya dengan muka khawatir.“Untuk saat ini tidak Pak, untuk itu tolong jaga emosi pasien agar tidak sampai terjadi serangan lagi. Karena kami tidak bisa membuatnya sembuh secara total, kami hanya bisa membantu untuk menghambat. Semoga ada keajaiban agar pasien dapat selalu sehat, jika tidak ada yang perlu ditanyakan saya permisi,” pamit dokter.Mendengar ayahnya tidak bisa disembuhkan membuat hati Thalita semakin sakit, ia hanya bisa menangis serta berdoa agar ada keajaiban untuk ayahnya bisa disembuhkan.“Saya tidak mengerti ada masalah apa antara ayah dengan Pak Arya dan keluarga di masa lalu. Saya hanya ingin ayah saya bisa segera pulih, untuk itu saya mohon kalian meninggalkan tempat ini. Saya tidak mau ada keributan lagi yang bisa membuat ayah saya kambuh,” usir Thalita secara halus pada Diko dan orang tuanya.“Tapi Thalita, aku tidak mau pergi aku mau temani kamu di sini,” tolak Diko.“Tolong kasih kelua
“Kita coba bicara sama ayah kamu ya?” tawar Diko.Dengan cepat Thalita menggeleng. “Aku tidak siap dengan risikonya.”“Aku akan coba bicara baik-baik dengan ayah kamu, tolong izinkan ya. Kamu percaya aku kan?” pinta Diko.Thalita mengangguk. “Jangan sampai membuat ayah emosi,” pesannya.“Iya Sayang, sudah kamu tenang ya. Kamu cukup berdiri di sampingku,” kata Diko seraya menggenggam jemari Thalita dan mengajaknya masuk ke ruangan pak Tio.“Untuk apa kamu masih disini?” tanya pak Tio menunjukkan rasa tidak sukanya pada Diko.“Sebelumnya, tolong Om jangan marah dulu ya. Saya memang anak papa saya, tapi saya tidak sama dengan papa saya Om. Saya tidak sejahat yang Om pikirkan, saya sangat mencintai anak Om, Thalita. Tolong jangan pisahkan kami seperti ini,” pinta Diko memohon.“Saya tidak peduli, kamu tetap anak Arya dan bagi saya keluarga kalian itu sama saja. Karena papa kamu bisnis saya hancur dan karena kecerobohan papa kamu juga istri saya sampai meninggal!” bentak pak Tio tid
“Ehem! Jadwal rapat bulan depan yang saya minta tadi sudah selesai?” tanya Diko berusaha menormalkan suaranya.“Sudah Pak, ini bisa Bapak periksa. Silakan,” sahut Thalita seraya memberikan dokumen pada Diko.Tangan Diko dan Thalita tidak sengaja bersentuhan, mereka saling memandang beberapa saat sebelum Thalita menarik terlebih dulu tangannya lalu pamit dari ruangan Diko.“Apa yang kamu lakukan Thalita, ingat kalian sudah putus. Jangan ada perasaan apa pun padanya,” batin Thalita lalu berlari kecil masuk ke dalam ruangannya.“Sentuhan kecil saja selalu membuat jantungku berdegup sekencang ini, apalagi aku harus menahan perasaan ini sampai 2 tahun ke depan. Apa aku sanggup tanpa Thalita?” gumam Diko mengusap wajahnya, merasa frustrasi dengan dirinya.**Sore hari saat jam pulang kantor, turun hujan dengan derasnya. Thalita mencoba memesan ojek maupun taksi online namun selalu ditolak karena pengemudi tidak ada yang berani melewati jalan yang tergenang banjir. Ia tidak bisa memint
Keesokan paginya di kantor ARGA Advertising, Diko sedang memeriksa beberapa dokumen di atas meja kerjanya. Namun ia tidak bisa fokus karena beberapa kali dirinya bersin sehingga mengganggu konsentrasinya.Hacuh!!Hacuh!!Suara bersin Diko terus menggema di ruang kerjanya, ditambah hidungnya terus mengeluarkan lendir tanda bahwa dirinya sedang kurang sehat. Kemudian, Thalita meminta izin masuk ke ruangannya untuk meminta tanda tangan. Melihat Diko yang terus menerus bersin sambil berusaha mengeluarkan lendir dari hidungnya dengan tisu membuat Thalita tak enak hati, karena mengantar dirinya semalam membuat Diko harus terkena hujan hingga flu berat seperti saat ini.“Maaf ya Pak Diko, karena saya Bapak jadi sakit. Harusnya Bapak istirahat saja kalau sedang flu begini,” saran Thalita.“Tidak apa-apa, saya masih kuat kok, Hacuuuh!” Diko bersin lagi hingga hampir mengenai Thalita. “Maaf ya, saya tidak sengaja,” katanya sambil mengusap hidung dengan tisu.“Saya buatkan minuman hangat
“Apa lukanya parah?” tanya Thalita dengan panik.“Sebaiknya kamu ke sini dulu, biar dokter yang jelaskan nanti ya. Kamu hati-hati,” pesan Diko.Tanpa menjawab, Thalita mematikan sambungan teleponnya lalu berlari memanggil Dara dan Vino untuk memberi tahu kondisi ayah mereka.“Kita ke sana sekarang, Dara kamu di rumah saja ya jaga Daniel. Biar aku dan Thalita yang ke rumah sakit. Ayo cepat Thalita,” ajak Vino lalu mengambil kunci mobilnya.“Iya Mas, kalian hati-hati ya. Kabari aku kalau ada perkembangan apa pun tentang ayah,” pesan Dara.Vino dan Thalita segera memasuki mobil dan pergi ke rumah sakit yang diinfokan oleh Diko.**Sesampainya di rumah sakit, Thalita dan Vino berlari menuju tempat Diko yang masih menunggu ayah mereka di depan IGD.“Bagaimana keadaan ayahku, Diko?” tanya Thalita dengan panik.Diko mengedikkan bahunya. “Masih belum tahu, dokter belum keluar dari tadi.”“Kamu tahu siapa penabraknya?” tanya Vino kemudian.Diko menggeleng. “Waktu aku sampai di sana