Kania tidak mempercayai penglihatannya saat ini. Pria di hadapannya terlihat sangat rapuh seakan Leonard yang ia kenal sudah tidak ada lagi di sana. Kania menarik nafasnya panjang lalu bertanya dengan nada lirih, "Kau baik-baik saja?""Dimana dia?""Di sana Bu.""Astaga, Alden Syarakar! Kenapa kau mabuk-mabukan lagi?"Tepat saat Kania hendak menghampiri pria itu, Kania tersentak saat mendengar suara familiar yang sudah ia kenal sebelumnya. Bukankah ini... Bukankah ini suara Jasmine? Perasaan Kania seketika menjadi panik. Dengan cepat Kania mengangkat topi di jaketnya dengan cepat lalu berlalu pergi dari sana. Jasmine tidak boleh tahu bahwa ia berada di sini.Jasmine terlihat cukup heran melihat seseorang yang berada di hadapan Leonard cukup lama. Ia menghampiri pria itu lalu bertanya, "Kau mengenalnya?""Kania... Huhuhu Kania..."Tck! Jasmine berdecak dengan kuat saat mendengar gumaman Leonard untuk ke sekian kalinya."Hah... Lagi-lagi kau menyebut nama Kania padahal kita akan segera
Leonard tidak mempercayai penglihatannya. Sesaat ia tertegun di tempat melihat siapa yang berada di hadapannya saat ini. Kania, wanita yang selalu ia rindukan sekaligus wanita yang coba ia lupakan, matanya mengerjap sempurna, jadi semalam bukanlah khayalan atau halusinasinya? Jadi semalam Kania benar-benar ada di sini? Bagaimana bisa?Kania terlihat mengulurkan tangannya, berusaha terlihat profesional."Salam kenal Pak Leonard, Pak Delon."Meski banyak pertanyaan yang mengganjal di dalam hatinya, Leonard segera menyambut uluran tangan itu.Tangan mereka yang dingin bersatu menjadikan sentuhan itu terasa hangat. Kania menarik nafasnya dengan susah payah lalu menarik tangannya dengan cepat. Melihat Leonard yang juga bungkam terhadap salam perkenalannya, sepertinya pria itu enggan menyebut bahwa mereka saling kenal. Entah kenapa ia merasa kecewa dengan fakta yang ia terima saat ini."Saya benar-benar antusias karena saya bisa bekerja sama dengan kalian, para pengusaha yang pernah berkanc
Kania hanya bisa terhenyak mendengar ucapan Leonard. Tidak percaya bahwa kata-kata yang menyakitkan dan dingin keluar dari mulut pria yang teramat memujanya. Kania mendengus, ia kemari memang untuk memastikan hubungan mereka dan juga perasaan Leonard, namun mendengar ucapan Leonard yang sedari tadi terus menyepelekannya membuat Kania merasa seluruh usahanya sia-sia."Aku tahu kau sedang dalam keadaan berduka dan kehidupanmu terasa sangat sulit sekarang, tapi bukankah ini sangat keterlaluan Leonard Elicaster?" sinis Kania. Hatinya terasa sangat sakit melihat Leonard kini, Leonard seolah membangun benteng yang cukup tinggi yang tidak lagi bisa ia sebrangi.Kania bangkit berdiri, ia sudah tahu semuanya, jadi untuk apa melanjutkan semua perbincangan mereka yang terasa sia-sia ini? Leonard sudah ingin membuangnya, apalagi yang bisa ia harapkan?"Brengsek. Nyatanya kau juga sama brengseknya dengan Sean." kata-kata umpatan seketika keluar dari mulut Kania, ia sudah tidak tahan lagi menghadap
"Bagaimana? Kau sudah tahu apa hubungan mereka?" Tanya Jasmine keesokan harinya kepada orang bayaran yang ia minta menjaga Leonard."Ya, saya sudah tahu tentang hubungan mereka. Sepertinya mereka terlibat dalam projek membuat brand pakaian negara asal mereka di sini, Bu.""Benarkah?""Ya, sepertinya begitu. Itu yang saya dengar dari beberapa staff di sana."Jasmine mengerutkan keningnya mendengar jawaban penjaga itu, bagaimanapun ia harus ikut andil dalam projek itu.Jasmine segera mengambil ponselnya kembali lalu menghubungi nomor Lauren."Aku punya rencana soal Kania, Tante." ujar Jasmine saat panggilan mereka akhirnya tersambung."Rencana apa, Sayang? Tante juga sudah mencari tahu ternyata Kania memang terlibat pekerjaan dengan Leonard.""Ya, aku juga sudah tahu. Karena itu Tante harus membantuku." ujar Jasmine dengan yakin."Apa yang harus Tante bantu, Sayang?""Buat aku menjadi bagian dari produk mereka. Aku harus mengawasi langsung bagaimana kehidupan pekerjaan mereka, Tante bis
Leonard berjalan ke ruangannya dengan langkah gontai. Makan malam keluarga semalam benar-benar menguras energinya. Lauren tetap bersikeras akan menikahkan dirinya dan juga Jasmine hingga membuat Leonard sama sekali tidak bisa berkutik. Orang tua yang ia miliki hanya tinggal Lauren seorang, ia tidak bisa membantah perkataan Lauren begitu saja setelah ayahnya baru saja meninggal beberapa pekan.Katanya ini juga demi memperbesar perusahaan. Leonard sungguh tidak mengerti, kenapa harus selalu ada pernikahan bisnis demi mengambil keuntungan seperti ini?Tok tok tokPintu ruangan Leonard seketika diketuk, Leonard segera mengangkat wajahnya saat melihat Hannah sekertarisnya masuk ke dalam ruangannya membawa beberapa berkas dan tablet di tangan. Leonard menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya seketika. Meski pikirannya sedang berantakan di dalam sana, pekerjaan tetap harus berjalan, bukan?Hannah terlihat mengulurkan tablet ke arahnya, "Saya sudah membuat proposal projek Pakaian Budaya
Meski masih terlihat terkejut, Kania segera menyambut uluran tangan Jasmine di sana."Ya, senang bertemu dengan Anda.""Kalian saling mengenal?" Tanya Valerine terkejut."Kami pernah bertemu di –""Di tempat umum, tidak sengaja. Ya kami bertemu tidak sengaja." ujar Kania cepat sebelum Jasmine menyelesaikan ucapannya.Jasmine terlihat mengangkat alisnya, merasa heran karena Kania tiba-tiba berbohong. Apa Kania sengaja menyembunyikan perkenalan mereka karena Leonard?"Ya, kami bertemu dengan tidak sengaja dan disaat yang tidak diinginkan," sindir Jasmine menyindir pertemuan mereka yang memang tidak pernah menyenangkan.Kania hanya terdiam mendengar ucapan Jasmine, begitu pula Leonard.Jasmine mengulas senyumnya, "Tapi kali ini saya benar-benar antusias karena saya akan bekerja dengan Leonard, calon suami saya."Raut wajah Leonard seketika menegang mendengar ucapan Jasmine, begitu pula dengan Kania. Meski ia sudah mengetahui hal ini, namun saat mendengarnya secara langsung seperti ini ha
"Anda memang cukup jeli, Bu Jasmine. Siapa yang tidak tertarik pada Bu Kania? Dia wanita yang mandiri dan cantik, bagaimana saya tidak terpesona olehnya?"Kania terperangah tidak percaya mendengar ucapan Delon yang terus terang. Delon tersenyum ke arahnya tanpa beban sama sekali membuat Kania merasa sangat gugup. Kania segera mengambil minumannya lalu menyeruputnya dengan perlahan, mengabaikan tatapan tajam dari Leonard yang sejak tadi tiba-tiba terdiam."Pak Delon benar-benar tipe pria yang romantis, Anda menyatakan ketertarikan Anda pada Bu Kania tepat disaat Bu Kania ada di hadapan Anda.""Bu Kania hanya sebentar di sini, jadi saya harus bergerak cepat, bukan?""Ah, Anda benar."Berbeda dengan dirinya yang merasa canggung, Delon dan juga Jasmine malah terlibat pembicaraan seru. Kania menghela nafasnya, sungguh ia ingin melarikan diri saja dari tempat ini.Tepat saat ketidaknyamanan yang ia rasakan semakin tidak terkendali, ponsel Kania berdering dengan nyaring. Tidak peduli siapa
"Anda menyukai seseorang?""Ya, saya harap Anda mengerti ucapan saya hari ini Pak Delon. Kalau begitu saya permisi."Kania segera bergerak meninggalkannya Delon dengan cepat. Ia menghela nafasnya panjang, sebelum semuanya semakin rumit dan memusingkan, ia harus bisa menyelesaikan seluruh tugas ini dengan cepat. Jika perlu, ia akan menyelesaikan semuanya kurang dari dua minggu.****Selama seharian penuh, Kania berada di bengkel kerjanya. Seperti tekadnya kemarin, ia akan menyelesaikan seluruh pekerjaan ini dengan cepat. Ia sudah tidak bisa terus berada di sini dan menyiksa seluruh hatinya.Pintu ruangannya seketika diketuk, Dewi menghampiri dirinya lalu terhenyak saat melihat Kania berada di sana pagi-pagi sekali."Ibu? Ibu semalaman berada di sini?" Tanya Dewi dengan raut wajah terkejut."Ya, saya harus menyelesaikan semuanya dengan cepat agar kita segera kembali.""Tapi Bu, kalau begitu terus ibu bisa sakit.""Saya baik-baik saja, Dewi."Tepat saat ia mengatakan hal itu, darah segar