"Apa kau yakin bisa membalas mereka?" Tanya Leonard dengan tatapan ragu.Sejenak Kania terdiam mendengar pertanyaan Leonard. Benar, keluarga Sagara adalah keluarga dengan martabat yang tinggi di kota ini sedangkan ia hanyalah seorang warga biasa yang hanya memiliki butik kecil. Keluarga Sagara memiliki perusahaan yang besar dan juga istana yang megah sedangkan rumahnya hanya rumah sederhana yang bisa di huni keluarga kecil.Secara logika Catherine Sagara tidak akan bisa tersentuh olehnya barang sehelai rambut pun. Namun, meski itu mustahil dilakukan, tekad Kania tetap berkobar, ia tidak perduli bagaimana caranya ia akan mempertahankan seluruh kehidupannya saat ini dan tidak akan melarikan diri lagi."Walaupun harus mengorbankan seluruh jiwa dan ragaku, aku tidak perduli, Leon. Aku akan membalas mereka." balas Kania dengan yakin.Leonard mengulas senyumannya mendengar keyakinan dari mulut Kania, "Kalau begitu sekarang kau ikut aku,"Kania mengangkat alisnya saat mendengar ucapan Leonar
"Kau berjanji akan menikah dengan Sheline? Secepatnya Mama ingin kalian menikah,"Sean seketika mengangguk, "Jika itu keinginan Mama, akan aku turuti," desis Sean lelah."Baiklah, Mama akan melepaskan mereka.""Mama sudah berjanji, tolong lepaskan mereka.""Asal kamu tidak mengingkari janji, Mama akan menepati janji Mama juga."Sean membuang nafasnya kasar. Mungkin lebih baik begini akhirnya, lebih baik ia berkorban daripada Kania ataupun Devan menjadi terluka lagi oleh dirinya dan ibunya. Ia memang masih berharap keluarga mereka akan kembali utuh, namun sepertinya itu tidak mungkin. Sean tidak ingin kejadian tujuh tahun lalu kembali terulang, cukup dirinya saja yang berkorban di sini."Ku harap setelah ini aku tidak membenci Mama sebanyak kesalahan yang sudah Mama berikan padaku dan juga Kania." ucap Sean dengan kecewa.Setelah berkata seperti itu, Sean membalikkan tubuhnya lalu beranjak pergi meninggalkan Catherine. Catherine menghela nafasnya panjang melihat punggung Sean yang kini
"Sayang sekali karena anggota kita sekarang berkurang,"Catherine mengulas senyumannya saat mendengar ucapan salah satu anggota perkumpulan arisan miliknya. Mereka sedang membahas sesuatu, siapa lagi jika bukan sedang membahas Vivian.Ya, rumor mengenai Vivian yang merupakan istri simpanan sudah tersebar luas. Catherine sama sekali tidak perduli jika Vivian akan hancur. Siapa suruh perempuan rendah itu berlagak mengkhianatinya."Itu karena salah Bu Vivian sendiri, toh dia memang tidak pantas berada di sini. Perkumpulan ini merupakan perkumpulan para wanita berkelas, bagaimana mungkin dia setara dengan kita?" timpal Sheline.Catherine mengulas senyumannya kembali mendengar hal itu. Tidak salah ia menginginkan Sheline sebagai menantu, mereka memiliki pandangan yang sama terhadap kasta seseorang."Sheline benar, Vivian sudah tidak memiliki klasifikasi untuk menjadi bagian dari kita,"Semua orang di sana terlihat mengangguk mendengar ucapan Catherine Sagara. Ya, Catherine adalah pemegang
Setelah berkata seperti itu, Kania berjalan meninggalkan tempat itu. Catherine menatap undangan yang berada di depannya. Ia membuka undangan itu. Catherine seketika tercengang melihat nama yang tertera disana.Kania dan juga Leonard Elicaster? Bagaimana bisa perempuan itu bertunangan dengan salah satu anggota keluarga Elicaster? Keluarga Elicaster adalah keluarga terpandang yang selalu menjadi bayang-bayang Keluarga Sagara. Bagaimana bisa... Bagaimana bisa Kania mengenal keluarga dengan status tinggi seperti Keluarga Elicaster, bahkan mereka sampai bertunangan?"Astaga... Keluarga Elicaster? Apa aku tidak salah lihat? Disini tertulis Keluarga Elicaster?" ucap Sheline dengan panik, "Bagaimana bisa dia bertunangan dengan Leonard Elicaster, Tante?""Sudah saya bilang dia adalah tunangan keluarga terpandang, dia pasti cocok dengan grup ini." ujar Farah dengan bangga.Catherine menatap kesal ke arah Farah, "Diamlah, Farah."Ia meremas undangan itu dengan geram, Catherine tidak menyangka ba
Jantung Kania serasa berdegup dengan cepat saat Leon semakin mengikis jarak mereka."Mama..."Kania segera mendorong tubuh Leon dengan cepat."Ah, Sayang? Kamu terbangun?" Tanya Kania sambil menghela nafasnya. Leonard terlihat mengulas senyuman melihat kedatangan Devan ke arah mereka."Iya, Mama dan Om Leon lagi ngapain?"Kania mengibaskan tangannya dengan cepat, "Tidak, kita tidak melakukan apa-apa. Ayo Mama temani tidur lagi," ujar Kania lalu menuntun Devan menuju ke kamar."Sayang sekali," gumam Leon sambil mendesah saat melihat Kania pergi dengan Devan.Kania menghela nafasnya, untunglah Devan datang disaat yang tepat. Ia memegangi dadanya yang tidak hentinya berdebar. Apa ini? Kenapa jantungnya tidak mau bergerak dengan tenang? Kania menarik nafasnya, ini reaksi alamiah, ia pasti terlalu terkejut dengan tindakan Leonard yang seperti ini untuk pertama kalinya. Mereka adalah teman, ya hanya teman, bagaimana mungkin seorang teman akan berciuman?"Mama sedang memikirkan apa?"Kania s
"Baik,"Sean terlihat mengangkat alisnya mendengar jawaban Kania. Ia menatap Kania lurus-lurus seolah berharap Kania akan menarik kata-katanya, namun Sean salah, Kania terlihat sangat serius."Aku akan membuktikan padamu bahwa perkataanmu hanya asumsi. Aku benar-benar serius dengan Leonard Elicaster. Seharusnya kau fokus pada persiapan pernikahanmu dan jangan mencampuri hubungan orang lain, Pak Sean Sagara."Setelah berkata seperti itu, Kania kembali berjalan lalu menarik tangan Devan dengan langkahnya yang lebar."Ma, mau kemana?" Tanya Devan dengan raut wajah bingung saat Kania menariknya."Kita pulang, Papa ada urusan."Meski raut wajahnya terlihat yakin saat ini, namun Kania tidak bisa berbohong. Getar itu masih ada. Saat Sean berkata bahwa dia tidak bisa melupakannya, perasaan Kania kembali goyah. Ada angin segar yang menerpanya ketika mendengar kalimat indah itu.Ia masih mencintai Sean. Ia memang tidak bisa melupakannya. Namun sekali lagi Kania menyadarkan dirinya, apa bedanya
"Sayang, buka mulutmu. Aaa..."Sean terkesiap melihat perlakuan Sheline yang menyuapinya tiba-tiba. Ia terdiam sebentar, merasa sangat malu dengan sikap kekanakkan Sheline di depan Kania dan juga Leon."Sayang, tanganku pegal." keluh Sheline ketika Sean tidak menyambutnya.Dengan cepat Sean memakan suapan Sheline sebelum wanita itu kembali berbuat ulah. Sial, ini benar-benar memalukan."Jangan hiraukan kami, kami selalu melakukan ini tiap kali makan bersama. Saling menyuapi." ucap Sheline dengan ceria sambil tersenyum."Uhuk-uhuk..."Melihat Kania yang tiba-tiba terbatuk, Sean tertegun saat Leon bergerak dengan penuh siaga, pria itu menuang segelas air lalu memberikannya ke arah Kania, bukan hanya itu Leon mengambil secarik tisu lalu mengusap bagian bibir Kania. Perlakuan Leonard yang begitu manis terhadap Kania membuat hati Sean terasa sangat panas."Hati-hati Sayang,"Hati Sean mulai merasa gerah, panggilan Sayang yang terus menerus diucapkan Leon membuat Sean merasa tidak nyaman."
Sean menghela nafasnya dengan berat saat melihat penampilannya di cermin. Hari ini adalah hari pertunangan Kania. Rasanya Sean ingin melarikan diri dan batal pergi ke sana, namun desakan Catherine agar tidak mau kalah dari Kania membuat Sean tidak dapat berkutik."Sean, cepatlah! Kita harus menjemput Sheline setelah ini."Sean berdecak kuat mendengar teguran ibunya, ia menghela nafasnya panjang lalu mulai keluar dari dalam kamar."Kamu sedang apa sih, lama sekali. Kita bisa terlambat.""Memangnya kenapa jika kita terlambat?""Kita tidak boleh terlambat atau Kania akan semakin meremehkan kita."Sean hanya bisa menghela nafas mendengar obsesi ibunya mengenai Kania. Ia memilih terdiam lalu bergerak ke arah pintu mobil. Sungguh saat ini ia lelah untuk berdebat.Hanya beberapa menit mereka tiba di kediaman Sheline. Sheline bergerak ke arah mereka dengan ceria. Sean mengangkat alisnya melihat penampilan Sheline. Astaga... Apa yang menempel di seluruh tubuh gadis itu sebenarnya? Kenapa dia s