Dion berpikir keras seketika itu, pandangannya menatap lurus ke depan, menerawang.Beberapa saat kemudian, terbit seulas senyum licik menghiasi bibirnya. "Aku tahu caranya memberi pelajaran kepada Aliando, Dim!" Ucap Dion sembari mangguk-mangguk. Suasana hatinya yang beberapa saat lalu sangat buruk kini mendadak berubah. Muncul kilat tajam di kedua matanya setelah itu, menenggak minumannya sekali lagi, sembari membayangkan rencananya yang tergambar mulus di benaknya -semulus jalan tol -tanpa hambatan sedikit pun.Dimas yang sedang sibuk menyapa beberapa temannya yang kebetulan lewat, serta tebar pesona kepada para gadis-gadis yang terlihat menggoda di matanya, segera mengalihkan pandangannya ke arah Dion demi memastikan ucapannya barusan -yang tentu saja langsung membuat antusias.Mata Dimas menyipit, rahangnya mengeras. Bagimana caranya?Itu yang tengah ia tunggu-tunggu! Pasalnya sedari tadi buntu. Tidak punya ide sama sekali untuk memberi pelajaran kepada Aliando.Karena sebe
"Kandungan aku itu masih awal banget. Perutnya aja masih belum kelihatan besar tuh. Masih rata." Nadine berkata sambil mengusap bagian perutnya. Memperlihatkan perutnya yang masih rata itu kepada Aliando.Aliando terdiam, tidak menimpali perkataan sang istri. "Jadi, aku enggak akan kenapa-napa kalau semisal aku tetap melakukan pekerjaanku sehari-hari, Mas... berangkat ke kantor dan melakukan aktivitas lainnya seperti biasa. Enggak akan berpengaruh apa-apa sama kandungan aku!" Jelas Nadine. Sudah berapa kali ia ngomong begitu kepada suaminya? Tapi suaminya itu tetap saja khawatir. Nadine menghela napas lebih dulu sebelum melanjutkan kalimatnya. "Nanti lah, Mas kalau perutku sudah membesar, kandunganku sudah memasuki bulan-bulan mau melahirkan. Terus, aku merasa sudah kesusahan buat melakukan aktivitas seperti biasa. Baru deh, aku akan mengambil cuti untuk enggak masuk kantor dan fokus sama kandunganku saja.""Tapi kalau untuk sekarang, aku akan baik-baik saja kalau aku tetap masuk
"Aku mau minta saran dari kamu, Bang ..." Ucap Raisa dengan suara tergagap dan pelan setelah terbengong cukup lama karena ia barusan melamun.Sebenarnya yang Raisa butuhkan bukan hanya sekadar saran ; tetapi keterlibatan Aliando dalam misinya menyerang Gading. Namun ia tidak bisa menyampaikan hal itu secara gamblang. Raisa baru saja menatap Aliando selama beberapa detik dengan intens tanpa berkedip.Raisa mendadak merasa bahagia bukan main karena pada akhirnya ia bisa bertemu dengan Aliando lagi. Ingin sekali ia memandangi wajah Aliando lebih lama lagi. Bersamaan dengan itu, muncul perasaan aneh yang langsung bergemuruh di dada. Cinta sepertinya. Tiba-tiba Raisa membayangkan perlakuan manis yang ia terima dari Aliando beberapa hari yang lalu -yang berhasil membuat hatinya berdebar-debar, juga jantung yang berdetak lebih kencang.Raisa refleks teringat dengan kejadian pada saat Aliando menyuruh dirinya makan, mengkhawatirkan dirinya, memberinya dukungan dan nasihat ketika ia sedang
"Bang...boleh enggak...kalau semisal aku dan Ayahku ke rumahmu nanti malam?" Tanya Raisa. Kedua matanya tampak berkaca-kaca. Penuh harap. Kentara sekali jika perempuan itu sedang menahan sesuatu dalam dirinya supaya tidak meledak saja detik itu juga.Mata Aliando menyipit, mencoba menghiraukan air mata Raisa."Mau ngapain?" Tanya Aliando seraya menarik punggung dari sandaran kursi sembari meraih minuman dingin pesananya itu di atas meja, lantas meminumnya."Aku dan Ayahku belum sempat meminta maaf dan berterima kasih kepada Nona Nadine karna pada malam itu Bang Al udah mau turun tangan, ikut menyerang markasnya Pak Raka dan menyelamatkanku juga." Jawab Raisa.Raisa tak tahan untuk tidak menampakan kekecewaannya di hadapan Aliando."Oh...enggak perlu enggak apa-apa Sa...aku bisa menyampaikannya sama Nadine nanti...jadi kalian enggak perlu datang ke rumah..." Aliando menyergah. Menaruh gelas di atas meja lagi. Kemudian, kembali menghempaskan punggung ke sandaran kursi. "Tapi --aku d
Setelah Pak Harry selesai bicara, kini giliran Raisa yang kembali meminta maaf kepada Nadine atas perbuatannya dulu yang telah menculiknya. Serta meminta maaf jika ia dirasa cari perhatian dan mencoba mendekati Aliando oleh Nadine.Raisa berkata bahwa ia tidak ada niatan sedikit pun mau mendekati dan merebut Aliando dari Nadine. Bahkan, ia sangat berterima kasih kepada Nadine karena telah memaklumi tindakan suaminya itu yang pada malam itu bersedia turun tangan dan menyelamatkan dirinya dari tangan musuh. Nadine tergelak mendengar hal itu keluar dari mulut Raisa, rasa-rasanya ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dikatakan oleh perempuan itu. Nadine yakin sekali jika Raisa berbohong. Namun Nadine tidak mau memperpanjang urusan itu, ia menganggap perempuan itu sudah mengerti, sudah paham dengan apa yang tadi ia katakan kepadanya. Tinggal menunggu kedepannya saja, jika Raisa tetap saja masih bertingkah, maka, dia tidak akan tinggal diam saja. Karena merasa sudah tidak a
Sebenarnya Pak Harry telah menduga jika Raisa memiliki ketertarikan kepada Aliando, dilihat dari gerak-geriknya belakangan ini, sorot mata dan bahasa tubuhnya yang yang tidak seperti biasanya, juga sering senyum-senyum sendiri tidak jelas. Jadi ternyata memang benar jika Raisa memiliki perasaan kepada Aliando. Dulu, Pak Harry memang sering menggoda Aliando dan Raisa ketika sedang bersama, tapi hanya sebatas gurauan saja.Tentu Pak Harry tidak bisa bertindak lebih jauh lagi setelah mengetahui identitas Aliando yang sebenarnya. Kalau saja Pak Harry masih berkuasa (dengan catatan Aliando adalah orang biasa) Pak Harry akan memaksa Aliando untuk segera menikahi Raisa. Hal itu memang bisa ia lakukan, sebab, Pak Harry adalah salah satu tokoh dunia hitam yang paling dihormati dan disegani. Terkenal kejam dan tak pandang bulu pula, makanya, banyak orang yang tunduk padanya. Tapi sekarang dia telah terpuruk karena pengkhianatan dari orang dalam yang selama ini dia percayai dan lebih men
Rizal tersentak, kemudian geleng-geleng kepala, lantas mengurut kening. Ternyata Harry masih sama keras kepalanya seperti dulu. Setelah apa yang terjadi padanya?Rizal benar-benar tidak habis pikir dengan Abangnya itu. "Terserah kau saja lah, Bang! Aku sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan kau lakukan! Aku sudah capek menasehatimu berkali-kali tapi tidak pernah kau dengarkan!" Rizal berseru jengkel. Pak Harry terlihat tak terpengaruh dengan kekesalan Rizal. Wajahnya malah mengeras. Berkata lagi dengan gigi gemeretak."Zal...seharusnya kau itu mendukungku, bukannya malah menyalahkanku seperti itu! Seharusnya kau itu bisa memahami posisiku saat ini. Aku dikhianati oleh orang kepercayaanku. Aku tidak bisa menerima hal itu, Zal!" Kening Rizal berkerut, menatap Pak Harry lagi.Belum sempat Rizal menimpali, Pak Harry sudah bicara lagi dengan emosi yang membara. "Aku harus membuat Gading mati di tanganku!"Rizal mendengus, ia benar-benar sudah jengah menghadapi Harry. Bebal se
Muka Pak Harry jadi semakin tertekuk, pasti saat ini ia terlihat sangat mengenasakan di mata Pak Damar. "Setelah kau menyuruh anak buahmu untuk membuatku babak belur dan sampai masuk rumah sakit. Sekarang, aku melihatmu dalam keadaan cacat begini karna kau mengalami kecelakaan? Itu adalah balasan yang sangat setimpal, Harry." Lanjut Pak Damar. Seringaian lebar kembali menghiasi bibirnya. Bukannya dia senang melihat orang lain kesusahan, tapi apa yang dialami oleh Pak Harry itu tentu saja adalah sebuah pengecualian, karena dia memang pantas mendapatkannya."Ya...sepertinya itu adalah karma untukku, Pak Damar...aku baru menyesali perbuatanku kepada Pak Damar sekarang...maafkan aku ya, Pak Damar karna dulu aku sudah buatmu sengsara dan sampai masuk rumah sakit...sekali lagi...aku minta maaf..." Jawab Pak Harry dalam tundukan kepala. Saat ini ia merasa kerdil di hadapan Pak Damar. Berbeda sekali dengan dulu. Pak Harry langsung bisa mencerna situasi dengan cepat, dengan hanya melihat da