Pertama kali bertemu dengan Farhan, Tiara menganggap laki-laki itu adalah dewa penolong untuknya. Saat itu malam sudah akan tiba dan hujan semakin deras, Tiara hanya bisa meringkuk di pojok halte, beberapa kali ada angkot yang lewat, tapi bahkan dia tidak berani untuk berdiri dan masuk angkot yang akan membawanya pulang, dan akhirnya dia benar-benar melewatkan angkot terakhir yang datang. "Ini sudah hampir malam kenapa kamu tidak naik angkot tadi?" Farhan dengan sepeda motornya yang keren menyapa Tiara yang sedang duduk dengan gelisah. Selama ini dia hanya tahu nama dan muka saja, asisten dosen sekaligus aktivis di kampusnya, dia yang hanya seorang mahasiswi yang hanya dikenali oleh teman sekelasnya saja dan juga para guru pengajar, merasa surpraise disapa Farhan. "Aku... baik-baik saja, kakak silahkan pulang duluan," kata Tiara sambil mengernyit menahan sakit dan sepertinya Farhan mengetahui hal itu, dia langsung turun dari motornya dan duduk di samping Tiara. "Di mana rumahmu?
"Aku tahu kok dalam hancurnya sebuah pernikahan aku tidak bisa hanya menyalahkan kamu, aku juga bersalah dalam hal ini, mungkin ada kekurangan aku yang tidak bisa kamu terima." Tiara menyesap coklat panas yang telah dia pesan, rasa minuman yang manis, gurih dan sedikit pahit membuatnya memejamkan mata sejenak, menikmati apa yang menjadi favoritnya ini. Tak banyak membantu memang, tapi setidaknya dia lebioh rileks dengan meminum minuman ini. Kata orang minum atau makan coklat membuat pikirannya menjadi rileks, dan dia percaya hal itu, dan dia berjanji pada dirinya sendiri setelah pulang dari sini dia akan membeli coklat terenak yang bisa dia temukan. "Kamu tidak bersalah dalam hal ini, aku yang-" "JIka begitu kenapa aku yang dihukum!" kata Tiara dengan sedikit ketus. Tiba-tiba saja saat keluar dari kelasnya pagi ini, salah satu guru piket mendatanginya dan mengatakan ada tamu untuknya, dan itu sudah membuat perasaan Tiara tak nyaman. Entah mengapa akhir-akhir ini tamu yang
Berdebat dengan nada tinggi dengan Farhan adalah hal yang paling dihindari oleh Tiara, da tahu meski belum bisa menjadi sosok istri yang sempurna, paling tidak dia harus menghormati suaminya, laki-laki yang mengemban tanggung jawab dunia dan akhiratnya. Akan tetapi saat ini perasaanya benar-benar kacau, Farhan memang hanya diam saja, tak mengatakan ya atau tidak, tapi sepuluh tahun hidup bersama membuat Tiara sedikit hapal gelagat Farhan. Ya Tuhan.... bahkan rasanya lebih sakit dari pada diputusin pacaranya di SMA dulu. Dia butuh minum coklat panasnya lagi, tapi tangannya bergetar dengan hebatnya. Tiara tak yakin akan mampu memegang galas itu dengan benar, terpaksa Tiara menggenggam tangannya dengan erat, berharap itu juga bisa menahannya untuk berbuat anarkis di tempat umum. “Aku minta maaf ini pasti membuatmu terkejut, tapi aku berani bersumpah kalau hanya kamu wanita yang aku cintai dan inginkan untuk menjadi ibu anak-anakku.” “Jadi baby sister maksudmu,” kata Tiara dengan ket
Kalau dia mundur dari pernikahan ini akan banyak wanita di luar sana yang bisa menggantikan posisinya sebagai istri Farhan, tapi belum tentu bisa menggantikan posisinya sebagai ibu anak-anak Farhan. Hal itu disadari benar oleh Tiara, meski banyak orang yang bilang kalau dia sangat bodoh jika mau bertahan, Tiara akan menutup telinga, dia dan anak-anak menderita sedangkan Farhan bisa bahagia dengan istri barunya. Kesalahan dalam pernikahan memang tidak terjadi satu arah, tapi perselingkuhan adalah sesuatu yang fatal, dan Tiara tidak sudi, Farhan yang sudah membuatnya dan anak-anak menderita tidak akan mendapat balasan darinya, meski Tiara sadar dia akan merasakan hidup bagai di neraka. Sampai Tiara sendiri yang akan menyerah atau dibuang seperti sampah. “Bu Tiara baik-baik saja, kita akan menghadapi para auditor kalau ibu ada masalah pribadi tolong jangan mempengaruhi kinerja ibu di sini.” Astaga Si brondong marah. Tiara langsung berdehem dan menatap kertas-kertas yang tadi di sod
Kelemahan terbesar Farhan adalah dia mudah kasihan pada orang lain dan tidak berpikir panjang untuk menolongnya. Sikap yang baik memang andai saja sikap itu tidak membuat Tiara dan anak-anaknya terluka, dan TIara memutuskan tetap di sini bukan untuk dijadikan babu oleh wanita itu. "Punya hak apa dia ingin merawat Alena juga?" Tiara menatap dingin dan datar, dia yang biasanya lemah lembut dan menghadapi semuanya dengan senyuman telah hilang sepenuhnya. Memikirkan kalau sekarang suaminya bukan lagi miliknya seorang lagi sudah cukup sulit, apalagi memikirkan kalau wanita itu akan seenaknya berkeliaran di rumah ini, selama Tiara masih sah istri Farhan itu tidak akan terjadi. "Tiara kamu tidak lupa kalau dia itu-" "Kamu dan perempuan itu juga tidak lupa bukan kalau Alena secara hukum anakku, dan dia yang telah membuang anak itu di depan rumahku dengan tidak bertanggung jawab, ah aku tahu itu memang rencanamu tapi kamu lupa satu hal...." Tiara menatap Farhan dengan seringai sini
"Apa kamu sibuk hari ini, Riz? apa kita bisa bertemu sebentar? mungkin setelah mbak pulang sekolah?" Pesan itu Tiara kirimkan pada nomer Fariz, dan berharap adik iparnya itu akan segera membalas. Ini sebenarnya ide dari Keysa, satu-satunya sahabat tempat dia menceritakan semua keluh kesahnya, meski sahabatnya yang judes itu langsung memakinya setelah dia selesai bercerita semua yang terjadi dan juga keputusannya untuk bertahan saat ini. Meski setelah puas membodoh-bodohkannya, Keysa langsung mengatakan kalau Tiara perlu mencari tahu siapa sebenarnya Karin dan juga wanita bernama Nina yang sering menghubungi Farhan. "Jangan sampai ada Alena-Alena yang lain yang nanti suamimu minta untuk kamu besarkan, dekati wanita bernama Karin itu, untuk mengalahkan musuh kamu harus mengenalnya seperti kamu mengenalku." Yah dan hal pertama untuk mencari tahu semua itu adalah Fariz, karena Tiara tak yakin kalau Farhan sebenarnya mengenal perempuan yang menjadi istri keduanya itu dengan baik,
Fariz pertama kali bertemu denga Karin saat di tahun kedua SMP nya, gadis manis yang ceria dan mungil, sedangkan Karin baru masuk tahun pertama.Waktu itu sang gadis sedang menangis ketakukan karena tidak bisa membawa salah satu syarat yang diberikan panitia mos, Fariz sangat iba karena gadis itu begitu takutnya dihukum. Akhirnya Fariz meminta temannya sesama panitia mos untuk memberikan hukuman yang ringan pada gadis itu, mengetahui hal itu Karin sangat berterima kasih pada Fariz dan sejak itu mereka berteman. Saat tahun ajaran berikutnya Fira masuk ke sekolah yang sama dengan mereka, Fariz mengenalkan Karin padanya dan terbukti kedua gadis itu begitu cocok hingga bersahabat, dan saat Fariz sudah memasuki SMA, dia sedikit tenang karena Fira ada yang menjaga. Akan tetapi bencana itu tak dapat ditolak, Fira yang memang pendiam dan jarang memiliki teman hari itu pulang sekolah sangat terlambat entah dari mana, sedangkan Fariz sendiri terserang demam dan tidak dapat keluar rumah un
Tiara mengendarai motornya dengan pikiran penuh, sedikit penyesalan di hatinya karena menolak tawaran Fariz yang ingin mengantarnya pulang. Mungkin mukanya terlihat menyedihkan setelah pertemuan itu. Malu sebenarnya saat masalah rumah tangganya diketahui oleh orang lain, apalag itu atasannya sendiri yang nantinya akan sering bertemu dengannya. Meski Tiara yakin kalau Ilham bukan tipe orang yang suka mencampur adukkan masakan pribadi dan pekerjaan, akan tetapi tetap saja aibnya diketahui orang asing membuatnya sangat tak nyaman.Akan tetapi Tiara juga tidak bisa menyalahkan Fariz, dia hanya ingin Tiara percaya dengan apa yang akan dia sampaikan. Kenapa hidupnya jadi serumit itu, padahal dia sudah sangat hati-hati jangan sampai jatuh pada kesalahan yang membuatnya kesulitan. Seumur hidup Tiara belum pernah berurusan dengan polisi, bahkan dia tidak pernah ditilang saat berkendara di jalan, entah memang karena dia terlalu taat atau para polisi itu tak tega menilangnya.Karena itu di