Memaki sepanjang perjalanan mengingat kejadian tadi dengan orang asing, Dona tidak pernah kesal seperti ini sebelumnya dengan orang asing, ditekankan sekali lagi orang asing dan kalau perlu dicetak tebal dan garis bawahi. Ponselnya berbunyi, menatap sekilas siapa yang menghubungi semakin membuatnya kesal dan semua berawal dari Lucas.
“Kenapa?” tanya Dona setelah mengangkat panggilan yang dilakukan Endi.[Lucas bilang kalau kamu...]“Dasar mulut lemes dia itu.” Dona mengatakan dengan kesal.[Kita khawatir sama kamu] Endi menenangkan Dona yang sudah semakin kesal.“Kamu nggak tahu apa yang dia lakukan disini sama Anggi? Datang dan melakukan pengecekan laporan keuangan.” Dona mengatakan apa yang dirasakannya.Endi tertawa mendengarnya [Kamu tahu gimana dia, itu semua cuman alasan biar bisa liburan sama Anggi]Dona mencibir langsung dan membenarkan kata-kata Endi “Dimana kamu?”[Perjalanan hotel habis antar Tere ke kampus, mau aku salamin sama Irwan?]“Nggak usah aneh-aneh.” Dona menghentikan godaan Endi.[Dia pasti khawatir kamu mimpi buruk lagi, aku yakin Irwan sudah tahu apa yang kamu alami]Dona membenarkan kata-kata Endi, Irwan pasti sudah tahu jika dirinya mengalami mimpi buruk. Sayangnya tidak akan menghubungi Dona untuk bertanya kabar, jika bisa jujur Dona merindukan Irwan dengan semua perhatiannya.[Jangan mikir hal aneh, kamu tahu bagaimana bunda. Apa yang bunda lakukan salah, walaupun wanita itu...]“Aku nggak akan seperti bunda, cukup sudah apa yang dialami keluargaku dan pastinya aku tahu bagaimana perasaan Irwan sebenarnya. Dari awal memang tidak ada cinta dalam hubungan kita, kalau sampai terjadi semua itu bukan cinta.”Dona mengatakan untuk menyenangkan dirinya, keputusannya menjauh memang agar tidak semakin menambah perasaan pada Irwan. Perasaan wanita di keluarga Hadinata memang lebih lembut dan berani, termasuk apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. Dona bahkan tidak mendengarkan kata-kata Endi, fokusnya adalah keadaan jalanan yang ada dihadapannya.“Kita sambung nanti, salam buat Tere.” Dona mematikan sambungan mereka.Tujuannya saat ini adalah kantor, kembali kesana untuk melihat pekerjaan yang harusnya diserahkan pada Lucas sore ini. Pria satu itu meminta hasilnya sekarang juga, kepergiannya ke tempat lain untuk menenangkan diri dan ternyata tidak berhasil. Mobilnya langsung memasuki lobby kantor, Dona turun dan memberikan kunci mobilnya pada petugas.“Bagaimana sudah siap? Ayah?” Dona bertanya sambil melangkah masuk kedalam ruangan.“Pak Bima baru saja menyelesaikan tugas dari Pak Lucas.” Vivi mengatakan dengan suara pelan.Dona menghentikan langkahnya, memberikan tatapan penuh selidik pada Vivi yang menundukkan kepalanya.“Ayah yang mengerjakan?” Vivi menganggukkan kepalanya “Pak Lucas terima?” sekali lagi Vivi menganggukkan kepalanya “Ahh...”Dona meletakkan tasnya dengan kasar, melupakan keberadaan Vivi yang berada di ruangannya. Lucas memang membuat pikiran Dona pusing sepanjang hari, kedatangan tiba-tiba dan meminta laporan hari itu juga. Dona tahu apa yang Lucas lakukan untuk kebaikan dirinya, tapi tetap saja semua itu membuatnya kesal.“Aku pulang.”Dona melangkahkan kakinya keluar dari ruangan meninggalkan Vivi yang terdiam didalam ruangannya. Tujuannya saat ini adalah rumah, istirahat dan meletakkan badannya di ranjang karena tubuhnya benar-benar sudah sangat lelah. Dona sedikit bersyukur saat keadaan jalan tidak terlalu ramai membuatnya sampai di tempat tinggalnya dengan cepat, melangkahkan kakinya ke kedalam lobby apartemen untuk menuju unitnya dengan langkah pelan. Memutuskan bukan ke rumah melainkan apartemennya, tempat tinggal yang sudah menemaninya beberapa tahun belakangan.Dona membelalakkan matanya saat melihat seseorang yang ditemuinya di cafe tadi, pria tidak tahu diri yang memberikan obat. Menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, tapi tampaknya pria tersebut tidak menyadari keberadaan Dona yang berada di belakangnya. Fandi membalikkan badannya dan terkejut dengan keberadaan Dona yang ada di belakangnya, ekspresi terkejutnya dengan cepat berubah menjadi datar kembali.Masuk kedalam lift, berdua saja tanpa adanya orang lain hanya mereka berdua. Apartemen yang Dona miliki ini adalah apartemen dengan harga sewa yang tidak murah, jika orang yang berasal dari Indonesia tinggal di apartemen ini artinya adalah orang tersebut memiliki jumlah uang yang tidak sedikit. Dona hanya diam, tidak ada yang membuka suara sama sekali dan suara ponsel membuat Dona menatap kesal saat tahu siapa pelakunya.“Ada apa?” jawab Dona malas.[Pulang kemana? Kita belum bicara banyak]Dona memutar bola matanya malas “Lucas lebih baik mesraan sama Anggi daripada mikirin aku, lagian pekerjaan sudah ayah selesaikan.”Lucas tertawa mendengar kata-kata Dona [Kalau masalah mesra-mesraan sama Anggi kamu nggak perlu khawatir, tapi beneran kamu dimana?]“Apartemen.” Dona memilih menjawab daripada Lucas semakin berisik “Nggak ada kalian kesini! Aku mau istirahat jadi jangan ganggu, mending kalian mesraan aja.”[Aku mau nyuruh kamu ke hotel, dulu kan pernah sama Irwan jadi...]“Ngapain ngajak ke hotel sih? Hotel kan urusan Leo bukan aku, terus buat apa bawa nama-nama Irwan?”[Ngetest kamu udah move on atau belum?]“Sial! Aku bukan pelakor!”Dona menutup pembicaraan dengan Lucas, perasaan kesal mendominasi dan melupakan keberadaan Fandi yang mendengar jelas pembicaraan mereka berdua. Sedikit tenang dan seketika Dona menyadari jika terdapat seseorang yang berada didalam satu ruangan, menatap ke samping dimana Fandi tampak tidak peduli sama sekali.“Maaf kalau mengganggu.” Dona mengatakan dengan sopan.“Hm.”Dona menatap tidak percaya dengan reaksi yang Fandi berikan “Kamu tinggal disini?”“Hm.”Dona menghembuskan nafas panjang mendengar jawaban Fandi “Kamu nggak bisa bicara sampai hanya menjawab hm?” kekesalan mulai dikeluarkannya.Hari ini memang membuatnya kesal dan semua itu berawal dari omnya Lucas, pria yang usianya tidak berbeda jauh dengannya dan sialnya pria itu adalah adik bundanya dari ibu yang berbeda. Pertemuan dengan Fandi sebenarnya baik-baik saja, harusnya mereka tidak perlu saling menyapa saat berada di cafe tadi. Pintu lift terbuka membuat Dona menatap angkanya yang berada di angka enam belas, Fandi keluar dari lift dan langkahnya terhenti menatap Dona yang membuatya menahan tombol terbuka barangkali ada hal penting yang ingin Fandi katakan.“Kamu itu berisik jadi orang.”Fandi berjalan meninggalkan Dona yang masih mencerna kata-kata yang dikeluarkannya, tidak lama kemudian membelalakkan matanya setelah menyadari kata-kata Fandi. Dona memilih keluar mencari keberadaan Fandi yang ternyata belum terlalu jauh, berjalan cepat mendekatinya dan langsung memegang lengan Fandi yang membuat langkahnya terhenti menatap Dona bingung.“Apa salahku sampai kamu mengatakan itu? Kita baru mengenal beberapa jam dan kamu dengan seenaknya mengatakan itu?” Dona memberikan tatapan tajam dan kesalnya.“Kamu tersinggung?” Fandi melepaskan tangan Dona yang berada di lengannya “Kamu nggak sadar kalau dari tadi suaramu sudah mengganggu banyak orang termasuk di cafe.”Dona menggelengkan kepalanya mengingat pria bernama Fandi yang dengan kurang ajarnya mengatakan dirinya berisik, lebih mengejutkan lagi pria tersebut tinggal satu lantai dengan dirinya, tempat mereka sama-sama berada di paling ujung. Dona tahu jika tempat yang ada di ujung bukan tempat sembarangan, harganya tidak murah bahkan cenderung mahal, tidak berbeda jauh dengan tempatnya ini.“Artinya dia bukan pria sembarangan.” Memilih tidak peduli dengan membuka lemari esnya yang sialnya dalam keadaan kosong, Dona melupakan satu hal jika dirinya sudah cukup lama tidak mendatangi tempat ini, biasanya selalu meminta seseorang membersihkan dan mengisi lemari es yang harus diganti tiap minggunya, tampaknya orang tersebut lupa mengisi kembali.“Vi, kamu lupa isi lemari es?” tanya Dona ketika sambungannya diangkat.[Ya, hari ini mau beli. Kamu mau nitip apa gitu? Kirim pesan aja nanti aku belikan sekalian]“Bukan bibi yang bersihin?”[Bibi, Dona. Masalah l
“Tampan?” Dona memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Vivi setelah dirinya menceritakan tentang Fandi, pria yang ditemuinya di cafe dan berada dalam satu lantai dengannya. “Kalau dia mahasiswa berarti usianya masih muda, nggak bisa kamu gebet itu. Sayang sekali.” Vivi memberikan ekspresi sedih yang lagi-lagi hanya bisa membuat Dona menggelengkan kepalanya.“Kayaknya bukan berondong deh, aku lihat dia dewasa banget kaya Lucas gitu.” Dona mencoba mengingat Fandi.“Kaya gimana ciri-cirinya? Masuk kriteria kamu nggak?” Vivi menatap penuh rasa ingin tahu.“Makan dulu, aku udah lapar ini.” Dona menghentikan pembicaraan tentang Fandi.Vivi menatap hidangan diatas meja, secara tiba-tiba berdiri yang membuat Dona menatap bingung dengan mengerutkan keningnya. Pandangannya mengikuti kearah Vivi yang mengambil kotak makanan, melihat itu membuat Dona semakin bertanya-tanya. Vivi berjalan kearah meja makan mengambil makanan yang bar
“Kita ada kunjungan ke universitas.”Dona mengerutkan keningnya mendengar jadwal yang disampaikan Vivi, seingatnya tidak ada jadwal kunjungan ke universitas dan kalaupun ada biasanya bukan dia melainkan ayahnya atau orang lain.“Bukannya Pak Bima yang biasanya lakukan?’ tanya Dona penasaran.“Pak Bima minta ibu yang menggantikan, materi sudah dikirim ke email dan ibu tinggal baca.” Vivi menjawab dengan nada formal dan sopan.Mereka berdua bisa berubah dengan sangat cepat, bersikap professional ketika berhubungan dengan pekerjaan ada atau tidak ada orang. Berbeda cerita jika sudah diluar jam kerja atau pekerjaan mereka sudah selesai sepenuhnya, menghabiskan waktu bersama jika tidak memiliki kesibukan dan kebanyakan berada di apartemen seperti semalam.“Jam berapa?” tanya Dona sambil membuka email.“Setelah makan siang jadi kita makan siang disana, pihak panitia sudah menyiapkan makanan untuk kita.”“Makanan halal?” Dona m
“Acara bentar lagi mulai kita kesana sekarang.”Fandi hanya mengikuti temannya untuk datang ke acara yang diadakan kampus, mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari kampusnya membuat Fandi mau tidak mau harus mendatangi acara seminar macam ini. Teman-temannya mengatakan jika yang menjadi pembicara adalah pengusaha besar yang terkenal di Indonesia dan juga sudah memiliki perwakilan di Singapore, rasa penasaran dan ingin tahu membuat Fandi ikut serta dengan teman-temannya.“Setelah dari acara kita hangout di cafe,” usul Maria yang diangguki lainnya.“Kamu ikut?” tanya Clara yang berjalan disamping Fandi.“Belum memutuskan,” jawab Fandi cuek.Clara, wanita yang ada disampingnya ini langsung dekat dari awal mereka bertemu. Berasal dari negara yang sama hanya beda daerah, Clara tinggal di Bali dan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya di Singapore. Usia mereka berjarak cukup jauh mungkin hampir sepuluh tahun, tinggalnya di depan apar
“Bisa berhenti menatap seperti itu?” Dona mendengus pelan mendengar pertanyaan Fandi, kejutan yang benar-benar mengejutkan dirinya. Tidak sampai disitu Vivi seketika meminta Fandi dan Dona pulang bersama, alasan yang diberikan adalah Andrew, Dona tahu jika itu semua hanya akal-akalan Vivi padahal sebelumnya sudah mengatakan tidak peduli pada pria itu.“Kita langsung pulang atau bagaimana?” Fandi memilih bertanya pada Dona tentang apa yang harus dilakukan setelah ini.“Pulang.”“Ok.” Tidak ada pembicaraan lagi, mereka berdua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Fandi beberapa kali melihat Dona dari sudut matanya, masih teringat dengan reaksi yang diberikan saat melihatnya, satu lagi harusnya Fandi mengucapkan terima kasih pada Vivi yang memberikan usul agar mereka pulang bersama.“Kamu bagus tadi saat di depan, cara berbicara dan materi menjadi satu kesatuan belum lagi contoh yang kamu berikan.” Fandi membuka suaranya memberik
"Serius dia bicara begitu?" Vivi mengulang entah berapa kali yang membuat Dona hanya mengangguk malas "Kamu bilang kalau suruh kirim kesini?""Berapa kali aku harus jawab sih!""Aku hanya memastikan saja." Vivi memberikan reaksi santai.Pertemuan dengan Fandi berakhir tanpa ada pembicaraan lebih lanjut, Dona juga tidak ingin membuka pembahasan apapun. Dona benar-benar tidak menyangka jika Fandi akan meminta bantuan yang berhubungan dengan perusahaannya, baginya tindakan yang dilakukan sangat berani. Mereka turun di apartemen dan melangkah bersama menuju unit yang berada di lantai yang sama, tapi Dona memilih untuk pulang ke rumah orang tuanya setelah beberapa saat."Andrew nggak papa kamu kesini?" Dona mengalihkan pembicaraan dengan memberikan tatapan dalam."Dia ada yang harus diurus, daripada sendirian mending kesini. Nggak usah bahas aku, Fandi bagus buat melupakan Irwan lagian kalau aku lihat dia cowok baik." Vivi menaik turunkan alis
"Akang dapat acc magang?" Fandi menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Clara "Perusahaan besar itu? Yakin bisa masuk disana?""Namanya usaha," ucap Fandi santai.Fandi tidak akan memberitahukan semua yang terjadi, membiarkan Clara dengan pikirannya. Perusahaan yang ditujunya memang tidak main-main, beberapa temannya pasti juga menginginkan perusahaan itu, tapi dirinya mendapatkan keuntungan yaitu mengenal Dona yang bekerja disana."Kang, hubungan kita nggak bisa lebih?" Fandi menghentikan gerakan tangannya di keyboard menatap Clara dalam "Aku sudah bilang kalau hubungan kita hanya teman tidak lebih, tapi kalau kamu menginginkan lebih..."Fandi terdiam, mengingat percakapannya dengan Reno sebelum berangkat ke Singapore untuk membuka hati. Menatap Clara yang seketika membuatnya berpikir tentang banyak kata-kata Reno, tapi jarak usia mereka sangat jauh dan sifat mereka berbeda."Aku takut kalau tidak berhasil," lanjut Fandi k
"Pak Fandi, langsung saja naik ke lantai lima. Ibu Vivi sudah menunggu dan nanti akan diarahkan beliau bertemu Ibu Dona."Fandi melakukan apa yang dikatakan resepsionis, naik ke lantai lima dengan matanya menatap sekitar. Mengirim pesan pada Dona dan mendapatkan jawaban beberapa hari kemudian membuat Fandi langsung datang dan tidak membuang waktu untuk bertemu dengan Dona. Perbuatannya dengan Clara tidak berdampak apapun dalam hubungan mereka, menganggap tidak pernah terjadi apapun dan kembali seperti sebelumnya."Pak Fandi, mari ikut saya."Fandi menatap wanita yang ikut dengan Dona pada saat mengantarkan makanan, kalau tidak salah namanya tadi Vivi. Mengikuti langkah Vivi menuju ruangan yang tidak tahu apa, pintu terbuka dan langsung menampilkan Dona bersama dengan pria yang tampak seperti ayahnya."Silakan duduk, beliau adalah Pak Bima. Pak Bima adalah direktur di perusahaan ini, Bu Dona sendiri adalah wakil direktur." Vivi menjelaskan pada Fan