"Kamu nggak akan balik sini?" Dona menatap apartemen Fandi dengan tatapan sedih.
"Kalau kesini pastinya bukan tinggal disini, apa aku harus beli apartemen disini?" Fandi mengatakan tanpa menatap Dona dan memilih menata pakaiannya kedalam koper.Dona menggelengkan kepalanya "Aku ada apartemen di sebelah kamu ini, jadi kalau kamu datang kita tinggal disana.""Vivi?" Dona menepuk keningnya pelan "Nanti aku pikirkan gimana.""Memang punya banyak uang? Bukankah kamu dosen, dapat uang darimana? Bukan aku memandang sebelah mata tapi...." Dona memberikan tatapan penuh selidik dan seketika terdiam ketika menyadari pertanyaannya yang bisa melukai perasaan Fandi."Aku tahu dan paham, pekerjaanku memang dosen tapi aku juga ada proyek lain belum lagi kantor lawyer yang aku buat sama teman-teman. Cuman kalau dibandingkan dengan keluarga besarmu jelas kalah, tapi setidaknya aku bisa menghidupi kamu dan anak kita nanti." Fandi menatap Dona yang menganggu"Seksi?" Fandi melempar sofa kearah Reno "Aku tanya sebenarnya ini, aku belum bertemu sama dia.""Aku juga penasaran sama cewek ini," sahut Wima yang semakin membuat ekspresi wajah Fandi menahan emosi "Bukan masalah seksinya, tapi wanita ini hebat bisa membuat dosen membuka hatinya.""Sialan! Aku kira kamu bakal belain ternyata nggak jauh beda sama suami laknatmu ini." Fandi menatap kesal pada pasangan suami istri dihadapannya "Harusnya aku istirahat malah disuruh kesini, memang laknat kalian berdua.""Language, Fan." Wima memberikan teguran yang membuat Fandi mengucapkan maaf tanpa suara pada Reno "Tapi jujur aku memang penasaran."Fandi membuka ponselnya, mencari foto Dona yang sudah masuk ke folder sendiri dan memang dirinya siapkan jika kedua pasangan yang mengesalkan dan disayanginya ingin tahu. Fandi jelas tidak bisa berhadapan langsung dengan kedua pasangan yang sedang menatap kearahnya, mengulurkan ponselnya pada mereka berdua setelah janj
"Kamu selesaikan laporan ini," ucap Bima memberikan laporan pada Dona yang tampak lelah "Kamu tahu kalau Azka nggak tertarik sama beginian dan masih dalam proses belajar."Dona membuat bola matanya malas, meskipun begitu tetap melakukan apa yang dikatakan ayahnya. Menyelesaikan pekerjaan dengan cepat agar bisa bertemu dengan Fandi secepatnya, mereka selama ini menghabiskan waktu melalui sambungan ponsel dan tidak bisa terlalu lama.Pekerjaan yang membuat semuanya tidak bisa berlama-lama, Dona tidak tahu bagaimana bisa Fandi mendapatkan proyek untuk menangani sesuatu. Fandi juga mengatakan akan mengerjakan karya ilmiah bersama rekan dosen dan mahasiswa andalannya. Dona lebih banyak berada di perusahaan menyelesaikan pekerjaan sebelum ditinggalkan, ditemani Vivi dan ayahnya sedangkan Azka tidak tahu berada dimana."Ayah itu suka pilih kasih," ucap Dona setelah selesai semua dan Vivi keluar dari ruangan.Bima mengerutkan keningnya "Kenapa bisa bilang
"Sejak kamu datang dari Singapore rasanya nggak pernah berhenti," ucap salah satu rekan dosennya, Farhan.Fandi tersenyum mendengarnya "Rezeki nggak boleh ditolak, anggap saja begitu."Fandi mengakui sejak kedatangannya secara tiba-tiba diberi kepercayaan mengerjakan karya ilmiah dan tidak hanya itu kantor firma hukumnya mendapatkan kepercayaan menangani kasus. Fandi tidak menghubungkan dengan Dona atau keluarganya sama sekali, walaupun mereka memiliki perusahaan besar tapi tidak akan sampai sejauh ini."Dengar-dengar dapat cewek sana?" Farhan memberikan nada menggoda."Semoga saja jodoh," ucap Fandi meminta doa hubungannya dengan Dona."Kamu tahu kenapa Retno mau ikutan?" Fandi mengerutkan keningnya "Kamu nggak tahu alasan dia langsung setuju?""Bukannya fakultas memilih karena pintar?" Fandi memberikan alasan yang dirinya tahu."Kamu sama sekali nggak tahu gosip yang ada." Farhan menggelengkan kepalanya mendengar perta
"Bagaimana kabar Fandi?" Dona mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan sang ayah ketika baru datang bersama dengan Azka di belakangnya, melihat dengan tatapan tanda tanya yang tampaknya tidak disadari sang ayah."Bunda kepo, tanya mulu makanya ayah tanya ke kamu sekarang." Azka mengatakan dengan suara pelan yang diangguki Dona."Baik, Fandi memang lagi sibuk jadi memang hubungi kalau sempat.""Bisa kamu?" Bima memberikan tatapan selidik yang membuat Dona menelan saliva kasar "Ayah kenal kamu dengan baik jadi tahu kalau kamu nggak bisa.""Fandi mengubah Dona dengan baik," ucap Azka yang menaik turunkan alisnya.Dona menundukkan kepalanya dan yakin jika wajahnya sudah memerah sekarang, Azka benar jika Fandi mengubah dirinya dan terbukti dengan rutinnya Dona mendatangi psikiater dan psikolog secara bersamaan. Hal yang mungkin sudah disadari kedua orang tuanya sejak kedekatannya dengan Fandi dan itu juga alasan mereka setuju denga
"Itu susahnya kalau LDR, lagian sok-sokan." Leo menggelengkan kepalanya yang langsung mendapatkan pukulan di lengan dari Fransiska "Sayang, kamu malah belain Dona?""Mas itu kebiasaan semua di godain," omel Fransiska yang langsung menolehkan kepalanya di belakang "Jangan masukkan hati kata-kata masmu."Dona menganggukkan kepalanya dengan senyum terbaiknya "Sudah biasa, kak.""Fandi tahu kamu kesini?" tanya Leo yang mengalihkan pembicaraan."Belum, aku dadakan kesini." Leo menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Dona "Terus ini gimana? Kamu mau kemana?""Nginep dulu di hotel, boleh?" Dona meminta pendapat terlebih dahulu."Kamu nggak akan godain Irwan, kan?""Astaga! Mas, aku udah melupakan Irwan. Aku kalau belum melupakan Irwan nggak akan jalin hubungan serius sama Fandi." Dona menatap kesal Leo yang kembali mendapatkan pukulan di lengan dari Fransiska "Pukul aja Mas Leo, mbak. Aku lama-lama juga kesal, kalau perlu sur
"Sahabat kamu? Anaknya udah dua? Kamu bahkan belum punya anak sama sekali.""Nanti kita langsung program kembar," ucap Fandi yang membuat Dona membelalakkan matanya.Fandi memang sudah merencanakan dari lama, pertemuan sahabatnya dengan Dona. Kegiatan ini bukan karena Reno dan sang istri yang ingin bertemu dengan Dona tapi memang sudah dia rencanakan hanya saja tidak tahu kapan waktu yang tepat, kedatangan Dona secara tiba-tiba membuat Fandi langsung melakukannya."Aku perlu menyiapkan sesuatu?" Fandi mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Dona "Maksudnya?""Siapa tahu aku harus bersiap dengan godaan atau kata-kata kasarnya," jawab Dona polos.Fandi tertawa mendengarnya "Dia nggak akan berani mengeluarkan kata-kata kasar, istrinya akan langsung memberi hukuman untuk tidak masuk kamar. Godaan? Tampaknya sama dia nggak akan berani menggoda kamu.""Berapa lama kalian berteman?" "Sekolah menengah atas mungkin
"Reno dan Wima menyenangkan."Fandi tersenyum mendengarnya, sepanjang pengamatan selama di rumah kedua sahabatntya Dona tampak nyaman dengan anak mereka, Dona bahkan diam-diam memesankan makanan yang bagi Fandi dan kedua sahabatnya sangat mahal, sikapnya itu berhasil membuat sahabatnya menerima kebaikan Dona."Mau ketemu mereka lagi lain waktu?" Dona mengangguk tanpa berpikir terlebih dahulu."Kita mau kemana?" Dona menatap sekitar."Rumahku.""Rumah kamu? Rumah orang tuamu juga? Kalau ya kita mampir toko roti beli sesuatu." Dona seketika panik mendengar jawaban Fandi."Rumah yang aku beli, nggak terlalu besar karena memang hanya aku sendiri yang tinggal. Aku sudah mencari rumah untuk kita tinggali setelah menikah, nggak mungkin kita tinggal disini karena memang kecil."Dona tidak membantah kalimat Fandi, wanita mana yang tidak senang rumah apalagi rumah itu dari pria yang berarti baginya, pria yang baru dikenalnya dan t
"Kegiatanku padat ya?" sindir Dona yang seketika Fandi tertawa mendengarnya."Aku hanya memanfaatkan waktu yang ada," ucap Fandi tanpa bersalah."Minta nikah bulan depan, sekarang juga datang ke rumah orang tuamu." Dona menggelengkan kepalanya melihat apa yang Fandi lakukan.Semua terjadi begitu cepat, kemarin Fandi meminta mereka menikah bulan depan dan pagi-pagi sekali sudah ada di depan pintu kamar hotel mengajak Dona ke rumah orang tuanya. Dona yang seharusnya mendatangi agency akhirnya batal, menghubungi Endi menjelaskan apa yang terjadi setelah selesai menghubungi ayahnya, hal yang membuat Dona sedikit kesal adalah keluarganya sudah tahu apa yang terjadi."Kamu minta ijin sama ayah?" Fandi menganggukkan kepalanya "Endi juga?" Fandi kembali menganggukkan kepalanya dan Dona menghembuskan napas lelahnya "Memang kamu dekat sama saudaraku?" "Nggak juga, aku hanya punya nomer Leo, Endi, Lucas, Om Rifat, Azka, Jimmy, Billy...""S