POV AzlanHari berlalu, minggu demi minggu, hingga tahun berganti. Lima tahun sudah kehidupanku bersama Nara aku lalui. Hari-hari penuh canda tawa bahagia. Tak ada lagi keraguan terhadap cinta Nara ataupun benih siapa yang dulu tumbuh di rahimnya.Rahasia antara Nara dengan Om Fadli juga tetap terjaga. Bahkan hubungan Papa dengan Om Fadli telah membaik. Hubungan Papa dan Mama juga semakin harmonis, begitu pun Om Fadli dengan istrinya. Kurasa mereka telah menyadari bahwa selama ini salah mencintai, sehingga akhirnya mereka memilih menghabiskan waktu menua bersama pasangan.Hubungan pernikahanku dengan Nara juga semakin harmonis, ditambah lahirnya Tasya Putri Wijaya anak kedua kami. Kehadiran anak gadis dengan wajah imut menggemaskan. Masih teringat dalam memori indah, tepat saat malam ulang tahun Nara. Setelah sekian lama menunggu kesiapannya, akhirnya kondisi Nara semakin membaik dan siap kembali mengarungi lautan asmara bersamaku.Malam itu, dengan mengenakan lingerie merah maroon d
POV AzlanAku menatap wajah wanita yang melahirkanku, tetapi juga wanita yang mengatur seluruh kehidupan dan masa depanku.Rasanya tidak ikhlas membiarkan Nara terus berjuang melahirkan para pewaris tahta kerajaan bisnis Wijaya Pratama. Takut akan kehilangan mendominasi hati dan pikiran ini.Di tengah kecemasan yang melanda, ditambah sikap Mama yang masih mempertahankan ego, suatu peristiwa di luar dugaan pun terjadi. Kurasakan dunia begitu sempit.Sosok Bu Rosmala dengan wajah sayu, dia didorong menggunakan kursi roda. Aku pikir, aku adalah orang pertama yang melihat dia, sehingga hendak mengalihkan pandangan Mama. Nyatanya, aku telat.Mama telah melihat wanita yang pernah menghancurkan rumah tangganya. Wanita dari masa lalu yang begitu pahit. Kedua bola manik Mama pun membulat, ada ekspresi terkejut bercampur rasa penuh kebencian.Mama berdiri dari duduknya, kemudian menghampiri Bu Rosmala yang datang bersama seorang wanita muda di belakangnya. Entah siapa dia, karena aku pun baru
POV AzlanSaat ini aku terjebak dalam situasi sulit. Ingin tetap menutupi rahasia, tetapi sang pemilik sumber telah hadir. Tak ada jalan menghindar, mungkin hari ini adalah takdir terbongkarnya rahasia.Aku pasrah. Tak tahu lagi harus bersikap bagaimana. "Azlan, jawab Mama! Apa benar Nara adalah anak dia?!" tanya Mama penuh penekanan dengan telunjuk mengarah pada Bu Rosmala.Aku terdiam, hanya bisa menjawab dengan anggukan. Tanpa disangka, anggukanku membuat Mama kaget hingga tubuhnya limbung dan hampir jatuh.Papa berusaha menolong, tetapi Mama menolak. Dia memegangi pelipisnya, lalu sedikit mengurut."Jadi benar, yang di dalam sana adalah Nara anakku?" tanya Bu Rosmala dengan nada senang karena melihat anggukanku tadi."Jadi ... jadi ... anak ini adalah cucuku?" Bu Rosmala kembali bertanya dengan tatapan ke arah Azra."Cukup! Dia bukan cucumu! Aku tidak sudi berbesan dengan wanita macam kamu!" teriak Mama seraya mengambil Azra dari tanganku."Azlan, segera ceraikan istrimu! Aku tid
POV AzlanAku melangkah kembali ke ruang operasi. Menunggu Nara selesai pemulihan dan diantar ke ruang rawat inap.Tepat saat kaki berdiri di depan ruang itu, dua petugas keluar membawa Nara menggunakan brankar. Aku membuntuti dari belakang. Wajah Nara begitu sayu, aku tak tahu hal apa yang sudah dia lewati di dalam sana. Yang aku tahu hanya satu, perutnya terluka demi melahirkan anak keturunanku.Ingin sekali kupeluk dia, memberikan tempat ternyaman dari segala kelelahan. Namun, saat ini mata Nara hanya terpejam. Ada bulir bening yang diam-diam menetes dari sudut matanya.Aku harap, itu adalah air mata bahagia karena anak ketiga telah lahir dengan selamat. Sesampainya di ruang VVIP, Nara dipindahkan ke tempat yang tersedia. Mama memang baik, memberikan fasilitas terbaik untuk menantunya.Setelah selesai, petugas pun berpamitan. Tak lupa aku ucapkan pada dua petugas itu.Suasana begitu tenang, tak ada hiruk pikuk suara berisik mengganggu. Aku mendekat ke Nara, kemudian duduk di kursi
Tampak wajah Della menunjukkan rasa tidak percaya. Dia menggeleng, menampik semua kenyataan yang aku sampaikan."Kalian pasti hanya ingin memfitnah Budhe Ros! Kalian jahat! Orang sebaik Budhe Ros tidak akan melakukan hal sehina itu!" teriak Della tidak terima."Sekarang ikut aku, akan aku tunjukkan di mana Nara. Kamu bisa tanya dia, dan di sana juga ada ayahnya Nara!" tantangku seraya menarik lengan Della.Gadis muda itu masih menolak ajakanku. Dia berusaha menepis tangan dengan sangat kasar. Della benar-benar tidak terima dengan apa yang aku jelaskan."Kalian itu sama saja! Buat apa aku percaya kalian yang baru saja aku kenal? Aku ... aku yang sekian lama mengenal Budhe Ros! Dia orang yang baik!" Della masih bersikukuh dengan pendapatnya."Baiklah kalau kamu tidak percaya. Kamu tidak mau juga aku ajak ketemu Nara untuk mengetahui kebenaran. Lebih baik, tanyakan pada Budhe-mu itu saja!" ujarku seraya tersenyum sinis.Gadis lugu itu terdiam sesaat. Ada keraguan di sorot matanya. "Kena
POV AzlanKeesokan hari ....Aku berpamitan pada Nara untuk ke kantor sebentar, dengan alasan ada dokumen yang harus aku tanda tangani dan ketemu dengan klien penting. Seperti biasa, Nara tak banyak menuntut waktuku. Dia sangat memahamiku.Sebenarnya aku tidak benar-benar ke kantor. Itu hanyalah alasan yang aku buat-buat agar bisa ke rumah Mama bareng Om Fadli.Hari ini masalah harus segera tuntas. Aku tidak ingin saat Nara pulang, dia harus menghadapi sikap dingin dan ketus Mama. Sesuai kesepakatan, aku dan Om Fadli mendatangi rumah Mama. Tampak Om Fadli membawa sebuah amplop panjang di tangannya. Aku yakin, itu adalah bukti test DNA Nara.Saat kami datang, Mama yang tengah duduk di belakang rumah, menikmati secangkir teh sembari melihat seluruh tanaman kesukaannya. Om Fadli segera melempar amplop panjang itu ke atas meja, tepat di hadapan Mama. Hal tersebut membuat Mama terkejut dan mendongakkan kepala. "Kamu ini, Mas. Kalau datang nggak usah bikin kaget, bisa kan?""Ratih, aku ng
Melihat perjuangan Om Fadli, sungguh mengharukan. Siapa sangka, lelaki yang dulu sering bikin masalah justru punya hati nurani yang begitu tulus.Aku yang sedari tadi hanya berdiri di belakang Mama, akhirnya turut maju ke depan dan bicara."Ma, Om Fadli ada benarnya. Mama tidak bisa bertindak semena-mena pada Nara, hanya karena sakit hati Mama pada Bu Rosmala."Mama yang mendengar ucapanku langsung menatap tajam ke arahku. "Jangan pernah lagi kamu sebut nama itu! Kamu harus ingat, Azlan ... seberapa banyak air mata yang jatuh gara-gara wanita bedebah itu?""Aku paham, Ma. Tapi tidak seharusnya Mama menghukum Nara atas perbuatan ibunya! Dia tidak tahu apa-apa, bahkan selama ini dia dibuat menderita oleh ibunya sendiri. Itu sudah lebih dari cukup, Ma!""Kalian ini kenapa sih? Kenapa kalian sulit sekali memahami perasaan ini? Kalian pikir mudah melalui semua itu?""Ma ....""Cukup, Azlan! Mama mau istirahat, Mama tidak ingin bicara apapun!" ucap Mama dengan nada kesal, kemudian berlalu d
POV NaraSudah dua malam aku menginap di ruang VVIP rumah sakit ini. Ada kelegaan karena melihat anak ketiga lahir dengan selamat. Namun, di sisi lain ada pula kekhawatiran mengenai ucapan Ryan.Ya, aku takut jika sampai Azlan termakan oleh ucapan Ryan. Bahkan jika sampai test DNA itu dilakukan, aku pun benar-benar tak siap. Takut jika hasilnya tak sesuai harapanku.Itu sebabnya kenapa aku menangis saat Azlan datang menemuiku. Ada perasaan bersalah telah me menyembunyikan peristiwa malam itu dari Azlan.Hari ini, Azlan pamit untuk mengurus beberapa pekerjaan di kantor. Aku tidak bisa mencegahnya, apalagi menuntut waktunya. Kata Bu Wijaya, aku harus mandiri ketika suami pergi mencari nafkah. Bagiku, ucapan itu benar.Bu Wijaya sudah aku anggap seperti ibuku sendiri. Mungkin cukup ironis, ibu kandung tak bisa menyayangiku. Namun, Bu Wijaya sebagai ibu mertua justru mampu memberikan kasih sayangnya padaku.Hal tersebut yang membuat aku memilih menuruti kemauannya. Anggap saja sebagai bal