"Aku pelakunya?" Junior menunjuk diri sendiri. Mahes mengangguk dengan senyum merekah. Di tangannya ada alat uji kehamilan yang menunjukkan dua garis merah. Pertanda kalau perempuan itu memang tengah positif berbadan dua.Junior meraup wajah segera. Ya Tuhan, kenapa dia bodoh. Toh, selama ini juga orang yang hampir setiap malam menggagahi Mahes adalah dirinya.Kedua kaki pria itu lemas, sampai dia berjongkok."Kak!" Mahes malah jadi takut suaminya kena serangan jantung. Saat perempuan itu berjongkok di depannya, Junior segera memeluk erat."Hes, beneran kamu hamil anak kita?"Mahes mengangguk. "Tapi, masih harus periksa lagi ke dokter. Takut alatnya salah."Junior menggeleng. "Nggak, kamu nggak boleh ngomong gitu. Ini kamu pasti beneran sudah mengandung anakku."Mahes meraih tangan Junior dan menempelkan di perutnya. "Kerasa nggak kalau ada bayi?"Menunggu beberapa detik, Junior menggeleng. "Nggak kerasa apa-apa, Hes." Dia kelihatan bingung saat mengatakannya. "Apa dia masih tidur?"
"Ibu belum tahu adiknya Kasa nanti laki-laki atau perempuan." Mahes mulai menyadari kalau anaknya saat ini sedang cemburu. "Tapi, apa bedanya, andainadiknya Kasa ini laki atau perempuan?"Pipi Kasa yang tembam itu tampak menggelembun. Mahes ingin tertawa karena anaknya ini malah terlihat mirip lumba-lumba."Aku mau tahu, adiknya laki-laki atau perempuan. Kalau perempuan, Ibu akan lebih sayang padanya?"Mahes menggumam, mengulur waktu untuk menjawab. "Menurut Kasa?"Kasa tidak tahu jawabannya. "Ibu …." Bocah satu itu memanja. "Kalau Ibu punya anak perempuan, jangan berubah sayangnya denganku."Mahes mengekeh. "Sekarang, Ibu tanya sama Kasa." Perempuan itu membuat anaknya berpikir cukup keras. "Kasa sayang nggak, sama ayah?"Kasa mengangguk sebagai jawaban."Waktu Ibu datang ke rumah ini, apa sayangnya Kasa ke ayah berubah?""Nggak. Aku masih sama sayang dengan ayah."Mahes mencubuy gemas pipi anaknya. "Ibu juga sama kalai begitu. Maksudnya, saat adikmu ini lahir, Ibu akan tetap sama sa
Yugo sudah selesai mengemas semua barangnya. Besok dia akan berangkat ke luar negeri untuk melakukan operasi matanya. Sudah cukup lama dia merahasiakan ini dari Angela. Tinggal satu langkah lagi saat besok semuanya berjalan lancar atau bahkan sampai semua urusannya selesai perempuan yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu tidak boleh tahu rencana Yugo untuk mengobati matanya.Semua persiapan ini dilakukannya diam-diam. Beberapa kali memang Angela curiga dengan apa yang Yugo lakukan. Tapi, pria itu sejauh ini masih berhasil untuk membuat angela tidak curiga padanya.Saat sedang sibuk begitu, dia malah mendengar suara Angela."Siena, kamu nggak mau membuka kuncir rambutmu itu!" Angela membentak anaknya."Nggak mau, Ma …." Sienan menjawab. "Aku suka dengan pita rambut yang dipasang ink.""Kamu mau mandi sore ini, apa itu nggak juga mau kamu buka?" Angela terdengar sangat marah."Nggak mau, Ma.""Mama akan kuncir lagi!""Aku nggak mau, Ma."Yugo tidak tahan dengan keributan i
Angela mengekeh ketika Adrian berkata ingin menemaninya malam ini."Memangnya kamu nggak punya istri yang akan menunggumu di rumah?""Aku nggak punya siapa-siapa yang menunggu di rumah. Kamu sendiri gimana?" balas laki-laki itu. "Memang nggak ada laki-laki yang sedang menantimu di rumah ataupun akan menemanimu di sini?"Angela menipiskan bibir. Semestinya ada laki-laki yang menunggunya di rumah atau setidaknya sedang bersamanya. Sayang sekali, laki-laki itu saat ini sedang tergoda dengan perempuan lain. Seorang wanita yang pernah tidur dengannya.Angela tidak tahu bagaimana perasaan Yugo sekarang pada wanita tersebut."Aku di sini sendiri, berarti nggak ada siapa-siapa yang sedang menungguku."Adrian menarik kedua sudut bibirnya mendengar omongan tersebut. "Kalau begitu, kita sama." Dia kembali meneguk minumannya. "Aku juga nggak punya siapa-siapa yang sedang menunggu saat ini. Entah di rumah atau di mana pun itu."Angela menghabiskan satu tegukan terakhir minumannya. Perempuan itu h
Setelah bangun tidur tadi Junior sama sekali tidak memeriksa ponselnya. Dari mengantar Kasa ke sekolah, baru laki-laki itu memeriksa pesan yang masuk. Betapa terkejutnya laki-laki itu karena baru tahu kalau Ellena bilang ada perubahan jadwal. Berhubung sudah tanggung untuk dibicarakan di sini, JUnior memilih untuk bergegas ke kantor.Sesampainya di sana, kebetulan bertemu di lobby dengan sekretarisnya. “Len, kamu benar sudah pastikan lagi kalau Ibu Melinda itu meminta perubahan jadwal?”Ellena mengangguk. “Benar, Pak. Dari perwakilannya, sudah konfirmasi ke kita, kalau mereka meminta perubahan jadwal pertemuan.”Junior menggeram. “Kenapa kamu nggak konfirmasi lebih awal dengan saya?”Ellena menundukkan sedikit kepalanya. “Maaf, Pak, tapi saya sudah konfirmasi dengan Bapak lebih awal. Sayangnya, Bapak mungkin nggak memeriksa email ataupun pesan yang saya kirimkan."Iya, benar. Junior kalau sudah malam tidak suka memeriksa pekerjaannya lagi karena menurutnya sudah harus fokus pada ist
Sebelumnya, Junior tidak tahu kalau Melinda Liem masih berkerabat dengan Marine. Setelah pertemuan tadi, rupanya gadis yang pernah menjadi rekan menari bersama Junior itu ada di restoran yang sama dengannya.Selesai pertemuan Junior dengan Melinda, mungkin Marine sebelumnya sudah berkomunikasi dengan tantenya itu sehingga dia bisa tahu dengan pas kapan Junior selesai.Mereka bertemu. Marine tampak sedih karena ada masalah besar yang dihadapinya.Gadis itu belum bisa berhenti mencintai Junior sekalipun sudah tujuh tahun lamanya cinta itu tidak pernah terbalas. Tidak peduli apakah saat ini Junior bisa menerimanya atau tidak, yang jelas Marine tidak bisa pergi dari pria itu.Perempuan itu masih berharap, Junior mau buka mata bahwa dirinya jauh lebih baik dari Mahes. Suami Mahes itu adalah salah satu peluang besar bagi Marine untuk bisa selamat dari perjodohan yang direncanakan ayahnya.Junior mengabaikannya. Dia tidak mau bicara dengan Marine terlebih untuk masalah pribadi yang cukup se
Pintu lift akan segera terbuka. Mahes tidak akan sanggup jadi tontonan orang kalau sampai dia dan Junior masih berada dalam posii seperti ini.Napas Junior menderu, tinggal satu detik lagi akan terbuka pintu lift Mahes bilang, "Oke, ayo kita ngomongin ini sekarang."Saat istrinya sudah menjanjikan demikian Junior bisa bernapas lega. Dia juga tahu malu, Tidak bisa dibayangkan kalau sampai benar harus membuka pakaiannya di sini hanya untuk mengancam Mahes.Pintu terbuka Junior menekan tombol lagi ke atas."Kak!" Mahes kesal dengan kelakuan suaminya. "Aku bilang kita bisa ngobrol. Jangan bawa aku ke atas kayak gini lagi! Kakak kira aku nggak mual apa, naik turun lift sampai tiga kali kayak gini!"Junior menyimpulkan senyum. "Ruanganku ada di lantai natas, kita ngobrolnya di lantai atas."Mahes tetap memberengut mendengar penjelasan Junior. Sampai pintu lift sudah terbuka pun dia tetap menekuk wajahnya.Junior meminta agar rantangan yang dibawa wanita itu biar dia saja yang membawanya. "
'Jun, kamu kok lama banget nggak ke rumah Papa?' Pesan singkat saja diterima Junior malam hari sebelum dia tidur.Melihat ekspresi suaminya yang seperti orang gelisah tersebut. Mahes menyadari kalau ada sesuatu yang tidak biasa. Beberapa hari yang lalu Junior dia pergoki sedang berdua dengan wanita yang tidak lain adalah mantan rekan menarinya dulu. Kali ini kalau ada masalah apa masih dan kaitannya dengan Marine? "Ada apa, Kak?" Mahes bertanya pada suaminya. Junior tidak mau ada rahasia di antara mereka dan juga khawatir Mahes mencurigai dirinya macam-macam Jadi dia menunjukkan isi pesan di ponselnya."Papa barusan kirimkan pesan. Katanya sudah lama kita nggak ke sana."Benar juga. Sudah lama mereka tidak ke rumah Sudibja. Dulu saat hubungan mereka sedang bergolak, ditambah puncak masalah di mana Amarta terus menyalahkan Junior. Dari saat itulah jadwal mereka untuk ke sana semakin jarang. Sebenarnya Mahes mau saja ke sana. Tapi, Junior yang melarangnya dan sebagai istri juga dia