Junior orang yang acak. Dia biasa melakukan apa-apa tidak teratur. Untuk mencari Mahes yang belum pulang, dia mulai menyusuri dari sekolah sampai mencari teman sekolahnya yang mungkin tahu di mana gadis itu berada.
Beda dengan Yugo. Dia yang sudah jauh lebih dewasa berusaha untuk tenang dulu memikirkan kemungkinan terbesar di mana Mahes saat ini.
Yugo tentu menyimpan alamat Mahes karena sebelum gadis itu masuk ke rumah dia sudah membicarakan ini dengan Sudibja.
Seseorang yang tidak punya siapa-siapa dan tidak tahu mau ke mana, ke mana lagi kalau bukan pulang ke rumah lamanya.
Ya, benar saja ketika dia ke sana Mahes tengah duduk sendiri di teras rumah, wajahnya pucat dia mungkin kelaparan.
Yugo memberikan jaketnya. Mahes merangkak mundur, urat-urat di wajahnya menegang.
"Kamu mikirin apa?" Yugo bertanya dingin. "Jangan kamu kira kalau aku akan mengulangi kecerobohan yang kemarin!"
Mahes menutup dirinya. Perempuan itu jengkel sendiri karena dia tidak punya kekuatan untuk memaki atau menghardik pria terkutuk yang sudah melecehkannya.
Yugo melipat tangan di depan Mahes. "Ayo pulang, orang rumah sudah pada khawatir dengan kamu."
"Aku mau di sini malam ini."
Yugo menarik lengan Mahes, adik angkatnya itu gemetar matanya juga membulat. Dengan tidak berperasaan Yugo menariknya untuk masuk ke mobilnya. Dia kunci segera di saat Mahes meronta ingin keluar.
Yugo tidak bicara apa-apa, memasangkan sabuk pengaman, tapi di saat tubuhnya mendekat Mahes malah teriak.
"Mau apa kamu!"
Yugo membeku sejenak. Dia tidak ingat seberapa menyerahkannya saat itu sampai membuat Mahes ketakutan begini.
Alih-alih meminta maaf atau membuat tenang Yugo menjepit wajah Mahes dengan ibu jari dan juga telunjuknya.
Mata Mahes memelotot. Sungguh dia tidak punya daya untuk melawan Yugo yang jauh lebih dewasa dan juga punya badan dua kali lipat lebih besar.
Mahes meronta, Yugo semakin mengencangkan cengkeramannya hingga pipi Mahes terasa sakit.
"Aku nggak ada niat untuk menyakiti kamu. Jadi, stop berpikiran kalau aku ini masih punya nafsu untuk macam-macam dengan kamu!"
"Kalau begitu, biarin aku pergi. Aku nggak bisa di sini!" Mahes sangat memohon.
"Kamu tahu apa alasanku sampai harus cari kamu ke sini?" Yugo mengguncang Mahes. "Karena kamu sudah buat keluargaku ribut malam ini. Apa kamu pikir bisa duduk tenang kalau kamu buat masalah?"
"Aku nggak berbuat apa-apa!"
"Iya, memang kamu nggak bisa berbuat apa-apa, makanya diamnya kamu pun sudah jadi masalah." Yugo menghempas Mahes hingga perempuan itu terhuyung ke sandaran kursi mobil.
Yugo menghela napas berat. "Soal kejadian malam itu aku mabuk, nggak sabar apa yang aku lakukan. Nggak usah dianggap kalau aku punya niat macam-macam lagi."
Melupakannya?
Hanya wanita murahan yang akan lupa apa yang Yugo lakukan padanya saat itu. Dia menyakiti Mahes fisik dan mental juga merusak masa depannya. Perbuatan juga membuat Mahes menjadi sulit berkomunikasi terutama laki-laki.
"Aku mau pulang sendiri." Mahes mencoba untuk membuka pintu mobil.
"Kamu nggak akan bisa keluar dari sini. Jaga sikap kamu, aku bakal bawa kamu pulang atau kalau masih mau ngotot untuk turun di sini aku bisa bikin kamu bungkam selamanya!"
Yugo membuat Mahes semakin pucat. Kesempatan itu digunakannya untuk membuat Mahes lebih paham dengan apa yang dia maksud.
"Nggak ada saksi untuk kejadian waktu itu. Kamu harus tutup mulut kalau nggak mau buat Bi Asih celaka atau kamu buat papaku yang sudah baik ke kamu itu kena serangan jantung!"
Menyeringai Yugo melihat Mahes tercenung di depannya begini. "Sekarang kamu bisa lebih tenang, 'kan?" tanyanya. "Ingat, bukan cuma kamu yang celaka kalau sampai berani buka mulut. Tapi, papaku dan juga Bi Asih!"
Mahes tidak pernah pernah menyangka kalau Yugo akan mengancamnya seperti seorang penjahat eprti ini. Yang gadis itu pikirkan adalah keselamatan Asih dan juga Sudibja yang sudah amat baik padanya.
Tutup mulut saat ini adalah cara yang paling baik agar semuanya tetap selamat sampai nanti kalau ada kesempatan Mahes akan pergi dari hidup mereka, menghilang tanpa jejak. Dia tidak tahan berada dalam tekanan Yugo dan juga kebencian Amarta.
Yugo melajukan mobi, sebelum pulang dia ajak Mahes untuk mampir ke sebuah restoran. Yugo belikan minuman dan makanan yang kira-kira akan disukai gadis itu.
"Makan ini. Kamu harus pulang dalam keadaan segar, nggak boleh kelihatan pcat begini."
Makanan tersaji di depan mata, perut Mahes memamng lapar. Tapi, duduk berdua dengan orang yang melcehkannya membuat dia tidak punya keinginann untuk makan.
"Aku nggak lapar."
"Mau lapar atau nggak, kamu harus makan." Yugo membuka pembungkus sendok kemudian menyiapkan makann untuk didekatkan ke Mahes. "Aku cuma nggak mau kamu kelihatan pucat dan bikin semua orang jadi tanya-tanya."
"Ingat juga." Putra pertama dari keluarga Sudibja itu menatap tajam pada Mahes. "Siapa pun yang tanya hari ini kamu ke mana, kamu harus bilang kalau kamu main dengan teman!"
*
Junior dikabari Asih kalau Mahes sudah pulang berama Yugo. Laki-laki itu tidak pikir panjang langung tancap ga ke rumah untuk memeriksa keadaan Mahes. Ada yang beda dari dia sejak beberapa hari ini, itu yang membuat Junior khawatir.
"Hes, lo nggak apa-apa, 'kan?" Junior baru turun dari motor langsung memeriksa keadaan Mahes. "Temen lo bilang tadi siang lo sempat keserempet motor, ada yang luka apa nggak?"
Mahes menyembunyikan sikunya. Dia baru sampai di rumah lima belas menit yang lalu, Amarta memarahinya dan menghukum untuk berdiri di luar dulu karena Mahes menggunakan alasan seperti yang Yugo suruh.
"Lo kenapa diri di ini. Ayo, masuk!"
"Kamu nggak perlu baik ke dia, Jun!" Amarta menegur. "Anak ini sudah kurang ajar, berani pergi sampai malam buat seisi rumah khawatir cuma karena dia yang keasyikan main dengan temannya."
"Ma, ini udah malam. Mahes juga mungkin terpaksa pulang malam begini."
"Dia kelayapan, Jun!" Amarta membentak. "Kamu kalau nggak tahu caranya mengajari orang supaya jadi benar, lebih baik tutup mulut, Jun! Mama begini karena mau mendidik anak ini."
"Mama bisa didik dia lain waktu, sekarang biarin Mahes masuk, Ma. Ini udah malam."
"Kamu tanya ke anak ini!" Amarta menunjuk. "Dia sudah makan malam dan hari ini belanja banyak barang. Itu kelakuan orang yang kamu bela!"
"Mahes bahkan nggak punya uang saku lebih, Ma."
"Kalau begitu dia habis menggoda laki-laki atau mengemis ke teman yang lain supaya dapat uang tambahan."
"Mama nggak pantas ngomong kayak gitu ke Mahes."
"Apanya yang nggak pantas?" Amarta tersenyum sinis. "Kalau Mama cuma bohong atau cari-cari kesalahan dia, kamu tanya ke anaknya sendiri!"
Junior berbalik untuk tanya. Pada saat itu Mahes hanya bisa memegang sikunya dengan wajah tertunduk.
Yugo mengambil alih situasi. Dia sudah menduga kalau memang Amarta akan marah besar padanya. Laki-laki itu memang tidak menyukai Mahes, tapi bukan berarti tidak punya hati nurani."Junior benar, Ma. Ini udah malam. Mama nggak perlu marahi dia sekarang.""Yugo, kamu kenapa sekarang ikut-ikutan adik dan papa kamu?"Yugo mengangkat bahu. Dia memeluk Amarta untuk berpamitan. "Aku capek, besok masih ada urusan.""Kamu mau pulang?""Hmh."Amarta mencebik. Dia pikir Mahes malam ini sangat beruntung karena baik Junior atau Yugo membelanya. Belum lagi Sudibja yang langsung menyuruh Mahes masuk dan istirahat.Yugo melintasi Junior."Tumben, lo bisa kompak dengan gue." Junior menyindir Yugo. Biasanya, apa pun yang dilakukan Junior akan bertolak belakang dengan pilihan Yugo. Itu sebabnya Amarta selalu menjadikan dia anak kebanggaan.Yugo menyipitkan mata. "Kamu nggak usah terlalu ikut campur dengan dia.""Lo nggak ada hak buat ngatur gue."Junior masuk menyusul Mahes. Menunggu sampai satu jam set
Mata Mahes terbuka perlahan, mengungkapkan lingkungan yang familiar; kamarnya. Namun, bukannya memberikan rasa nyaman, kesadaran ini justru membuatnya tersentak kaget. Dia duduk tegak di tempat tidur, merasa bingung dan linglung. "Lo sudah bangun?" suara Junior terdengar dari luar kamar. Dia mengintip melalui celah pintu, hati-hati memastikan tidak melanggar batas privasi Mahes. Meski dia adalah kakak angkat, tetap saja Mahes adalah perempuan dan Junior tahu betul dia tidak bisa sembarangan masuk ke kamarnya. Mahes belum merespon, dan itu cukup bagi Junior untuk menebak apa yang sedang dia pikirkan. Dengan ekspresi serius dan penuh kekhawatiran, Junior berdiri di ambang pintu, berusaha memberikan penjelasan yang masuk akal. "Lo jatuh ke kolam tadi, terus Bi Asih yang bantuin Lo ganti baju dan lainnya. Gue nggak lihat apa-apa, kok," kata Junior dengan nada meyakinkan. Dia berusaha menenangkan Mahes, meyakinkan gadis itu bahwa dia tidak melakukan apa-apa yang tidak pantas. "Suer!"
Bodoh, Yugo kenapa harus merasa gugup hanya karena ditanya Junior? Adiknya itu hanya pemuda yang tidak perlu dianggap serius kalau soal apa yang dibicarakan."Papa sama mama belum pulang?""Belum." Junior mengangkat bahu. "Lo jangan nggak jawab, tadi gue nanya kenapa Lo nyariin Mahes?"Yugo tersenyum miring. Dia pergi ke belakang untuk mengambil minum sendiri, sekalian mencari alasan supaya Junior tidak mengawasinya terus.Selesai minum, tidak mungkin juga Yugo berdiam diri di dapur, terpaksa harus kembali ke depan untuk duduk selayaknya tamu. Judnior duduk di depan Yugo, dia ingin mendapat jawaban kenapa kakaknya itu harus pulang ke rumah buru-buru hanya untuk mencari Mahes."Lo kayakya bubur-buru ke sini, Bang."Yugo mencebik. "Udahlah, kamu nggak perlu bahas hal yang nggak penting. Aku kesini cuma karena ada keperluan aja dan tadi itu kamu salah denagr. AKu bukan manggil Mahes!"Junior memicing matanya. "Gue nggak yakin sama omongan lo.""Terserah!" Yugo terus menghindar ketika di
"Mama?"Junior kaget karena disentak barusan Amarta, dia tidak bisa menahan emosinya kemudian menarik si Bungsu menjauh dari Mahes. Dia menunjuk gadis itu memarahinya dengan begitu keji."Kamu sudah numpang di sini, bisa-bisanya keganjenan dengan anakku!" Amarta berteriak malam-malam. Tidak peduli Junior mencoba untuk menjelaskan atau Mahes yang berusaha menyangkal tuduhannya, tetap tidak didengarkan."Hes, kamu masuk aja. Biar gue yang jelasin ke mama."Mahes yang belum tahu harus melakukan apa memilih untuk mendengarkan Junior. Tapi, langkahnya kembali ditahan karena Amarta menyuruh dia untuk tetap di tempat."Ngapain kamu suruh dia masuk, Jun? Kamu nggak mau kalau anak itu Mama kasih tahu apa yang salah dari tindakannya saat ini?""Mama salah paham. Nggak perlu juga marah kayak gini untuk hal yang Mama nggak tahu apa kenyataannya.""Kenyaataan yang gimana yang kamu maksud, Jun? Kenyataan kalau kamu tadi asyik berdua dengan dia di sini hah!" Amarta jauh lebih garang dari yang sebelu
Untuk beberapa saat Junior tidak tahu harus berkata apa ada perasaan menyengat dalam hatinya yang tidak bisa dia definisikan perasaan semacam apa ini.Mahes yang masih berbaring di bed hospital setelah diperiksa hanya meringkuk tidak berani menatap wajah Junior saat ini."Dokter pasti salah. Nggak mungkin adik saya hamil."Dokter meyakinkan dengan pasti bahwa hasil pemeriksaannya benar. Junior bahkan diminta untuk pergi ke dokter kandungan untuk memeriksakannya sekali lagi."Adik kamu memang hamil dan kondisi janinnya lemah. Pertimbangkan ini dengan keluarga kalian." Hanya itu kata terakhir yang dokter ucapkan Junior benar-benar dibuat bingung dengan apa yang terjadi saat ini.Ya apa pun itu, saat ini faktanya sudah tidak bisa dielak. Junior kemudian mengajak Mahes untuk pulang. Asih yang menemani seperti bisa menebak apa yang terjadi dengan Mahes. Perempuan paruh baya itu bersedih tapi tidak berani melakukan apa pun.Junior membawa Mahes pulang. Tapi, di tengah jalan dia meminta agar
Mahes dipaksa untuk mengakui siapa laki-laki yang membuatnya hamil. Sudibja ada di sana untuk membela, dia bilang tidak mungkin Mahes hamil. Gadis itu berasal dari keluarga yang baik. Ibunya orang yang mengajarkan dia soal moral. Ini sungguh mustahil.Sayangnya, saat Amarta menggertak meminta Mahes untuk mengatakan kalau ini adalah kesalahan. Perempuan itu justru tidak bisa mengelak.Diamnya Mahes mengisyaratkan kalau dia memang benar sedang hamil saat ini."Bilang padaku, siapa yang menghamili kamu!"Mahes diam. Dia bergeming meski saat ini semua orang sedang mendesaknya.Sudibja memohon pada Mahes agar mau mengatakan siapa pelakunya. Ya seandainya dinikahi, menikahan mereka tetap tidak sah, setidaknya untuk menyelamtkan Mahes dulu."Kamu bilang denganku, Mahes. Siapa ayah dari bayi yang kamu kandung ini nggak perlu takut."Junior juga ikut berada di ruang tengah tersebut tanpa bisa melakukan apa-apa. Dia takut apa yang akan dilakukannya nanti malah menimbulkan masalah. Walaupun hati
Mahes tidak percaya Junior akan senekat itu mengatakan kalau dia pelakunya. Gadis lemah tersebut sudah menggeleng memohon pada Junior agar tidak meneruskan kebohongan ini karena akan menyusahkannya. Tapi, Junior retap berada di sana melindungi Mahes. Bahkan, dia menggunakan tangannya untuk mengurangi air hujan yang jatuh di kepala Mahes."Bebasin Mahes, aku nggak mau dia dihukum begini."Amarta di depan Junior sudah ingin berteriak, sementara Yugo membekuUntuk alasan apa, Junior sampai nekat mengakui kalau itu perbuatannya dan kenapa Mahes juga tidak mau bjcara kalau Yugo-lah pelakunya.Suasana yang susah untuk dijelaskan, semuanya berada dalam kebingungan dan kemarahan yang besar. Hanya Junior yang tahu apa tujuannya mengatakan kebohongan seperti itu."Junior!" Sudibja tidak kuat, jantungnya nyeri. Dia drop sampai harus dilarikan ke rumah sakit.*Mahes diminta Junior untuk menunggu di rumah,Asih membantu mengurusnya untuk ganti pakaian. Karena kondisi gadis itu sedang hamil muda,
Mahes ikut Junior, pergi ke rumah lama milik gadis tersebut. Ini membuat bingung karena Junior tidak bilang apa-apa sebelumnya dan juga gadis itu tidak berani bertanya apa-apa."Lo tidur di sini dulu malam ini." Junior meminta Mahes untuk masuk, meski dia bukan tuan rumah. "Sementara, jangan pulang dulu ke rumah gue sampai keadaannya aman."Untuk apa yang menimpanya, Mahes jadi gadis yang semakin pendiam. Sepanjang apa pun yang Junior lakukan padanya, tidak ada sepatah kata yang dia ucapkan. Dia malah sibuk mengamati isi rumah.Junior memperhatikan Mahes yang mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ransel miliknya. Sebuah pigura kecil foto dirinya dan sang ibu.Junior mengembangkan senyuman. "Sabar ya, gue pasti bisa bantuin Lo untuk bisa lepas dari masalah ini."Mahes menggeleng pelan. "Aku bisa di sini sendiri. Kak Junior bisa pulang.""Gue nggak akan macam-macam, Hes.""Aku juga yakin, kalau orang yang sadar nggak akan mungkin mau mendekati gadis yang tidak seberapa seperti aku ini.""