“Masuk Ma, Pa…,” ajak Ran saat melihat kedua mertuanya datang berkunjung. Mey pun menyambut dengan mata berbinar dan mempersilakannya duduk.
“Berangkat sekarang aja Ran, lagian udah ada Mama sama Papa,” kata Mey. Jujur saja, setelah membuat Ran bekerja dari rumah sakit selama satu minggu penuh, Mey tidak enak jika harus membuatnya datang terlambat hari ini.Ran hanya mengangguk dan berpamitan kepada mereka.Mama Mey pun mulai melakukan inspeksi ke berbagai sudut apartemen mereka dan mengernyitkan dahinya ketika melihat sepiring toast yang tersaji di meja.“Kamu cuma bikinin Ran toast aja Mey?” tanya sang Mama yang tahu kemampuan memasak putrinya.Mey menggeleng, “ Itu Ran yang bikin Ma, … Mey kesiangan” katanya sambil menggigit bibir.“Ya ampun Mey, itu nggak bener. Udah jadi istri jangan malas."“Baru juga hari pertama, kemarin susah tidur jadinya telat bangun”, kata Mey beralasan.Mamanya hanya geleng-geleng kepala. Tak lama, Bu Ana datang“Kenapa tadi bilang enak???”“Apanya?” tanya Ran yang pura-pura tidak mengerti.“Cap cay aku keasinan Ran, kenapa tadi bilang enak?”Ran hanya mengerjapkan matanya. Wajah Mey yang saat ini cemberut benar-benar sangat menggemaskan.“Rasanya memang enak . . . walaupun agak asin,” akhirnya dengan jujur Ran menjawab.“Tapi kenapa kamu makannn?” Mey dibuat habis kesabaran oleh jawaban Ran yang berputar-putar.“Tenang aja Mey, aku suka asin kok.”Mey membulatkan matanya, dia benar-benar tidak menyangka kalau Ran sangat pandai bersilat lidah. Apa susahnya mengatakan yang sebenarnya? Mey jadi malu dan merasa bersalah.“Ya udah, mulai besok aku buatin kamu makanan yang asin-asin,” katanya dengan ketus sambil berlalu.“E.. eh, jangan Mey,” kejarnya yang dengan refleks memegang bahu Mey.Mey langsung terdiam dan tidak melanjutkan langkahnya. Entah kenapa sentuhan tangan Ran pada kulitnya menimbulkan gelenyar-gelenyar aneh pada dirinya.“L
Mey memandang ponsel ketika mendapat pesan masuk yang mengabarkan jika Ran akan tiba sebentar lagi. Rencananya, mereka akan berkunjung ke rumah orang tua Mey. Dia memeriksa penampilannya yang mengenakan legging hitam dipadukan atasan maroon. Usia kehamilannya yang kini memasuki empat bulan membuat perutnya mulai terlihat membuncit. Sedangkan, untuk mual dan muntah sudah mulai berkurang seiring berjalannya waktu. Kehidupan rumah tangganya bersama Ran menunjukkan perkembangan yang baik. Dia sudah tidak canggung lagi seperti di awal-awal kepindahannya. Sepertinya ini semua tidak lepas dari pengaruh konseling yang dijalaninya. Mey disarankan untuk menerima apa yang sudah terjadi dan menjalaninya dengan ikhlas. Sejauh ini, Ran sangat menghargainya. Mereka juga sering menghabiskan waktu di luar, entah untuk makan ataupun sekedar nonton. Namun untuk lebih dari itu sepertinya belum, karena baik Mey maupun Ran sepertinya memberi batasan sendiri-sendiri. “Mey, minggu depan anni
Ballroom Emperor Hotel sudah dipenuhi meja bundar dengan kursi, sementara di bagian depan berdiri panggung dengan konsep yang modern dan megah. Perayaan anniversary yang rutin diadakan tiap tahunnya, diawali dengan berbagai pertunjukan, pembagian door prize, pemberian awards bagi karyawan yang berprestasi dan diakhiri dengan galla dinner sebagai acara puncak.Mey dan Ran berada satu meja dengan ketiga rekan-rekannya yang malam ini membawa pasangan masing-masing. Nena, istri Romi yang duduk di sebelah Mey pun memulai pembicaraan ketika Ran berikut ketiga rekannya maju ke panggung memberi sambutan.“Dulu waktu aku hamil trimester pertama, hampir sama kayak kamu Mey, ga pernah kemana-mana karena takut mual.”“Iya, sekarang udah mendingan karena udah masuk trimester kedua,” Mey menjawab seolah membenarkan dugaan Nena.“Jadi bisa dong ikut pergi sama kita.-kita. Ran sendirian terus kalo ada acara invitation,” tambahnya.Sekarang Mey mulai paham kemana arah pembi
“Boleh aku menciummu?” Pertanyaan serta bahasa tubuh Ran yang tidak Mey duga, membuat kinerja otaknya berantakan. Seharusnya Mey menolak, atau langsung bangkit dari posisinya.Tapi, yang dia lakukan malah membalas tatapan mata Ran yang menguncinya. Mey hanya mengerjapkan matanya yang justru malah membuat Ran semakin mendekat.“I guess yes,” kata Ran dengan berbisik.Detik berikutnya Mey merasakan bibir hangat Ran mengecup lembut bibirnya sementara tangan Ran yang semula menggenggam tangannya kini sudah berpindah ke bahunya. Rasa panas menjalari tubuh dan wajahnya manakala Ran menjauhkan wajahnya setelah bibir mereka bersentuhan selama beberapa saat.“Masuk yuk Mey, kita makan dulu,” ajak Ran sambil menggandeng tangannya. Mey sendiri hanya bisa pasrah berjalan mengikuti Ran sambil menormalkan detak jantungnya akibat sikap manis Ran.***Mey memandang wajahnya sambil meraba bibirnya. Semalam Ran menciumnya, tidak,,, lebih tepatnya mengecup bibirnya. Dia
“E… ehh,” “Kenapa Mey?” tanya Ran dengan khawatir.“Enggak, ini kayaknya bayinya gerak,” Mey mengelus perutnya untuk memastikan lagi.“Hah… Beneran?”Ran takjub sekaligus terharu, dia hanya bisa memandang perut Mey penuh arti.“Mmm, pegang aja Ran, kata dokter udah bole diajak ngobrol kan?” Ran menatap Mey tidak percaya, dengan ragu dia menyentuh perut Mey yang membesar. Pandangannya tertuju pada perut buncit Mey, dimana buah hatinya berada. Ran menghela nafasnya sebelum mengucapkan kalimat yang membuat Mey nyaris meneteskan air mata.“Sehat-sehat ya nak, daddy’s here…”Entah kenapa Mey begitu yakin, kalau kelak, Ran akan menjadi sosok ayah yang baik dan bertanggung jawab bagi anak mereka. Terlepas dari awal ikatan ini bermula, Mey perlahan-lahan mulai bisa menerima kehadiran Ran. Sudah seminggu terakhir Mey disibukkan dengan bisnis barunya di Meyra Florist. Selain bertemu orang-orang baru, dia juga mendapat tambahan pengetahuan berupa merangkai bunga, walaupun masih tehnik yang sed
Saat ini, Mey sedang berbelanja keperluan sehari-hari dan mamanya turut serta menemani. Ketika sedang asyik melihat-lihat, matanya tak sengaja melirik ke arah granola, cookies untuk ibu hamil juga kacang mente berbagai merk. Seketika dia teringat Bianca yang mungkin saja menyukai cemilan sehat ini. Dia pun mengambil beberapa untuk dirinya juga untuk Bianca. Mey ingin memberikannya sebagai ucapan terima kasih, karena berkat bantuan Bianca, Meyra Florist mendapat tambahan pelanggan tetap yaitu perusahaan yang bergerak di bidang jasa wedding organizer. Sesampainya di florist, dia pun mengemas sendiri bingkisan yang akan dia berikan untuk Bianca, menjadi sebuah flower box gift yang indah. Tak lupa di sematkan kartu ucapan juga pita sebagai pemanis. Setelah menyelesaikan makan siangnya, dengan diantar sopir florist, Mey menuju alamat sebuah bakery shop yang diberikan Bianca. Dari perbincangan tempo hari, usaha bakery tersebut adalah hadiah pernikahan dari keluarga suaminya yang mau tak m
"Dia itu siapa?"“Ahh, lupakan saja Mey. Harusnya aku mengajak kamu berkeliling bakery shop aku dan mencicipi semua kue yang ada, bukannya malah mendengarkan aku yang sedang ngelantur ini,”jawab Bianca yang tersadar sudah menahan Mey untuk mendengarkan curhatan dirinya yang tengah galau. “Nggak apa-apa kok Bianca, aku senang walau hanya menjadi pendengar yang baik. Btw, Ini sudah lebih dari cukup kok,” kata Mey sambil mengambil satu lagi chocolate croissant dan segera melahapnya. "Terima kasih Mey, kamu benar-benar tulus dan baik hati. Mungkin lain kali aku akan cerita banyak," kata Bianca penuh haru.Mey pun pamit undur diri karena memang dari awal tujuannya datang tidaklah lama. Setelah mendapat dua bingkisan berisi aneka cake dan roti dia pun pergi meninggalkan bakery shop milik Bianca. Ini sudah hari keempat Ran berada di Lombok untuk urusan bisnisnya. Selama itu pula, Mey merasa ada separuh hatinya yang hilang. Kalau boleh jujur, Mey merindukan Ran ada di sisinya. Dia tidak ta
“Hah??? Mmm… “Belum sempat Mey melanjutkan ucapannya, Ran sudah lebih dulu membungkam bibirnya dengan ciuman yang lembut. Alih-alih mendorong Ran atau menghentikan ciuman mereka yang baru saja dimulai, Mey memilih memejamkan matanya dan menikmati bibir hangat Ran yang melumat pelan bibirnya. Sempat terlintas dalam benaknya untuk membalas ciuman Ran, namun . . .Tok… Tok… Tok“Mey!!! Ada kurir ekspedisi minta fotokopi KTP” panggil Mamanya yang sedikit berteriak dari balik pintu.Mey pun segera membuka matanya dan melepaskan ciuman singkat mereka dengan panik.“I... Iya Ma, sebentar,” katanya sambil melangkah keluar.Sementara Ran yang masih terbuai dan menikmati momen romantis mereka hanya bisa menatap nanar ke arah pintu kamarnya, dimana Mey dan Mamanya tengah berbincang.Setelah makan bersama orang tuanya, Mey masih melanjutkan obrolan mereka di ruang tamu.“Kita balik sekarang ya Mey,” sela Papanya sambil melihat ke arah jam dinding.“Eehh, Ran jangan dipanggil, siapa tahu