Shesa baru saja menyelesaikan masakannya, lasagna yang berisi daging, sayur-sayuran, serta olesan saos putih dan lelehan keju mozzarella begitu nikmat walau hanya di pandang mata. Bel pintu apartemen itu pun berbunyi, Shesa menanggalkan appron yang dia kenakan, dan melangkah menuju pintu, Alvin datang lebih awal dari yang dia kira, begitulah pikir Shesa.
"Hai, Sha."
"Catur?" Shesa terkejut begitu dia membuka pintu dan melihat Catur sudah berdiri di sana. "Ngapain kesini?" Shesa mengerutkan alisnya.
"Kangen kamu."
"Ngaco kamu ... lebih baik kamu pergi, sebelum aku panggil security."
"Aku gak ngapa-ngapain kamu, cuma mau berkunjung aja, Sha."
"Tapi aku gak mau terima kamu, aku gak mau ini terlihat dan jadi berita."
"Makanya suruh aku masuk dong." Catur membuka pintu itu lebar dan melangkah masuk.
"Gila! Pergi gak ... aku gak mau kamu ada di apartemen aku. Jadi, tolong pergi dari sini!" Shesa menarik tangan Catur aga
Enjoy reading 😘
Lumatan ciuman yang memabukkan itu membuat tubuh Shesa menegang. Tangan Alvin tak berhenti hanya dengan menjamah dada kekasihnya saja, perlahan kancing-kancing kemeja itu terlepas, memperlihatkan tempat favorit Alvin untuk bermain lama di sana. Lenguhan Shesa semakin samar terdengar kala tangan Alvin mengarah ke pusat di bawah perutnya. "Mau gak?" tanya Alvin. "Kalo aku bilang gak, kamu mau berhenti?" Shesa tersenyum nakal. "Aku mau hapus semua bekas yang pernah orang lain jamah di tubuh kamu, Sha. Kita mulai lagi dari awal, ya." Mata Alvin begitu sendu, Alvin membenamkan kembali wajahnya ke dada sintal milik Shesa. Lidahnya bermain-main di sana, Shesa semakin membusungkan dadanya, mengacak-acak rambut lelaki itu. "Vin," lirih Shesa. "Apa, Sayang?" "Aku gak punya pengaman," ucap Shesa terbata pada saat jari jemari Alvin bermain di bagian inti tubuhnya. "Jadi?" "Jangan sekarang?" "Terus?
"Sudah di dalam?" tanya Alvin pada Shesa saat dia baru saja tiba di kantor. "Iya di dalam, ada apa?" tanya Shesa dengan sedikit berbisik. "Biasa ... aku tinggal dulu ya, aku gak ada jadwal kan?" Shesa menggeleng lalu membiarkan Alvin masuk ke dalam ruangannya. Paula Atmaja berdiri di dekat jendela kaca gedung bertingkat itu, memandangi aktivitas hectic jauh di bawah sana. "Ma," sapa Alvin. "Kamu masih ingat gak sama Mama?" Ekspresi wajah Paula terlihat kesal. "Ya masih lah Ma, masa aku lupa sama ibu sendiri." Alvin mencium pipi ibunya. "Jarak antara apartemen kamu ke rumah itu paling cuma 45 menit, Vin ... gak bisa kamu kunjungi Mama sebentar aja gitu. Heran Mama sama kalian ini, yang satu minggat karena nggak mau di jodohin, yang satu ngambek karena harus terima perjodohan." Paula menghenyakkan tubuhnya di atas sofa. "Mama juga aneh, sudah tau anak-anaknya nggak suka dijodohin, masih aja dilakukan." "Coba
"Mama cuma nggak mau kamu bertindak gegabah ... lagi," ujar Paula lembut. "Tapi, bukan dengan perjodohan Ma. Pandu saja pergi bagaimana dengan aku? Aku lagi yang harus merasaka ketidakadilan di keluarga ini?" Alvin menghentikan kata-katanya saat ketukan pintu terdengar. "Masuk," ujar Alvin. Shesa masuk dengan beberapa laporan yang harus di tandatangani oleh Alvin. Shesa sedikit menundukkan kepalanya pada Paula lalu beralih menatap Alvin dengan kening yang berkerut. "Laporan yang harus Bapak tanda tangani," ujar Shesa meletakkan laporan di atas meja Alvin. "Kamu yakin saya nggak ada jadwal keluar hari ini?" tanya Alvin memastikan lagi. "Belum ada perubahan, Pak. Jadwal masih seperti biasa." "Kita ke Tasikmalaya, saya mau sudah sejauh mana proyek berjalan." Alvin menyerahkan laporan yang sudah di tandatangani. "Hari ini, Pak?" Shesa merasa Alvin sedang tidak baik-baik saja. "Iya, setelah makan siang kita berangkat."
"Kamu belum jawab pertanyaan aku," ujar Shesa masih dengan tangan melingkar pada leher Alvin. Alvin merebahkan tubuh kekasihnya, membelai lembut pipi Shesa lalu mengecup bibirnya. "Kami belum menikah, rencana pernikahan itu ada setelah anak kami lahir. Kiara menunggu saat itu dengan suka cita, hingga kejadian itu terjadi." Alvin terdiam. "Sakit banget ya," ujar Shesa meraba dada Alvin, seakan merasakan kehilangan terdalam lelaki itu. "Banget, Sha ... perlu waktu bertahun-tahun aku untuk perlahan menutup masa laluku." "Tapi setidaknya meraka berdua akan selalu menempati hati kamu," ujar Shesa memandang wajah kekasihnya. "Kamu nggak marah?" "Buat apa? Bagaimana pun itu masa lalu, dan akan selalu menjadi bagian dari hidup kamu, begitupun aku ... aku bukan manusia sempurna, Vin." "Aku rasa, aku semakin cinta sama kamu." Alvin menautkan bibirnya pada Shesa. Ciuman itu sungguh memabukkan, Alvin mulai menyusuri l
Alvin menarik dirinya menjauh. "Enggak apa-apa kan? Maksud aku, kamu lagi masa subur?" Shesa menggeleng. "Aku nggak tau." Shesa mengulum senyum, wajah Alvin terlihat lucu jika sedang kebingungan. "Kok senyum? Aku harus secepatnya membatalkan pertunangan itu," ujarnya. "Kamu takut ya? Takut kejadian lagi seperti Kiara?" tanya Shesa. "Bukan cuma itu, sekarang masalahnya lebih melebar, Sayang ... aku pasti menyelesaikannya segera. Kamu sabar, ya." Shesa hanya terdiam, saat ini dia hanya ingin Alvin terus bersamanya, menikmati waktu mereka berdua, sampai permasalahan semua selesai. Namun, Shesa belum menceritakan semua tentang dirinya, itulah yang ditakutkan boleh Shesa jika harus menjalin hubungan serius dengan seseorang. "Kok ngelamun? Kamu mau kan menunggu sebentar lagi? Setelahnya kita berjuang sama-sama." Alvin mengeratkan pelukannya. "Tidur, Sayang ... pekerjaan kita besok pagi menanti." Shesa menarik tangan Alvin hingg
"Mama?" tanya Alvin heran. "Vin, aku tinggal sebentar ya." "Mau kemana? Aku temenin." "Nggak usah, tunggu di sini ... aku sebentar kok." Shesa bangkit dari duduknya meninggalkan Alvin yang masih kebingungan. Shesa berdiri agak jauh dari tempat wanita paruh baya itu berbincang, wanita itu masih terlihat cantik di usianya sekarang. Seorang ibu yang tega meninggalkannya di saat Shesa berumur 16 tahun, di saat Shesa membutuhkan teman untuk bertukar cerita seperti teman-temannya jika bersama ibu mereka. Shesa mendekati Wulan, saat sang Ibu berjalan ke meja kasir. "Mama." Wulan menoleh ke asal suara, alangkah terkejutnya Wulan saat mendapati Shesa berdiri di hadapannya. "Shesa ... Shesa anak Mama," ujar Wulan menahan suaranya. "Ikut Mama, Sha." Wulan meraih tangan Shesa membawanya masuk ke sebuah ruangan, tempat dimana Wulan menjalankan bisnis restorannya selama ini. "Mama kemana aja?" tanya Shesa. "Hampir 10 tahun Sh
Kepulangan Shesa dan Alvin dari Tasikmalaya membawa perubahan yang berarti dengan hubungan mereka. Masa lalu akan selalu menjadi bagian dari hidup setiap manusia tak terkecuali dengan pasangan kekasih yang sudah mengikrarkan diri untuk berubah.Kedekatan yang terjadi antara Alvin dengan Wulan, ibu Shesa seperti angin segar bagi lelaki itu. Alvin merasa di terima di keluarga Shesa, meski permasalahan yang dihadapinya masih ada di depan mata. "Mama janji bakal sering ngunjungin aku," ujar Shesa. "Ya bagus kalo gitu, setidaknya sekarang kami gak sendirian lagi, ada Tante Wulan dan Anggi ... sebentar lagi Anggi juga bakal balik ke Jakarta, kan?" "Iya ... aku salut sama Anggi, dia cerdas dan cantik," kata Shesa. "Sama seperti kakaknya, kamu juga cantik dan cerdas." Alvin menyentuh pipi Shesa. "Malam ini kamu sama aku kan?" "Iya, aku pulang besok aja sekalian ambil perlengkapan, pakaian dan lain-lain untuk di bawa ke tempat kamu." Alvin m
Alvin baru saja menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu pemilik departemen store terbesar di negara ini ketika ponselnya berbunyi. Nama Paula sungguh membuatnya malas untuk menerima panggilan telpon itu. "Iya, Ma," ucap Alvin baru saja masuk ke dalam mobilnya. "Kamu dimana?" "Baru kelar meeting, Ma ... tadi kan udah bilang, Mama masih sama Soraya kan?" "Iya, Mama tau. Maksud Mama kamu setelah meeting ini langsung ke restoran yang di Kebayoran Baru ya, ingetkan? Yang terakhir kita makan malam di sana sebelum Pandu kabur," ujar Paula. "Ya ampun Ma, ini udah jam setengah lima sampe sana aku bisa jam enam lebih, sore gini jalanan padat. Kenapa gak di rumah aja sih?" "Udah pokoknya kamu langsung kesana, Mama udah di jalan sama Soraya, Papa kamu juga." Alvin menyalakan mobilnya menuju tempat dimana makan malam itu akan diadakan. Alvin kembali meraih ponselnya untuk mengabari Shesa agar tak menunggunya pulang malam ini. "