Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komentar ya. selamat membaca.
Bab 35A MusibahKembali Syila mengintip, terlihat Refan menyandar di dinding bangunan lain di depan kontrakannya. Ia melihat Refan menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Tubuhnya menyandar di tembok dan perlahan luruh ke tanah. "Refan!" Syila memekik sambil menutup mulut agar tidak terdengar oleh Refan. Tubuh pria itu limbung hingga kemudian berjongkok. Hampir saja Syila menuju pintu keluar, tetapi terdengar suara melengking pemilik kontrakan. Ia mengurungkan niat keluar dan melihatnya lewat balik jendela saja. Tidak disangka, Refan sudah berdiri dibantu pemilik kontrakan. Syila mengamati obrolan keduanya. Sampai sesuatu diulurkan Refan entah apa itu. Beberapa menit kemudian pria itu berlalu dengan langkah pelan hingga punggungnya pun berangsur menghilang. Di tempat lain, Sania terlihat geram akibat fakta yang didengarnya saat menguping pembicaraan Zein dengan Syila. Ia meminta izin pulang lebih dulu pada Zein yang masih harus lembur. Alhasil, Sania diantar Alex dan mereka mampir
Bab 35B Musibah"Mer, apa kamu tahu tempat tinggal Syila?" Merry yang tidak siap ditanya gelagapan menjawab. Ia tidak tahu apakah Syila berkenan kalau bosnya tahu tempat kontrakannya. "Maaf, Pak. Saya tidak berhak menjawab." "Saya bos kamu, Merry. Mau menjawab atau besok angkat kaki dari perusahaan ini?" "Ckk, atasan selalu mengancam." Merry mengguman sambil mengernyitkan keningnya. "Tapi Pak Zein janji jangan sakiti Syila! Saya mohon Pak Zein mengasihaninya. Kalau perlu tolong Syila disuruh pindah kosnya." "Itu urusan saya. Kamu nggak usah khawatir." Merry tersenyum lega mendengarnya. Ia segera berpamitan pulang dengan membungkukkan sedikit badannya setelah memberitahu alamat tinggal Syila. Baru beberapa langkah Zein memanggilnya kembali. "Iya, Pak. Ada lagi yang bisa dibantu?" "Apa selama ini kalian sering bertemu untuk mengobrol?" "Eh itu, Pak. Hmm, saya...." "Apa kamu tahu kalau Syila sedang hamil?" Merry ternganga, suami Syila ternyata sudah mengetahuinya. Ia berucap s
Bab 36A Ruang OperasiSyila menyibukkan diri di restoran milik Heru. Ia meminta izin untuk memegang pekerjaan bagian kasir sebab badannya belum sepenuhnya pulih. Sesekali ia memijit kepalanya untuk mengurangi denyut nyeri."Syil, kamu lagi nggak enak badan?" tegur teman kerjanya.""Nggak kok, Mas. Kemarin aja habis pusing." Syila menjawab sambil menata beberapa lembar nota ke dalam tempatnya."Oh, ya sudah. Kalau butuh istirahat di kamar dalam sana aja. Pak Heru menyediakan kamar khusus karyawan kalau sedang kurang enak badan.""Iya, Mas. Terima kasih. Nanti aku coba kalau butuh istirahat ya.""Oke. Jangan diporsir!Syila mengulum senyum. Melihat perhatian teman-temannya, Syila merasa punya keluarga di sini. Menjelang sore pengunjung belum kelihatan ramai, biasanya setelah Maghrib mereka berduyun-duyun. Syila mempunyai kesempatan untuk menundukkan kepalanya di meja lalu matanya memejam sebentar.Beberapa menit menikmati istirahat, ponselnya berbunyi. Ada nama Merry tertera di layar."
Bab 36B Ruang Operasi"Kamu sudah hubungi keluarganya?" tanya Merry."Belum, Merr. Aku nggak ada kontaknya. Tadi polisi...""Selamat malam, Mbak.""Malam, Pak. Ada apa, ya?" Syila terkejut ada dua petugas polisi mendatanginya. Ternyata itu polisi yang menangani kecelakaan Zein."Apa Anda keluarga dari Pak Zein?""Iya, Pak. Saya istrinya." Raut wajah Syila berubah khawatir."Ini ponsel Pak Zein barangkali ibu membutuhkan menghubungi keluarga.""Terima kasih banyak, Pak.""Kondisi Pak Zein bagimana?""Suami saya sedang masuk ruang operasi. Kata dokter ini salah satu jalan menyelamatkannya.""Baiklah. Lain kali saya akan kemari lagi. Terkait kecelakaan, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan. Besok saya harap ibu berkenan kami temui.""Siap, Pak. Kalau boleh tahu apa penyebab kecelakaan suami saya?" tanya Syila lirih. Sejujurnya ia tidak siap mengetahui penyebab musibah ini. Merry masih mencoba menenangkan Syila."Ada indikasi kecelakaan ini disengaja, teapi kami masih mendalami. Ibu t
Bab 37A Maafkan"Sebenarnya waktu kamu memintaku mengawasi Sania. Ada sesuatu yang belum aku beritahukan sama kamu.""Apa?""Sania....""Kenapa dengan Mbak Sania, Merr?" Syila menatap lekat sahabatnya. Ada rasa bersalah yang terlukis di wajah Merry yang bisa ditangkap oleh mata Syila."Aku melihat Sania mengobrol serius dengan Pak Alex. Pria itu tidak memanggil Sania dengan sebutan nona seperti biasa, tetapi hanya langsung nama.""Oh, aku pikir apa, Merr. Biasa aja mungkin Pak Alex suka lupa. Dia memanggilku aja pakai nona tapi aku nggak mau. Ya aku minta panggil nama aja." Syila menanggapi santai pengakuan Merry."Bukan hanya itu, Syila. Tapi keduanya membicarakan rencana tentang menghancurkan perusahaan.""Apa?!""Iya, Syil. Aku tidak salah dengar.""Kenapa kamu baru bicara sekarang?" Wajah Syila berubah geram. Sekarang ia menyadari kebenaran kalau Sania wanita bermuka dua. Di depan bertingkah seperti putri cantik dengan tutur halus dan sopan, dibelakang wanita itu menjelma bak ular
Bab 37B Maafkan"Silakan masuk! Pasien sudah bisa ditunggui maksimal satu orang, supaya nanti saat sadar pasien ada yang menemani.""Baik, suster," ucap keduanya bersamaan."Fan, kamu masuk dulu saja lihat kondisi Mas Zein. Nanti gantian biar aku yang menungguinya.""Baiklah." Refan mengalah demi Syila. Ia bergegas melihat kondisi abangnya suapaya Syila bisa cepat bergantian dengannya."Bang, kenapa jadi begini? Apa yang sebenarnya terjadi?" Refan duduk mendekati brankar tempat Zein membujur dengan mata terpejam. Selang oksigen dan infus masih menempel di tubuhnya. Pun alat rekam jantung juga masih terpasang di sana. "Apa ini terjadi karena abang marah sama gue? Jawab, Bang!" Refan menitikkan air mata saat melihat Zein tak bergerak sedikitpun. Memorinya terlempar saat masa kecil awal masuk SD, abangnya sering masuk rumah sakit karena terdeteksi jantung lemah. Refan menunggui di luar sambil menunggu abangnya ditangani dokter. "Bang, gue nggak mau abang merasakan sakit lagi seperti dul
Bab 38A Tetap Perhatian"Kamu mau membunuh putraku? Kamu menyukai Refan dan ingin menyingkirkan abangnya, hah?""Astaghfirullah, Mi." Syila terbelalak mendengar ucapan Hira. Ia hanya bisa mengelus dadanya."Mi, Bi. Apa-apan ini? Syila nggak salah apa-apa. Abang yang minta tolong Refan buat jagain Syila. Abang sedang fokus dengan masalah perusahaan."Syila tidak menyangka Refan yang berpamitan pergi ternyata kembali lagi. Pria itu telah menyelamatkannya dari masalah pelik. Hatinya mencelos, setitik rasa bersalah menghantuinya. Bagaimanapun juga Refan masih tetap perhatian padanya. Padahal Syila sudah mati-matian membenci pria yang membodohinya itu."Fan? Apa benar begitu? Tapi Sania bilang....""Sania nggak tahu apa-apa. San! Jangan bicara sembarangan sama umi abi! Kamu nggak kasian perjuangan abang?""Iya, Maaf, Fan. Maafkan Sania ya Mi, Bi." Sania berucap lirih, pun hatinya ikut meradang menahan amarah di dada yang ia tujukan pada Syila."Minta maaf yang benar, San. Kamu juga salah m
Bab 38B Tetap Perhatian"Jadi ada transfer data ilegal dari perusahaan milik ayah Mbak Syila masuk ke sistem kita. Dugaan saya itu penyebab jatuhnya bisnis ayah Mbak Syila saat itu.""Kenapa bisa begitu, Pak?""Persaingan bisnis, Pak Refan. Saat itu, Pak Zein ditawari kerja sama proyek besar, tetapi beliau lebih memilih bekerja sama dengan perusahaan ayah Mbak Syila. Pak Zein mempertimbangkan hal tersebut karena persahabatan antara orang tua Pak Refan dengan orang tua Mbak Syila."Refan mengusap dagunya sambil mencerna informasi penting yang baru didengarnya."Lalu bagaimana dengan kolega yang sebelumnya menawari kerja sama?""Saya tidak tahu pasti, Pak. Tapi Bapak harus berhati-hati dengan kolega kita yang baru ini." Refan terkesiap mendengarnya. Apa ada yang tidak beres dengan Pak Raihan kolega barunya."Pak Raihan?""Ya, Pak. Beliau menawarkan investasi besar-besaran ke perusahaan kita, bukan? Kita lihat dengan adanya masalah yang kita hadapi sekarang, beliau akan melakukan apa?""I