S3 Bab 11B
Alea menutup pintu kamarnya lalu berlari menghempaskan badan ke ranjang. Ia sesenggukan di bawah bantal agar tidak didengar sang mama."Maafin, Al, Ma. Al sudah berbohong. Mas Damar calon Alisa adalah lelaki yang mau Al kenalkan."Alea berulang kali mengusap wajahnya yang mulai basah lagi oleh air mata. Ia butuh waktu untuk berdamai dengan hari ini. Patah hati di saat menyukai lelaki untuk yang pertama kali begitu menyakitkan.Di kamarnya, Syifa mengganti pakaian kebayanya. Ada Zein yang baru selesai dari kamar mandi dan telah memakai baju kaos oblong serta celana selutut."Kenapa dengan Alea, Ma? Papa kok lihat ada yang nggak beres dengan sikapnya.""Nggak beres gimana, Pa?""Seperti ada yang disembunyikan," tebak Zein yang sejak masuk ke rumah melihat sosok putrinya tak ceria."Tadi Mama sudah tanya sama Alea, Pa. Katanya gara-gara Rendra mereka harus pulang. Baju dan pasminanya kotor. MS3 Bab 12 "Om. Om Irsyad." Alea susah payah mengucap nama lelaki itu. Pelukan erat Irsyad disertai napas yang menerpa kepala berhijab Alea membuatnya pasrah. Alea menikmati sejenak momen yang membuat hatinya tenang dan nyaman. "Jangan bergerak! Begini saja sebentar agar Om tidak khawatir sama kamu, Al. Om nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi Om yakin kamu sedang tidak baik-baik saja saat ini." Ucapan Irsyad membuat nyeri di hati Alea kembali menyergap. Ia menghirup oksigen banyak-banyak hingga aroma citrus parfum Irsyad menguar di hidungnya. Menentramkan. Sejenak Alea menangis tersedu. Ia merasa saat ini waktu yang tepat untuk mencurahkan hatinya. Irsyad sudah seperti papanya. Jika papanya sekarang sibuk dengan pekerjaan maka Irsyad menjadi sosok yang menggantikan posisi itu. "Al salah paham, Om. Al mengira mama Mas Damar ramah sama Al karena ingin segera bertemu dan berkenalan, ternyata yang dimaksud adalah Alisa." "Sudahlah, jangan terlalu berharap pada manusia. Nanti
S3 Bab 13AKeesokan harinya, Alea sudah bersiap dengan pakaian ke kampusnya. Celana denim dipadu tunik floral dan pasmina polos navy. Ia masih menatap dirinya ke cermin. "Aku harus terlihat baik-baik saja. Aku nggak boleh kelihatan terpuruk. Terutama di depan Om Irsyad. Memalukan sekali karena aku kepedean. Apalagi sudah bersaing mendapatkan pasangan. Om Irsyad sudah jalan bareng Us Silvi, sementara aku.... Ah, sudahlah Alea. Jangan merebut pasangan milik saudaramu." Alea selesai bermonolog di depan cermin sambil membetulkan polesan make up naturalnya. Tok,tok. Sebuah ketukan pintu terdengar, membuatnya menoleh. Ada mamanya melongok dari luar kamar. "Al, buruan ke ruang makan," titah sang mama. Alea menautkan alisnya ke dalam. Tumben sekali mamanya mengenakan gamis di rumah dipadu dengan jilbab instan yang menutup dada. "Siapa tamunya, Ma?" "Ckk, udah ayo buruan keluar. Ada rekan bisnis papa yang baru. Kemarin kan kamu belum sempat bertemu dengan keluarganya. Mereka pagi-pagi ke
"Oh, ya. Alea, tante minta maaf ya! Tante salah mengira kemarin. Tante pikir sedang ngobrol ditelpon sama Alisa, ternyata sama Alea. Tante tidak tahu kalau panggilan Alisa itu Lisa. Tante pikir panggilannya sama dengan kamu." Mama Damar mengulum senyum sembari mengucap maaf. Alea berusaha tersenyum yang mengatakan dirinya baik-baik saja. "Tidak masalah Tante. Al cuma membantu Mas Damar, kok." Alea terkesiap saat mendengar Alisa terbatuk. Sepertinya tersedak minuman yang baru saja ditenggaknya. Ia menoleh, sontak saja Alea merasa nggak enak hati. Sedari tadi mama Damar memujinya. "Eh, tapi kemarin kami bernagkat bertiga, kok, Tante. Ada Kiki sahabat saya juga ikut menemani," ungkap Alea meski tidak ada yang menanyakannya. "Syukurlah, soalnya Alisa lagi ada ujian di kampus katanya." "Iya, Tante," jawab Alisa. "Makasih ya, Mbak Al, sudah bantu Mas Damar ke butik." Alea hanya menjawab dengan seulas senyum. "Ayo, Bang, bisa kita mulai sekarang diskusinya!" ajak Refan pada Zein. Ia t
S3 Bab 14Ting, sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Alea. Ia mengusap layar benda persegi itu. Matanya melebar saat fotonya yang memakai tegi dengan sabuk coklat terkirim lewat WA. "Kamu terlihat keren, Al." Sebuah pesan disertai emoticon senyum membuat Alea beralih melihat ke mobil yang berjajar di sebelah kirinya. "Mas Damar meresahkan," batin Alea sambil melempar ponselnya ke dalam tas. "Ada apa, Al?" Irsyad menoleh lalu menautkan alisnya. Ia heran melihat respon tiba-tiba Alea. "Kamu mau jadi obat nyamuk? Ya sudah sana balik ke mobil sebelah!" titah Irsyad dengan suara datar. Alea hanya berdecak. "Om Irsyad kenapa ikut-ikutan kesal. Ini urusan Al sama pengemudi mobil di sebelah." "Ya jelas Om kesel, Al. Lihat muka kamu ditekuk gitu kan bikin mood ilang." "Iya-iya, Om nyetir yang bener aja. Nanti Al keburu telat." Drrt, drrt. "Ponsel Om berbunyi, tuh," celetuk Alea sambil matanya mengarah ke ponsel yang ada di dashboard. "Angkat, Al!" Alea mengambil ponsel Irsyad. Di
S3 Bab 15 Setengah jam perjalanan akhirnya Alea sampai dengan membonceng motor Yoga. Dari kejauhan dua sahabatnya memicingkan mata ke arah parkiran motor "Andi, apa aku nggak salah lihat? Coba deh, itu beneran Alea sama Yoga, bukan?" Kiki menepuk-nepuk lengan Andi yang berjalan beriringan. "Mana, Ki? Nggak mungkin Alea mbonceng Yoga. Dia kan risih dikejar-kejar terus sama tuh anak." "Itu, Ndi, lihat beneran kan Yoga?"Kiki menggoyang-goyangkan bahu Andi hingga mata yang melebar justru berkedip-kedip. "Astaga, ada angin dari mana Alea sampai mau dibonceng Yoga." Andi ikutan heran melihat sahabatnya yang sering menolak mentah-mentah Yoga justru sekarang bersikap sebaliknya. "Eh kalian, ada apa bengong di tengah jalan?" seru Damar mengagetkan keduanya dari arah belakang. "Eh Mas Damar. Sudah beres MoUnya, Mas?" "Sudah. Sore ini mau saya bawa ke kantor. Oya lihat Alea, nggak?" "Itu," tunjuk Andi dan Kiki bersamaan. Mereka sedikit tak enak hati kalau sampai Damar melihat Alea jal
S3 Bab 16 Alea mengedarkan pandangan mencari dua sahabatnya. Ia melangkah gontai menuju tempat dua orang yang salah satunya melambaikan tangan ke arahnya. Pagi yang cerah tidak selaras dengan hatinya yang carut marut. "Bisa-bisanya Mas Damar mau berbuat nekat. Memangnya melamar orang hanya dibuat mainan?" decis Alea sambil menendang kerikil di tanah yang tidak bersalah. "Al, apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa ketus begitu sama Mas Damar? Bukannya kamu dan dia baru saja ketemu setelah sekian lama dia lulus?" cecar Kiki. Perempuan yang penasaran sejak tadi itu sudah nggak sabar menanti penjelasan Alea. "Duduk dulu, Al!" pinta Andi. Alea justru menoleh ke arah gazebo, Damar sudah tidak lagi di sana. Entah kemana, Alea tidak mempedulikan. Hatinya sudah kesal dibuatnya. "Kita masuk ke kelas aja dulu, nanti aku ceritain ya." "Hah, ayolah Al!" "Jangan sekarang, Ki. Lima menit lagi diskusinya mulai." Alea berusaha mengingatkan. "Astaga, iya. Dosennya pasti sudah masuk ke kelas. Ayo bu
S3 Bab 17 "Perlu aku temani ke bandara?" "Nggak, Ki. Biar aku sendiri yang ke sana." "Sendirian?" "Nantilah, aku ajak orang yang tepat." "Eh siapa? Om Irsyad?" "Ada deh." Kiki pura-pura kesal dengan wajah Alea yang mulai main rahasia. "Tuh kan mulai main rahasia-rahasiaan. Jangan bilang kalau kamu mulai luluh sama tuh anak manajemen." "Yoga maksudmu?" "Siapa lagi?" Alea tertawa renyah. "Yoga tuh ternyata orangnya ramah, Ki. Nggak ngeselin kalau udah diajak ngobrol." Kiki terperangah mendengar pujian Alea pada Yoga. "Apa telingaku masih normal? Kamu bilang Yoga dulu menyebalkan, kenapa sekarang sebaliknya? Apa dia mulai merayumu secara halus?" "Ckk, apaan sih? Dia sudah punya pacar, temannya Alisa. Mujur banget kan Yoga. Sedangkan aku? Ah sudahlah mungkin aku diingatkan Allah buat hati-hati kalau ada lelaki mendekat. Jangan sampai membuat sakit hati, yang ada sekarang aku merasakannya. Aku sudah menyakiti perasaan Yoga, eh giliran sekarang aku yang merasakan." "Nggak git
Sampai larut malam, Alea pulang dengan wajah suntuk dan memilih mengurung diri di kamar. Ia beralasan sedang banyak tugas dan baru pulang dari rumah Kiki. Kiki sahabatnya pun membantu memberi alasan saat ditanya mamanya via telepon. Alea merebahkan badan di kasur sambil menatap langit-langit. Ingatannya kembali pada kejadian sore tadi di bandara. "Kamu mau aku tunggu di sini atau aku antar?" tanya Yoga masih nangkring di motor tepatnya di parkiran bandara internasional Yogyakarta. Butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai ke tempat itu dengan kecepatan mengendarai motor rata-rata. "Aku sendiri aja ya, Ga. Kamu tunggu di sini. Aku nggak lama, cuma mau nyerahin ini." Yoga mengangguk. Mengedarkan pandangan, lelaki itu mencari tempat duduk yang nyaman untuk menunggu Alea. Sementara itu, Alea melangkahkan kaki menuju ruang tunggu di bandara sebelum masuk ke area boarding. Damar mengirimkan pesan kalau dia menunggu di kursi dekat pintu masuk. Alea mengedarkan pandangan ke segala arah.