RIRI POV
Aku tetap diam dan mendengarkan percakapan antara dua insan yang berlainan jenis kelamin tersebut. Dan dari percakapan mereka, aku jadi tahu kalau wanita di hadapan Haikal itu bernama Clara, kekasihnya yang beberapa bulan lalu pergi menghilang entah ke mana.
Aku terus diam dan memperhatikan. Hingga kejadian selanjutnya sungguh membuatku sakit hati dan mengucurkan air mata. Bagaimana aku tidak sakit hati dan menangis? Mereka berciuman dengan panas dan bergairah.
Aku hanya bisa menggigit bibirku dengan kuat agar tidak mengeluarkan suara isakan dan meremas rok dress yang kukenakan sekuat-kuatnya hingga buku-buku tanganku serasa mati rasa akibat terlalu kuatnya aku meremas dressku untuk menyalurkan rasa sakit dan sesak di dadaku.
Cukup lama aku menunggu agar mereka menyadari kehadiranku dan menghentikan ciuman panas mereka. Tetapi ternyata mereka terlalu mabuk dengan cumbuan dan ciuma
AUTHOR POV"Iya, iya! Jadi, ada apa kamu nelepon aku? Orang lagi bocan juga. Ganggu, tau nggak?" gerutu Rani yang merasa tidurnya terganggu dengan panggilan telepon dari Riri."Bocan? Apaan, tuh?" tanya Riri yang tidak mengerti dengan singkatan kata dari Rani."Bobo cuantiiikk! Masa gitu aja nggak tau sih, Ri? Kamu ini kuper banget, ya?" kesal Rani setengah berteriak. Sampai-sampai Riri harus menjauhkan ponselnya dari telinga."Oi, oi! Nggak usah pake toa juga kali ngomongnya! Sakit nih telinga aku," sungut Riri setelah menempelkan ponselnya ke telinga kembali."Ya habisnya kamu. Jadi orang kok kuper banget! Kenapa ya aku bisa punya sahabat kayak kamu ini? Dan jangan bilang, kamu nggak tau arti kuper juga!" sindir Rani."Jadi nyesel nih ceritanya sahabatan sama aku?" Riri bertanya ketus."Dikit!" jawab R
AUTHOR POV"Masalah Haikal lagi?" tebak Dewi berhati-hati namun tepat sasaran.Riri menundukkan kepalanya dalam-dalam lalu mengangguk lemah."Kali ini apa lagi yang udah dilakuin sama dia?" tanya Fikri dengan geram dan mengeratkan giginya. Tetapi dirinya tetap mencoba setenang mungkin. Ia tidak ingin terlihat emosi di depan Riri. Padahal jantungnya sudah bergejolak menahan amarah.Sebenarnya Fikri sudah lama menyukai Riri. Sejak pertama kali mereka berkenalan, Fikri sudah jatuh hati pada Riri. Namun Fikri tidak berani mengatakannya kepada Riri dikarenakan Fikri pernah berbasa-basi dengan bertanya kepada Riri, kenapa Riri tidak pernah mau pacaran sekali pun sampai kuliah seperti yang diceritakan oleh Rani dan Dewi.Dan jawaban Riri adalah, Riri ingin fokus menyelesaikan kuliahnya dulu. Lalu, jika Riri mencintai seorang pria, maka Riri hanya ingin cinta pertamanya itulah yang akan menja
AUTHOR POVRiri terus menangis. Hingga satu tekad membuatnya menghentikan tangisnya. Dihapusnya air mata yang sedari tadi mengalir. Meraih tasnya yang terletak di atas nakas. Dicarinya benda pipih persegi yang dapat menghubungkannya dengan seseorang. Setelah menemukannya, segera dicarinya nomor kontak seseorang.Beberapa kali nada sambungan terdengar, namun belum ada jawaban dari seberang sana. Dihubunginya kembali nomor tersebut. Pada panggilan ketiga, akhirnya panggilannya diangkat."Halo?" sapa orang di seberang."Halo. Aku butuh bantuan kamu. Bisa kamu jemput aku?" tanya Riri to the point."Ada apa? Kenapa tiba-tiba minta jemput? Apa pria itu nyakitin kamu lagi?" tebak orang itu."Nggak usah banyak tanya. Aku cuma butuh bantuan. Kamu bisa bantu aku atau nggak? Kalau nggak bisa, aku telepon yang lain," sergah Riri cepat.
HAIKAL POVTubuhku seketika menjadi lemas. Tulang kakiku seperti berubah menjadi jel yang tidak mampu menopang berat badanku. Aku terduduk lemas di lantai yang beralaskan karpet. Aku meremas dan menjambak rambutku dengan kuat. Air mataku menetes tanpa kusadari.Bodoh! Bodoh! Bodoh! Apa yang udah lo lakuin, Haikal bodoh? Lo udah bikin istri lo menderita dan sakit hati! Dan sekarang dia pergi dalam keadaan hamil anak-anak lo. Suami macam apa lo ini? Dulu udah jadi suami yang berengsek! Dan sekarang lo juga udah jadi suami yang nggak punya hati! batinku merutuki kebodohanku sambil memukuli kepalaku.Mama yang mungkin bingung dengan kelakuanku, mengambil kertas yang tadi kubaca. Dan reaksi Mama juga hampir sama denganku. Bedanya Mama terduduk di tempat tidur. Mama berteriak memanggil Papa. Dan sedetik kemudian tangisnya pecah.Papa yang baru pulang dari kantor dan baru selesai mandi,
AUTHOR POVSudah hampir dua bulan Riri meninggalkan rumah keluarga Haikal. Kini kehidupan Haikal sangat kacau balau. Dunianya terasa porak-poranda tanpa kehadiran Riri. Ini bahkan lebih parah daripada saat dirinya ditinggalkan oleh Clara waktu itu.Kini keadaan Haikal benar-benar sangat memprihatinkan. Tubuhnya kurus, matanya cekung dan terdapat lingkaran hitam di sekitaran bola matanya. Pria itu juga sering melamun dan tidak fokus pada apa yang dikerjakannya.Pernah suatu kali dirinya ingin makan. Tetapi yang ia ambil bukannya piring. Melainkan mengambil gelas, lalu mengisinya dengan nasi. Atau melakukan hal yang sebaliknya. Pria itu ingin minum, tetapi yang diambilnya adalah piring, lalu mengisinya dengan air.Tommy dan Mawarni yang menyaksikan kejadian itu, turut merasakan kesedihan yang dialami oleh Haikal. Maka dari itu, Tommy dan Mawarni melarang Haikal pergi sendirian atau mengendar
AUTHOR POVRiri terus bergerak gelisah di atas ranjang. Ia masih belum bisa memejamkan matanya. Padahal hari sudah cukup larut malam. Otaknya terus memikirkan Haikal. Kerinduannya terhadap Haikal yang telah menggunung membuatnya tidak bisa tidur. Rasanya Riri sudah tidak sanggup lagi untuk menahan perasaan rindunya itu. Apalagi setelah kemarin dirinya mendengar suara Haikal di telepon yang terdengar putus asa dan frustrasi memohon dirinya kembali. Riri jadi semakin merindukan sosok yang menjadi ayah dari calon anak-anaknya itu.Merasa lelah membolak-balikkan badannya di kasur, Riri memilih untuk bangkit. Kemudian mengambil jaket, syal, juga ponselnya dan berjalan keluar dari kamar. Riri memutuskan untuk menuju halaman belakang villa dan duduk di sebuah ayunan yang menghadap ke pantai. Debur ombak yang disapu angin laut yang bersahut-sahutan menerpa bibir pantai, bagaikan alunan musik yang mengalun indah di pendengaran Riri
Still flashback onAUTHOR POVDi sinilah Fikri dan Haikal sekarang. Duduk berhadapan di sebuah kafe yang berada dalam sebuah mall di pusat kota. Setelah memantapkan hati dan pikirannya, Fikri menghubungi Haikal dan memintanya untuk bertemu."Jadi, ada apa lo nelepon gue dan ngajak ketemu? Lo mau ngetawain gue karena keadaan gue sekarang?" tanya Haikal sarkastik."Santai dong, Bro! Nggak usah sarkas gitu ngomongnya. Gue ngajak lo ketemu karena ada yang mau gue tanyain sama lo. Ini penting banget! Dan ini menyangkut tentang Riri," jelas Fikri dengan santai."Tentang Riri? Apa yang mau lo tanyain? Apa lo mau nanya, kapan gue bakalan ceraiin Riri? Iya? Kalau itu yang mau lo tanyain, sebaiknya lo denger omongan gue ini baik-baik. Gue nggak akan pernah ceraiin Riri sampe
Still flashback onSaat ini aku dan Fikri berada di sebuah rumah sakit yang terletak di pinggiran kota. Kami memilih rumah sakit ini karena rumah sakit ini sangat jauh dari rumah keluargaku, keluarga Riri, kampus, atau pun tempat yang biasa Riri datangi. Dan kami yakin kalau Riri belum pernah datang ke rumah sakit ini. Itu karena Riri tidak pernah pergi jauh dari rumah seorang diri.Tidak terlalu lama kami menunggu antrean. Hanya sekitar 20 menit, giliran kami dipanggil. Kami memasuki ruangan seorang dokter spesialis yang bernama Lisa tersebut lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan dokter dan berbatasan dengan meja kerjanya setelah dipersilakan."Jadi, siapa yang sakit dan apa keluhannya, Pak?" tanya Dokter Lisa sopan."Kami berdua tidak sakit, Dok. Kami ke sini cuma ingin bertanya tentang obat ini. Ini sebenarnya obat apa?" tanyaku seraya mengel