AUTHOR POV
"Kamu kenapa bengong? Kamu nggak mau meluk aku tidur?" tanya Riri membuyarkan lamunan Haikal.
Suara Riri sudah bergetar. Matanya juga sudah berkaca-kaca. Setumpuk cairan bening sudah berkumpul di pelupuk mata Riri, siap meluncur bebas di pipinya yang tirus dan putih mulus itu.
"Eh? Oh! Enggak kok, Ri. Enggak! B-bukan gitu. A-aku bukan nggak mau meluk kamu tidur. Aku cuma lagi bingung aja tadi," jawab Haikal gugup karena melihat Riri yang sudah hampir menangis.
"Bingung kenapa? Kalau nggak mau, ya udah! Pergi aja sana!" ucap Riri ketus.
"Bukan bingung karena itu .... Aku cuma lagi bingung, kok kamu tiba-tiba jadi manja? Apa karena kamu lagi ngidam? Tapi kayaknya emang bener kamu lagi ngidam, deh," Haikal bertanya sendiri dan menjawab sendiri pertanyaannya, berusaha menyangkal ucapan Riri yang terdengar sedikit menuduh.
"Ya udahl
AUTHOR POVTanpa sepengetahuan Haikal, diam-diam Riri tersenyum lebar mendengar penuturan Haikal. Wanita itu benar-benar bahagia sekarang. Dan Riri sudah tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya lagi. Riri merasa puas mendengar pengakuan Haikal. Meskipun dia tidak tahu, apakah Haikal benar-benar tulus atau tidak, apakah Haikal merasa terpaksa atau tidak. Tetapi yang penting sekarang adalah, Haikal memilih dirinya daripada Clara.Riri memutar tubuhnya menjadi menghadap Haikal. Senyum kebahagiaan masih terpatri di wajahnya. Namun senyum manisnya itu luntur seketika, saat melihat air mata yang mengalir di wajah tampan suaminya. Dan saat itu juga, perasaan bahagianya yang tadi sempat melambung tinggi, seketika terasa terhempas ke bumi dengan keras. Membuat perasaannya hancur berkeping-keping dan menjadi serpihan-serpihan kecil seperti sebuah kaca yang terhempas ke lantai.Mengabaikan rasa sakit di hatinya, Rir
AUTHOR POVMerasa ada tangan seseorang yang mengguncang bahunya, dan mendengar suara merdu seorang wanita yang memanggilnya, berhasil membawa Haikal kembali dari lamunannya.Menolehkan kepalanya ke asal suara, matanya menangkap sosok Riri yang baru selesai mandi. Tubuh mungil istrinya itu hanya dibalut dengan selembar handuk yang hanya menutupi dari bagian dadanya hingga ke paha. Bahkan pahanya tidak tertutup sebagian. Handuknya jadi terlihat lebih pendek pada bagian depannya karena tertarik oleh perut buncit Riri.Haikal mendudukkan dirinya. Matanya mulai menelusuri pemandangan indah berupa sosok wanita di hadapannya. Sosok wanita cantik yang berstatus sebagai istrinya dan ibu dari calon anak-anaknya. Sosok wanita yang mampu mengobrak-abrik pertahanan hasrat bercintanya."Kamu udah selesai mandinya?" tanya Haikal.Suaranya sudah mulai serak. Matanya sudah tertutup kabut g
RIRI POVBunda memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Dan aku dengan rencana yang sudah kususun. Pertama, aku akan kembali ke kamarku dulu. Aku akan mengambil sesuatu di kamarku. Kedua, aku akan masuk ke dalam kamar Akhdan dan menunggu sampai Akhdan pulang.Tetapi sebelum itu, aku harus mengajak Haikal untuk bekerja sama juga denganku. Hanya untuk jaga-jaga. Siapa tahu, Akhdan akan datang ke kamarku dan bertanya pada Haikal. Kalau Haikal tidak tahu, pasti dia akan membocorkan hal yang seharusnya dirahasiakan lebih dulu supaya rencanaku berjalan dengan baik. Dan itu akan menggagalkan rencanaku.Setelah melewati perjuangan dalam menaiki tangga, akhirnya sampai juga aku di dalam kamar. Aku langsung menyampaikan ajakan kerjasamaku dengan Haikal untuk menjahili Akhdan. Walaupun pada awalnya dia kelihatan heran dengan keinginanku yang ingin menjahili Akhdan, tetapi setelah aku sedikit membujuknya, akhirnya dia bers
AKHDAN POVAku mengernyit bingung dengan ucapan Kak Riri yang baru saja dikatakannya. "Penyakit? Penyakit apa yang kak Riri maksud?" akhirnya pertanyaan penasaranku meluncur mulus dari mulutku."Iya. Penyakit yang selama ini Kakak sembunyiin dari semua orang. Penyakit yang Kakak sembunyiin dari kalian semua. Cuma dokter di rumah sakit tempat Kakak periksa yang tau tentang penyakit Kakak. Dokter Andini, dokter spesialis kandungan Kakak, dan Dokter Arya, dokter spesialis yang ngevonis Kakak waktu itu. Juga ada Dokter Hana, dokter khusus keluarganya Haikal. Tapi, sekarang udah bertambah," cerita Kak Riri panjang lebar."Terus, sekarang udah berapa orang yang tau tentang penyakit Kakak? Siapa aja? Apa Bunda sama Ayah juga udah tau? Terus, sebenernya sakit apa yang Kakak derita selama ini?" tanyaku yang semakin penasaran."Kakak divonis ngidap penyakit kanker otak stadium lanjut atau stadium ti
AUTHOR POVSetelah makan malam, Riri, Haikal, Akhdan, Nisa', dan Malik memilih duduk santai bersama di ruang keluarga. Mereka masih ingin menghabiskan waktu bersama untuk bercengkrama dengan Riri agar dapat melepaskan rasa rindu pada diri mereka.Saat ini posisi duduk Riri tengah di apit oleh Nisa' dan Malik. Mereka duduk pada sebuah sofa panjang berwarna hitam. Sedangkan Haikal dan Akhdan, kedua orang itu seakan tersingkir dan duduk berseberangan dengan ketiga orang yang sedang asyik berbincang dan bercanda.Malik juga sempat menanyakan di mana Riri tinggal selama hampir dua bulan ini. Dan Riri menjawab kalau selama ini ia tinggal di villa keluarga Fikri yang berada di luar kota. Dan masih banyak lagi yang mereka bicarakan hingga tanpa mereka sadari, malam semakin larut.Riri dan Haikal pamit pergi ke kamar pada Nisa' dan Malik. Sedangkan Akhdan sudah beranjak dari sana sedari ta
RIRI POVSuara kicauan burung samar-samar terdengar olehku. Kicauan yang sangat merdu layaknya sebuah nyanyian penuh semangat dan penyambutan sang sinar mentari. Sepertinya burung-burung itu ingin membangunkanku dan mengatakan jika hari telah pagi.Sedikit demi sedikit aku membuka mataku. Mengerjapkannya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina mataku dan berusaha mengumpulkan seluruh nyawaku. Menggeliat pelan untuk meregangkan otot-otot tubuhku yang terasa sakit di beberapa bagian.Di depan wajahku, terlihat sebuah raut wajah seorang pria tampan yang sedang menutup matanya menandakan jika orang tersebut masih tidur. Kuperhatikan wajahnya yang tenang.Mata indahnya yang pernah menatapku setajam elang. Namun mata indah itu juga pernah menatapku dengan teduh. Memberikan rasa nyaman dan hangat secara bersamaan. Hidungnya yang mancung khas orang Indonesia. Rahangnya y
AUTHOR POVRiri dan Haikal berjalan di lorong rumah sakit dengan tangan yang saling bergandengan. Bukan. Lebih tepatnya Haikal yang menggandeng tangan Riri. Ya. Saat ini mereka memang sedang berada di rumah sakit. Setelah sarapan tadi, mereka memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Mereka ingin memeriksakan kandungan Riri.Ingin mengetahui perkembangan janin yang Riri kandung.Mereka berjalan menuju ruangan Dokter Andini dengan senyuman yang tak pernah luntur dari bibir mereka setelah mengambil nomor antrian di bagian resepsionis. Sesekali mereka juga mengobrol mengenai calon anak-anak mereka. Hingga tidak terasa mereka telah sampai di depan ruangan Dokter Andini.Sekitar lima belas menit kemudian giliran nomor antrian Riri dan Haikal yang dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan Dokter Andini."Selamat pagi, Dok!" sapa Riri begitu masuk ke dalam ruangan Dokter Andini."
AUTHOR POV"Jadi, apa kesempatan saya untuk sembuh ada?" tanya Riri lagi dengan penuh harapan jika Dokter Arya akan menjawab 'masih ada kesempatan untuknya sembuh'."Jika Ibu Rifqah melakukan operasi dan kemoterapi secepatnya, kemungkinan kesempatan Ibu Rifqah untuk sembuh itu ada. Meskipun tidak seratus persen. Tapi, kesempatan itu masih ada. Hanya saja, Ibu Rifqah harus segera melakukan operasi dan kemoterapi tersebut. Jika terlalu lama, saya khawatir penyakit Ibu akan semakin memburuk dan akan memasuki stadium akhir. Dan penyembuhannya akan semakin sulit nantinya," jawab Dokter Arya panjang lebar."Tapi, Dokter tau sendiri, 'kan? Saya sedang hamil. Nggak mungkin saya menjalani operasi dan kemoterapi sebelum saya melahirkan. Saya takut akan berdampak buruk terhadap janin saya. Kalau misalnya, saya menjalani operasi dan kemoterapi beberapa bulan lagi, apa kesempatan itu masih ada, Dok?" Riri kembali berta