Seketika Orin melotot tidak percaya jika sang Papi menginginkan dirinya justru menikah dengan Naka, bodyguardnya sendiri, alias bawahan Papinya. Dunia rasanya berhenti berputar ketika Orin membayangkan itu semua, bahkan Naka saja kuliah belum selesai, apa kata teman-temannya jika orin justru menikah dengan makhluk yang disebut berondong.
“Bagaimana?” tanya Anindito
“Tidak ada pilihan lain, Pi?” tanya Orin tampak bimbang
“Tidak, itu pilihan Papi yang paling tepat, menikah dengan Naka atau Naka akan Papi berhentikan menjadi bodyguard keluarga kita,” jawab Anindito.
“Boleh nggak Orin mikir dulu?” tanya Orin
“Boleh, waktumu hanya sampai besok pagi,” jawab Anindito dengan tegas
Orin langsung membeliakkan mata, tidak percaya, keputusan menikah atau tidak hanya diberikan waktu kurang dari 24 jam. Orin langsung lari masuk ke kamarnya, merebahkan diri diranjang empuknya.
“Papi nyebelin, masa aku suruh nikah sama bocah!” gerutu Orin, “Pasti Ulin sama Rara bakal ngeledek aku habis-habisan kalau tahu yang menjadi suamiku bocah kemarin sore, mana kerjaannya bodyguard lagi. Apa sih hebatnya dia!?”
Pintu kamar Orin tampak diketuk seseorang, dan dengan malas Orin membukakan pintu. Ternyata Sonia sudah berdiri di depan pintu kamar Orin sambil tersenyum.
“Ngapain sih Mami kesini?” tanya Orin. Orin meskipun hanya beda lima tahun dengan Sonia, tetap memanggil Mami pada ibu tirinya.
“Kamu lagi kena ultimatum sama Papi ya?” tanya Sonia balik sambil tersenyum
“Huh, udah tahu nanya aja sih, Mami ini!” gerutu Orin sambil kembali merebahkan diri dikasurnya, sementara Sonia menyusul masuk dan duduk dipinggiran kasur Orin.
“Menikah itu enak, Rin. Apa salahnya menerima permintaan Papi,” kata Sonia, “Dari pada kamu diluaran sana selalu saja tidak jelas jalan dengan siapa, ujung-ujungnya dijebak teman terus-terusan, untuk kemarin Naka yang bawa kamu, coba kalau laki-laki lain? Sudah habis kamu dilahap laki-laki yang belum tentu mau bertanggung jawab.”
“Ya tapi kan nggak sama Naka juga, Mam!” protes Orin
“Ada yang salah dengan Naka? Dia baik, tanggung jawab, rajin juga, kuliah hampir selesai, paling sebentar lagi juga mampu mensejajari jabatan CEO mu,” balas Sonia
“Mami, dia itu baru 23 tahun, dan aku 27 tahun, nanti apa kata orang aku nikah sama berondong,” kata Orin.
“Nggak ada yang salah, Mami nikah sama Papi juga beda 20 tahun, apanya yang salah?” tanya Sonia
“Hihhhh!!! Kan yang lebih tua Papi, ya itu wajar, dimana-mana itu laki nya yang lebih tua dari wanitanya, ini malah kebalik!” jawab Orin
“Nggak ada yang salah juga lebih tua wanitanya daripada lelakinya,” kata Sonia, “Hayoloh mau jawab apa!?”
“Ih, si Mami bukannya kasih solusi malah ngompor-ngomporin,” gerutu Orin
“Naka ganteng, kurang apa coba,” bisik Sonia sambil terkekeh, “Jarang ada pria seganteng Naka bisa melindungi wanita, bisa beladiri, gak malu-maluin kalau di ajak kondangan juga.”
Mata Orin seketika melotot tidak jelas pada Mami tirinya, sementara Sonia terkekeh sambil meninggalkan kamar Orin, sebelum menutup pintu kamar Orin, Sonia menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan.
“Papi tidak akan pernah salah mencarikan jodoh untuk kamu, sayang,” kata Sonia, “Pikirkan baik-baik.”
Sonia kemudian menghilang dari kamar Orin sambil menutup pintu kamar itu. Orin hanya terdiam saja, mencoba mencerna setiap perkataan Sonia tadi. Memang benar Naka berwajah tampan, kulit putih bersih dan paras yang mirip actor korea, sangat jauh dari kesan dia seorang bodyguard selama ini.
Soal tanggung jawab dan kebaikan, Naka sangat bertanggung jawab dengan pekerjaannya, juga sangat baik, sudah terbukti beberapa kali membawa Orin pulang dalam keadaan mabuk tanpa melakukan tindakan kurang ajar sedikitpun. Naka juga calon sarjana ekonomi, artinya Naka juga mampu menjadi seorang pengusaha kelak, bahkan mungkin sepak terjangnya didunia bisnis kelak akan lebih kompeten, berbekal kepandaiannya selama ini, kuliah saja beasiswa, kalau nggak beasiswa mana mungkin pinter.
Malam harinya, Orin tampak keluar dari kamarnya jam sembilan malam karena lapar, dia sedari tadi malas keluar dari kamarnya, sehingga akhirnya merasa lapar sendiri. Suasana rumah sudah tampak sepi, sepertinya Papi dan Maminya juga si kecil Indra sudah masuk ke kamar untuk beristirahat.
Orin pergi ke dapur juga terlihat sepi, para maid sepertinya sedang membereskan urusan didapur belakang. Orin justru melihat Naka tengah duduk di meja makan sambil menghadap laptop, seperti tengah mengerjakan sesuatu.
“Non, selamat malam,” sapa Naka yang langsung berdiri ketika melihat kedatangan Orin, “Ada yang bisa saya bantu?”
“Aku lapar,” jawab Orin
“Sepertinya sudah tidak ada sisa makanan, apa perlu saya buatkan sesuatu?” tanya Naka
“Tidak usah, kamu sedang apa?” tanya Orin
“E, saya sedang merevisi skripsi saya, non,” jawab Naka sambil garuk-garuk kepala kikuk.
“Sudah selesai?” tanya Orin
“Sudah, baru saja selesai,” jawab Naka.
“Mau menemaniku keluar cari makan?” tanya Orin
“Kemana? Asal jangan ke club lagi, Non. Nanti bapak marah,” jawab Naka.
“Kita kulineran malam saja, kamu pasti juga lapar habis menguras pikiran buat merevisi skripsimu,” kata Orin.
“Baiklah, saya bereskan dulu laptop saya,” balas Naka yang langsung membereskan laptopnya, lalu membawa masuk ke dalam kamarnya yang terletak bersebelahan dengan kamar para maid lain. Naka memang diberikan kebebasan oleh Anindito untuk menginap dirumahnya sendiri atau mau menginap dirumah Anindito, sehingga ada satu kamar khusus untuk Naka jika ingin menginap disana.
Naka keluar dari kamar sambil mengenakan jaket jeans juga topinya, Orin sedikit terkejut melihat penampilan Naka malam itu, terlihat sederhana tetapi sebenarnya justru terlihat tampan sekali.
“Naka, pakai motor saja bisa?” tanya Orin, “Bosan pakai mobil terus.”
“Tap-tapi adanya motor saya, motor matic biasa, non,” jawab Naka
“Gakpapa,” kata Orin
“Nona tidak ganti baju dulu?” tanya Naka yang melihat Orin hanya mengenakan setelan piyama panjang.
“Nggak usah, gini aja,” jawab Orin
Naka akhirnya keluar dari rumah menuju garasi, diikuti oleh Orin. Orin kemudian memakai helmnya, begitu pula Naka. Orin lalu duduk diboncengan belakang, membuat sedikit jarak agar tidak menempel pada tubuh Naka, lalu Naka melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
“Nona mau makan dimana?” tanya Naka, “Jam segini sudah banyak restoran tutup.”
“Kalau yang masih buka apa?” tanya Orin balik
“Ya, warung pinggir jalan, pasti nona gak suka,” jawab Naka
“Contohnya?” tanya Orin
“Ya nasi goreng atau lamongan gitu,” jawab Naka
“Kita coba nasi goreng saja, tidak apa-apa diwarung pinggir jalan asal enak,” kata Orin
“Yakin?” tanya Naka
“Iyalah…. Ayo!” seru Orin
Naka menghentikan motornya disebuah warung nasi goreng yang memang terkenal enak, tempat biasanya Naka juga makan.
“Mas Naka, tumben malem kesininya?” tanya sang penjual
“Iya, nih, pak! Nganterin Nona Orin, katanya lapar, saya tawarin disini kok mau,” jawab Naka, “Non, mau pesen nasi goreng apa?”
“Emangnya ada apa aja?” tanya Orin
“Nasi goreng ayam, nasi goreng babat, nasi goreng seafood, sama nasi goreng hongkong,” jawab Naka, “Atau yang direbus juga ada, bisa nasi rebus atau mie rebus.”
“Nasi goreng babat saja,” kata Orin, “Kamu pesan sekalian, temani aku makan.”
“Pak, nasi goreng babat pedes sedikit 1 sama nasi goreng hongkong seperti biasanya 1, minumnya es teh sama es jeruk,” kata Naka.
Keduanya kemudian duduk lesehan disalah satu tempat yang kosong, saling berhadapan. Naka sebenarnya canggung duduk bersama dengan Orin dalam satu meja, tapi Orin maunya duduk bersama, mau tak mau Naka menuruti.
“Naka, Papi ada ngomong sama kamu soal kita?” tanya Orin
“Ngomong soal apa, ya, non?” tanya Naka balik, “Perasaan bapak nggak ada ngomong sama saya.”
“Masa kamu gak ingat?” tanya Orin
Naka mencoba mengingat-ingat, dan dia hanya ingat soal tawaran Anindito agar Naka mau menikahi Orin.
“E…. nggak ada, non.” Naka mana bisa menyampaikan itu ke Orin.
“Papi meminta aku menikah sama kamu,” kata Orin
“E….masa, non?” tanya Naka tidak percaya, ternyata Orin sudah tahu masalah ini, “Ya, bapak memang membicarakan itu, tapi saya pikir bapak bercanda saja, mana mungkin non Orin mau sama saya.”
“Ya, Papi maksa memang, tapi mau gimana lagi kalau itu maunya Papi,” jawab Orin, “Kamu mau nikah sama saya?”
“Haaaa….”
“Malah Haaa! Jawab bukan malah haaa,” gerutu Orin. “Ya, tapi, saya juga bingung Non harus jawab apa, saya takut Nona tidak mau sama saya, tapi saya juga bingung gimana cara menolak permintaan bapak,” balas Naka. Penjual nasi goreng datang dengan membawakan dua piring nasi goreng dan 2 gelas minum. “Silahkan dinikmati,” “Terima kasih, Pak,” kata Naka Orin yang benar-benar kelaparan langsung melahap nasi gorengnya tanpa ditiup, akhirnya orin jadi kepanasan, membuat Naka tertawa geli sendiri. “Masih panas, non. Ditiup dulu,” kata Naka “Kamu gak hihang kao hanas,” balas Orin sambil berusaha mengunyah nasi goreng yang sudah terlanjur masuk kemulutnya. Akhirnya Naka membantu sedikit mendinginkan nasig goreng Orin dengan cara mengipasi nasi goreng Orin menggunakan kertas menu yang terletak diatas meja. Orin diam-diam memperhatikan Naka yang begitu perhatian pada Orin. Selama ini memang Naka nyaris selalu meladeni kemauan Orin tanpa membantah sedikitpun, melindungi Orin yang merupakan
Orin dan Naka sama-sama melotot tidak percaya dengan keputusan Anindito, secepat itu mereka akan dinikahkan, Naka berpikir bahkan paling tidak menunggu sampai dia selesai sidang skripsi yang hanya tinggal satu bulan lagi, tapi apapun keputusan Anindito, Naka tidak bisa membantah. Orin sebagai anaknya saja tidak bisa membantah, apalagi dia yang hanya seorang bodyguard. Siang itu, Naka menyerahkan berkas yang digunakan untuk keperluan menikah, dari mulai kartu keluarga, KTP sampai akta kelahirannya. Anindito menerima berkas itu lalu membawanya keruang kerjanya. Anindito memeriksa masing-masing pemberkasan Naka dengan seksama, dan ketika Anindito membaca akta kelahiran Naka, dia sedikit terkejut membaca nama kedua orang tua Naka. “Jadi nama ayahnya Naka itu Bayu Erlangga, ibunya Maya Saputri. Aku seperti tidak asing dengan dua nama ini,” gumam Anindito. Dia kemudian mencari data kecelakaan tiga tahun lalu, karena memang informasinya kedua orang tua Naka meninggal karena kecelakaan mobi
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Orin Regina Asmoro binti Anindito Asmoro dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai!” Suara lantang Naka menggema memenuhi hall hotel bintang lima yang digunakan secabagai acara akad nikah sekaligus sebagai tempat resepsi. “Sahhh!” teriak para saksi. Naka tersenyum lega, akhirnya dia bisa mengucapkan ijab Kabul hanya dengan satu tarikan nafas, padahal semalaman dia nyaris tidak bisa tidur karena sibuk menghapal ijab Kabul, dan selalu saja salah-salah terus, entah salah menyebut nama Orin atau salah menyebut nama mertuanya. Naka mencium kening wanita yang sudah berstatus sebagai istrinya dengan lembut, dan orin mencium punggung tangan pria yang selama ini selalu setia menemaninya dan menjaganya sebagai seorang bodyguard, dan kini berubah status menjadi suaminya. Sungguh tidak ada yang menyangka, jika Naka berhasil menakhlukkan hati Orin, semua orang juga tahu jika Naka adalah bodyguardnya Orin, ada sebagian orang yang bangga dengan sikap Naka yang m
Esok harinya, Naka sudah bangun terlebih dahulu, dan berlari kekamar mandi. Naka pria normal, semalaman tidur dengan posisi dipeluk Orin, tentu sungguh menyiksanya, sehingga pagi itu Naka segera menuntaskan semuanya dikamar mandi. Keduanya kemudian pulang kerumah pada siang hari, setelah mereka sarapan bersama di hotel, lalu mampir ke rumah Naka untuk mengambil barang-barang milik Naka. Naka resmi tinggal dirumah Orin, bersama mertuanya, sehingga Naka harus mengambil barang-barang yang masih ada dirumah peninggalan orang tuanya. Naka masuk ke kamar Orin dengan suasana berbeda, sudah ada satu lemari tambahan disana, yang memang ditambahkan untuk tempat pakaian Naka. “Aku bantu bereskan pakaian abang,” kata Orin “E, tidak usah, aku bisa sendiri,” balas Naka, “Kamu istirahat saja, besok sudah mulai kerja.” “Siapa bilang besok kita kerja?” tanya Orin, “Kita akan bulan madu.” “Bu-bulan madu?” tanya Naka tidak percaya, kenapa juga harus ada bulan madu, sedangkan malam pertama saja dila
Wajah Naka masih bersemu merah ketika duduk bersama Anindito dan istrinya di ruang keluarga. Bagaimana tidak malu kalau Naka yang tengah berciuman dengan Orin, justru ketahuan oleh mertuanya. “Besok kalian akan berangkat ke Bali. Nikmati liburan kalian,” kata Anindito “Harus ya, pi?” tanya Naka “Ya, harus!” jawab Sonia, “Supaya pulang lekas bawa cucu untuk kami.” “Cu-cucu!?” tanya Naka menjadi lebih gugup lagi “Sebentar, Pi,” kata Orin, “Sepertinya keberangkatan ke Bali harus diundur 2 atau 3 hari lagi. Bukannya Bang Naka besok sidang skripsi?” “Ya, Tuhan! Iya aku lupa, besok sidang skripsi,” balas Naka sambil menepuk dahinya sendiri. “Bisa tetap berangkat besok. Sidang skripsi kan pagi, kalian bisa berangkat sore harinya,” kata Anindito, “Ya, sudah sana kamu belajar buar persiapan besok! Orin, jangan ganggu suamimu, biar dia belajar dulu.” “Aku juga mau keluar, pi,” balas Orin “Mau kemana kamu?” tanya Sonia “Nge mall, daripada bosan dirumah,” jawab Orin sambil berlalu pergi.
Naka sudah tidak dapat lagi membendung hasratnya, sebagai laki-laki normal tentu saja dia langsung memuncak gairahnya disuguhi pemandangan kemolekan tubuh istrinya. Akhirnya malam itu menjadi pergumulan malam pertama entah yang sudah menjadi malam kesekian untuk mereka berdua. Pukul empat pagi, Naka terbangun dengan posisi tengah tidur sambil memeluk istrinya dari belakang. Orin masih tampak terlelap dengan menggunakan lengan Naka sebagai bantalan kepalanya. Perlahan Naka memindahkan kepala Orin ke bantal, dan kemudian dia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan menunaikan sholat subuh. Orin masih belum bisa sholat, sehingga Naka harus mengajarinya secara bertahap, pagi itu Naka sholat sendirian di samping ranjang. Orin yang sedari tadi sudah bangun tampak memperhatikan Naka yang tengah sholat. “Pagi-pagi sudah wangi aja?” tanya Orin yang melihat Naka mengenakan sarung dan baju kokonya. “Karena kalau pagi kita harus ibadah,” jawab Naka sambil tersenyum “Aku belum bisa
Suasana sore di sebuah resort mewah yang sudah berkelas internasional menjadi pemandangan indah bagi sepasang pengantin baru Orin dan Naka. Ternyata Anindito memilihkan salah satu resort mahal dikawasan Jimbaran untuk anak dan menantunya berbulan madu. Naka tengah berenang di kolam renang privat yang ada di resort itu, bentuk tubuhnya yang memang atletis dengan dada bidang dan 6 kotak diperutnya menambahkan kadar ketampanannya, sungguh tidak menyangka jika Naka selama ini hanya seorang bodyguard, yang akhirnya menikah dengan Orin, gadis cantik anak dari majikannya sendiri. Orin yang tengah menikmati pemandangan sore hari, matanya hampir tidak lepas dari Naka, Orin sangat terkesima dengan bentuk tubuh indah milik sang suami, beberapa kali mengambil gambar Naka yang baru saja keluar dari kolam renang, membuat Orin senyum-senyum sendiri. Dulu dia sempat menentang sebuah pernikahan, tapi entah kenapa sekarang dia begitu tergila-gila pada Naka. Sekalipun usia Naka dibawahnya empat tahun,
Orin dan Naka sudah kembali ke rumah Anindito setelah berbulan madu selama seminggu di Bali. Jika Orin sudah mulai persiapan untuk kembali bekerja dengan wajah baru dan cerianya, maka berbeda dengan Naka. Pria itu justru bingung, karena sejak kembali dari Bali, tugasnya mengawal Orin sudah digantikan oleh Angel. Anindito mengambil bodyguard baru perempuan untuk putri bungsunya. Pagi itu Orin sudah tampak berdandan cantik dengan setelan blazer warna merah marun dengan dalaman berdada rendah, juga rok pendeknya dengan warna senada, rok itu hanya sekitar 30 centimeter menutupi bagian bawah Orin, sehingga masih terlihat paha mulus nan putih itu. Ditambah sebuah stiletto dengan warna merah marun juga membuat penampilan Orin sungguh sempurna. “Orin, memangnya tidak ada rok yang lebih panjang lagi?” tanya Naka sambil memperhatikan istrinya yang tengah menggunakan lisptik “Memangnya kenapa?” tanya Orin balik, “Biasanya juga seperti ini.” “Aku tidak suka orang lain memandangi tubuhmu,” jawa