"Saya pamit!" Suara Hans sama sekali tidak ramah ketika hendak meninggalkan ruangan itu.
Aura mengulurkan tangan hendak menghentikan Hans, tapi Cakra yang terlihat cuek membuatnya bimbang. Hingga akhirnya gadis itu membiarkan Hans meninggalkan ruang kerja.
"Den! Aden kok gitu sih sama klien. Kalau dia kabur karena tersinggung gimana? Aden rugi dong?" keluh Aura saat Cakra malah berjongkok, untuk memungut serpihan smartwatch.
"Nggak bakal rugi. Sedari awal klien sudah diberi peringatan tentang cara kerja kita. Mereka juga diwajibkan membayar dimuka sebelum menggunakan jasa biro jodoh Sepasang. Kalau sampai klien merasa tidak puas dan berniat membatalkan kerja sama, maka uang itu tidak bisa ditarik lagi. Seharusnya dia membaca petunjuk dengan lebih teliti." Dengan santai, Cakra menginjak tempat sampah hingga terbuka,
Cakra yang masih berdiri di antara kamar dan selasar, menatap selama lima detik penuh sebelum berkata, "Saya punya tugas untukmu.""Bentar, bentar, Den." Aura malah berlari kecil menghampiri Mbok Minah.Gadis itu membisikkan sesuatu yang membuat mata wanita itu berbinar cerah, yang lalu dibalas dengan anggukan kepala penuh semangat. Cakra bahkan khawatir kalau Mbok Minah akan mengalami sakit leher setelahnya."Ayo, Den. Kita joget," ulang Aura yang menarik Cakra keluar kamar.Namun, Cakra balas menarik hingga terjadi tarik menarik, dengan musik Twice-Whats it love yang menjadi latar adegan mereka.Aura melepaskan Cakra dan mulai bersiap untuk melakukan gerakan yang sudah amat populer itu. Namun, tanpa disangka-sangka, Cakra m
Mulut Cakra tak henti-hentinya mengucapkan mantra untuk berpindah tempat. "Mingser mrono, mingser mrono, mingser mrono!"Dalam sekejap mata, tubuh Cakra sudah menghilang, untuk kemudian muncul di sudut sepi supermarket. Cakra menjulurkan leher saat mencari tahu keberadaan Aura. Ternyata Aura berada tak jauh dari tempat kemunculannya.Jadi, Cakra mulai berlari melewati rak-rak tinggi berisi bahan makanan. Ketika sudah semakin mendekati Aura, tangan Cakra mencoba menggapai gadis itu."Lepasin, Ra!" Teriakan tegas itu membuat Aura tersadar dan segera melepaskan pegangan pada troli.Sepasang tangan kekar menyambar tubuh mungil Aura. Hingga gadis itu tidak jatuh tersungkur.Suara benturan troli dengan tembok membuat be
"Akang Prabu! Aku datang." Aura sampai harus menutup telinga saat seorang gadis berteriak memanggil editornya dengan suara kencang. Kemudian , Aura mengelus dada untuk menenangkan diri setelah mendapat kejutan. "Nah,ini dia solusinya. Perkenalkan, ini Lilis. Lilis, ini Aura. Duduk dulu, Lis." Prabu menunjuk kursi yang ada di samping kanannya. "Akang sudah nunggu lama? Lilis nggak telat, kan?" Aura mendengkus mendengar nada bicara Lilis yang dibikin manja. Sepertinya, gadis itu tahu apa yang dipikirkan Aura. Itu karena pandangan mata Lilis begitu tajam, seolah berkata, "Apa maumu? Berani sama aku?" Mata Lilis menyipit, kemudian alisnya berkerut hingga hampir menyatu. "Kamu ngetawain aku? Apa ada yang lucu?"
"Aden nguntit ya? Hayo, ngaku! Saya laporin Ndoro lho. Aden ketahuan pergi dari rumah," cecar Aura karena Cakra masih belum mau menjawabnya.Tangan Cakra mengusap tengkuk kemudian menoleh ke kanan selama lima detik, sebelum kembali memandang Aura. "Siapa juga yang nguntit? Kardus penyok sudah jadi bukti yang kuat. Tidak perlu meninggalkan rumah untuk tahu ada yang nggak beres."Terus, kok tahu saya kehilangan kendali troli? Hayo, jawab!" desak Aura yang malah makin penasaran."Kamu tadi denger jawaban saya nggak? Kardus-kardusnya sampai penyok gitu. Pasti ada sesuatu dengan troli." Cakra menjawab dengan setengah membentak, untuk menyakinkan Aura kalau dia hanya sekadar menduga, tanpa ada di tempat kejadian."Oh, iya, ya. Tadi Aden sudah bilang. Saya kembali ke kama
"Terus, kenapa kamu nggak mulas-mulas? Bukannya dari tadi kamu yang bawa paket itu?" Alis kiri Hans terangkat.Seperti tersadar, wanita itu pun setengah melempar paket ke atas meja Bos. "Bos, saja yang ngirim!"Dari bola kristal, Cakra perhatikan Hans tertawa geli, saat karyawannya melarikan diri secepat mungkin. Ini tandanya tugas Rista sudah berhasil, sekarang tinggal melangkah ke rencana selanjutnya. Cakra mengucapkan terima kasih untuk sepupunya itu sebelum menutup panggilan video. Sekarang, hanya dia satu-satunya penonton di sini.Terlihat Hans meraih paket yang terbungkus kertas cokelat itu, kemudian melangkah ke luar kantor. Pandangan pria itu berkeliling, mengamati ruangan yang penuh paket."Dro!" panggil Hans pada pria yang sedang menunduk.
Tubuh Cakra condong ke depan, hingga gambar yang ada di bola kristal semakin jelas. Apa yang terjadi di sana jadi lebih menarik, mungkin ini yang membuat Mbok Minah menyukai sinetron. Drama kehidupan yang seringkali terjadi di masyarakat, seperti yang sedang menimpa Hans.Cakra sendiri sudah terlalu sering menjadi korban dari drama itu. Dia sampai lupa sudah berapa kali dilabrak, hanya karena menjodohkan orang. Sekarang gantian dia yang menonton drama Hans. Cakra menggosok-gosok kedua tangan dengan penuh semangat.Cakra menyipit ketika melihat tangan Poppy yang meremas tangan Hans, secara sambil lalu. Wanita itu sudah kembali fokus pada pria yang masih emosi."Lepaskan! Dia ini calon suamiku!" bentak Poppy, kali ini lebih tegas.Perlahan-lahan pria itu melepaskan H
Benang merah dengan warna cemerlang terlihat, ketika pria itu menyugar rambut. Ini berbeda dengan warna benang Hans yang terlihat suram. Cakra mengulurkan tangan ke arah Aura, yang dengan sigap menyerahkan tablet padanya. Dia mencari ke dalam data pelanggan, sementara Aura beramah tamah. "Silakan duduk. Apakah rencana hari ini berjalan dengan lancar?" Aura menarik Cakra hingga terduduk di sampingnya. "Justru karena rencana hari ini sukses, maka saya datang ke sini," jawab Hans yang tersenyum lebar. "Apa Pak Hansel yakin mau menggunakan jasa kami? Mengingat sikap keras Pak Hansen, ketika menolak cara kerja biro jodoh Sepasang," sambar Cakra dengan berterus terang. "Sebentar, sebentar. Kenapa saya jadi bingung ya? Hansel? Hansen? Ini bukannya klien kita Pak Hans ya, Den?" Aura menatap Cakra, yang sayangnya tidak menampakkan ekspresi berbeda. "Anda memang layak mendapatkan predikat makcomblang jitu. Yang peka dengan kebutuhan jodoh
"Sudah hampir jam sepuluh. Kok Pak Hans belum muncul juga?" Aura tidak memperhatikan pintu masuk, tapi malah fokus ke arah etalase, yang berisi donat aneka toping."Kalau kamu mau donat, beli saja," ucap Cakra yang mengeluarkan uang berwarna merah sebanyak satu lembar."Ini dibelikan semua? Donat semua atau dicampur brownies? Boleh pilih kue yang lain?" tanya Aura dengan antusias berlebih.Sesaat setelah Cakra mengangguk, gadis itu langsung melesat menuju kue yang diincarnya."Maafkan, saya agak terlambat. Tadi motor sempat mogok kehabisan bensin. Rupanya ada salah satu karyawan yang lupa mengisi, setelah keliling antar paket."Cakra mempersilakan Hansel duduk di seberangnya. Matanya menyipit, ketika melihat benang takdir pri