Jangan Lupa vote and komen kakak
Setelah Raya tetidur pulas, Andro menarik selimut Raya, memberi kecupan di kening istrinya itu. Dia mengusap lembut kepalanya. “Tidurlah yang nyenyak, kau sudah banyak menderita di rumah ini. Sekarang waktunya mereka membayar semuanya.” Satu lagi kecupan di bibir membuat gadis itu menggeliat pelan. Namun tidak terbangun. “Tuan Muda.” Sekretaris Hans sudah berdiri di luar pintu. Tim Pak Sam ikut membantu membereskan rumah ini, hingga dalam sekejap, berantakan sisa pesta sudah tak terendus lagi. Saat ini, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Bukan lagi tengah malam. Namun masih terlalu dini untuk bangun. “Panggil mereka!” “Baik Tuan Muda.” Hati Andro mulai berkecamuk lagi memikirkan istrinya memakai celemek. Apalagi kala mengingat pipi dan bahu Raya yang lebam ketika malam pengantinnya waktu itu, bisa-bisa dia menghancurkan seisi rumah ini karena kesal. Saatnya mereka merasakan apa yang kamu rasakan di rumah ini dulu. Tak lama, Hans sudah muncul lagi, diikuti seluruh anggot
Pagi harinya, langkah Raya terhenti di dapur. Entah kenapa dia merasa sepertinya kehidupan kehidupan di dapur saat ini berjalan diluar sebagaimana mestinya. Yarina dan Ibunya sedang memasak disana. Apa karena Andro ada disini, lantas mereka ingin cari muka? Raya pun tak mau ambil pusing. Dia hanya mengambil minum dan sedikit membantu saja. “Raya, kenapa sudah bangun? Kamu butuh apa, sini biar tante yang siapkan.” Raya mengernyit, merasa ngeri sendiri. Seumur hidup baru sekali ini tantenya berbicara ramah dengannya. “Apa Tuan Andro sudah bangun? Mau disiapkan sesuatu?” masih bicara dengan nada yang menakutkan menurut Raya. “Tidak Tante, Tuan Andri belum bangun. Biar aku bantu di dapur.” Raya sudah mau mengambil pisau dapur. “Tidak!” Raya kaget tantenya berteriak. “Maaf, bukan maksud tante mau berteriak padamu, masuk saja ke kamar dan istirahat, tidak usah melakukan apa-apa. Nanti tante panggil kalau semuanya sudah matang.” Ibu Yarina menepuk bahu Raya, sorot matanya memohon. “Ma
Ruang Co-CEO Prakarsa Mega Group. “Tuan?” Mona masuk ke ruangan. “Mobilnya sudah siap.” “Baik.” Andro menutup laptopnya. Diikuti Mona dan Hans dari belakang, ketiganya masuk ke mobil dengan supir yang menyetir. Agenda Andro hari ini adalah mensurvei ke pembangunan hotel di sekitar Bandara. “Apa anda ingin makan siang lebih dulu, Tuan?” Tanya Mona. “Tidak kita langsung kesana saja.” ucap Andro fokus menatap gadgetnya. Mona cemberut karena dia tidak bisa menarik perhatian Andro. Sementara Hans fokus mengamati kenyamanan Tuan Mudanya. Sesampainya di pusat konstruksi, Andro dan Mona disambut oleh penanggung jawab, ia adalah sang arsitek. “Selamat datang Tuan Andro.” Andro menjabat tangan arsitek tersebut, “bagaimana pembangunannya?” Sang arsitek kemudian menjelaskan satu persatu pada Andro. Memberikan helm pengaman pada Andro dan Mona yang langsung mereka pakai. “Berapa persen lagi menuju penyelesaian?” “Sekitar 42% lagi, Tuan.” “Bisa selesai sesuai jadwal?” “Iya Tuan.” “Mo
Di dalam gedung Bumindo Corp, ruangan paling tinggi yang tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalamnya Andro tertawa sendiri mengingat kejadian conditioner tadi siang di rambutnya. Sementara Hans di sebelahnya menatap penuh tanya. “Hans, jangan lupa belikan aku pomade saat pulang nanti!” “Baik, Tuan.” Hans mengeluarkan ponselnya saat mendengar tanda pesan masuk. “Ada apa?” Andro menghentikan pekerjaannya. Menoleh pada Hans. Menanyakan pesan dari siapa yang masuk. “Sepertinya, Nona Muda baru saja menggunakan kartu yang anda berikan.” “Apa yang dia beli?” “Nona menggunakannya di sebuah salon, Tuan.” “Hahaha.” Andro tertawa dengan senang. “Aku menyuruhnya meluruskan rambut.” Apa! Hans merasa aneh mengetahui kemauan bosnya. Namun sepertinya dia bahagia dan menganggap istrinya adalah mainannya. “Hans…” “Iya Tuan Muda.” “Apa kau tidak penasaran, melihat rambut lurusnya? Jujur, aku sangat penasaran sekali… Haha, Raya ku yang ikal dan rambutnya mengembang, menjadi lurus” “Tapi
Andro dan Sekretaris Hans masuk ke dalam mobil. “Beritahu Pak Sama agar tidak usah membangunkan Raya ketika aku sampai rumah!” “Baik, Tuan Muda.” Sekilar, Hans melihat senyum samar di bibir Andro. Mereka melajukan mobil untuk kembali ke rumah. Sekretaris Hans mengirimkan pesan kepada Pak Sam, lalu dia meletakkan ponselnya dan fokus mengemudi. “Tuan Muda.” “Hm?” “Apa anda tahu jika Nona Celine sudah kembali?” Hans melirik Andro dari kaca spion. Andro masih terdiam sambil menyandarkan kepalanya, memejamkan mata. “Dua bulan lagi, dia akan mengadakan pertunjukan tunggal. Apa anda mau saya mengurus semuanya?” Hans melirik kaca spion lagi. “Sudah ada beberapa perusahaan yang mengajukan diri untuk menjadi sponsor, tetapi jika mereka tahu Tuan Muda akan menjadi sponsor Nona Celine, mereka pasti akan mundur dengan sukarela.” “Lakukan saja. Aku juga ingin melihat seperti apa dia hidup selama ini.” “Baik Tuan Muda.” Mobil mereka menyusuri jalanan yang mulai lengang. Melaju dengan cepat
Ya Tuhan, kenapa aku juga mau saja disuruh meluruskan rambut. Sekarang kalau sudah terlanjur seperti ini, mau bagaimana? Padahal jelas-jelas dia sendiri yang memintaku untuk meluruskan rambut. “Hahaha.” Eh, apa itu? Raya terkejut mendengar suara tawa yang datang dari kamar mandi. Raya melirik ponsel Andro di nakas. Ponsel itu masih ada disana. Lalu dengan siapa dia tertawa. Apa mungkin menertawakanku? Raya berjalan mengambil sepatu. Menunggu Andro keluar dari ruang ganti baju sudah dengan setelan jas rapinya. Keluar dari ruang ganti baju, Andro menarik ujung rambut Raya lagi seperti yang ia lakukan kemarin, saat Raya berlutut memakaikan sepatunya. “Kembalikan rambutmu ke bentuk semula, aku tidak suka ini.” Seharusnya Raya cukup mengatakan “Iya”. Namun karena kesal, dia menjawab dengan kalimat yang lumayan panjang. “Kata salonnya ini hanya sementara, paling seminggu lagi dia akan kembali ke bentuk semula.” “Kau mau membuat mataku sakit dengan melihatmu jadi jelek seperti ini?”
Malam harinya ketika Andro pulang, dia hanya menarik dan menggulung rambut istrinya yang telah kembali ikal dengan telunjuknya. “Bagus!” Dia menyeringai. Sebenarnya Raya bukan mengembalikan bentuk asli rambutnya. Namun dia meminta salon untuk mengikalkan. Raya tidak sadar jika dari kemarin andro mengerjainya karena kesal padanya. Namun meski ada terselip rasa kesal dalam hati Raya, dia paling suka melihat Andro saat tidur, wajah tampan Andro seperti obat keracunan bagi Raya meski kalau sudah bangun dan membuka mulutnya, kata-kata Ando sering terdengar seperti penyihir jahat. “Air!” Raya mengambilkan air yang jelas-jelas ada di meja tepat disamping Andro duduk bersandar. Kemudian Andro juga minta dipijat. “Kau tidak bisa memijat lebih keras? Pak Sam tidak memberimu makan?” “Maaf Sayang.” Raya mengeraskan tekanan tangannya. “Apa kau mau membunuhku, ini sakit sekali.” “Eh, eh… maaf, maaf. Kalau seperti ini bagaimana, apa sudah pas?” “Heem.” Sambil menggosok punggung laki-laki
Rutinitas pagi Raya adalah mengantarkan Andro masuk ke dalam mobil untuk pergi bekerja. Hans sudah berdiri sedari tadi di dekat mobil. Andro melambaikan tangan kirinya, hal yang tanpa dia sadari selalu dia lakukan ketika mobilnya melaju meninggalkan Raya. Seperti biasa, Raya masih berdiri tidak bergerak ketika mobil menghilang di gerbang utama. Dia masih memandang lurus kedepan, melihat serombongan kelinci yang berlompatan di taman sambil tersenyum sendirian. Mobil Andro sudah melewati gerbang utama, hans di belakang kemudi membetulkan posisi kaca spion. Meliriknya sebentar. Melihat Andro yang pagi ini terlihat sangat senang. Senyum yang jaang ia tunjukkan itu lahir tanpa sengaja saat beberapa kali menarik bibirnya. “Sekretaris Hans, buatkan aku janji dengan dokter!” “Apa anda sedang sakit, Tuan Muda?” “Sepertinya ada masalah dengan tubuhku akhir-akhir ini.” Andro menyentuh dadanya. “Dadaku jadi sering berdebar tanpa alasan.” Hans yang tadinya panik dan mau langsung memutar arah