"Sudah mandi ya?" Mita yang baru saja masuk ke dalam kamar Hana tersenyum dan mencium pipi mantunya kiri dan kanan. "Iya ma." Hana tersenyum lebar."Daffin yang mandiin?" Meskipun sudah mendengar hal ini dari Daffin, namun tetap saja Mita bertanya langsung kepada Hana. Saat ini ia sudah tidak bisa mempercayai putranya lagi. "Iya ma, sebenarnya tadi Hana sudah bilang sama bang Daffin, Hana mandi sama perawat saja, tapi bang Daffin tetap ngotot mau mandiin." Hana mengadu dengan mertuanya."Bila Daffin melakukan hal yang tidak benar, kasih tahu mama. Biar mama marah itu anak nakal." Mita tersenyum dan mengusap kepala Hana.Hana tersenyum ketika mendengar ucapan mama mertuanya. Wanita itu begitu sangat baik dan keibuan, sangat berbeda dengan mama tirinya. "Iya ma." Hana tersenyum dengan penuh rasa bahagia. Dirinya sungguh tidak menyangka, bahwa mama mertuanya mau datang lagi ke rumah sakit untuk melihatnya. "Ini mukena yang Hana minta, mama sudah bawakan. Ini mukena baru mama beli, a
Daffin beranjak dari duduknya dan membawa bantal serta selimutnya ke sesofa. Pria itu memadamkan lampu di dalam kamar dan hanya menyisakan satu bola lampu yang khusus untuk tidur saja. Direbahkan la tubuhnya di atas sofa yang berukuran panjang. Namun tubuhnya yang lebih panjang dari sofa membuat kakinya hanya setengah yang berada di atas sofa.Segala sesuatu selalu ada hikmahnya dan menurutnya, inilah hikmah yang didapatnya. Ia begitu sangat bersyukur karena kedua mertuanya begitu sangat menyayanginya. Bahkan tampak jelas dari laut wajah kedua mertuanya yang sangat tulus kepadanya. Hana yang sudah ngantuk tertidur dengan cepatnya. "Nanti bila ada perlu apa-apa kasih tau mama ya." Mita tersenyum memandang Hana. Melihat Hana yang sudah tidak menjawab ucapannya, ia tahu bahwa menantunya sudah tertidur.Iya kemudian tidur di atas tempat bersama dengan suaminya. Meskipun matanya terasa ngantuk, tapi ia tidak bisa tertidur. Berulang kali Daffin mencoba untuk memejamkan mata namun tetap
"Maaf sayang, aku ingin cuci muka dan gosok gigi." Daffin memahami perintah secara tidak langsung dari istrinya, dengan cepat dikerjakannya. "Bila kamu sudah sehat, lakukan lagi pekerjaan kamu seperti biasa, bisiknya di daun telinga Hana. "Iya sayang," jawab Hana dengan tersenyum lebar saat suaminya mengusap sabun di wajahnya. Daffin menatap wajah istrinya dengan rasa malu. Ia tidak menduga akan melakukan pekerjaan seperti ini. Beberapa hari yang lalu, ia masih menunjukkan kesombongan, terhadap wanita lemah nan tak berdaya itu. Tanpa berfikir dan memiliki rasa malu, memerintahkan Hana, mengurusnya layaknya seorang bayi. Namun saat ini, semuanya berbalik, ia yang mengurus wanita halalnya layaknya mengurus seorang bayi."Daffin, kenapa lama sekali," teriak Mita sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi. Wanita itu, cemas dan takut, bila putranya melakukan hubungan suami-istri di kamar mandi. Sedangkan kondisi menantunya masih dalam keadaan sakit. Saat ini dirinya sudah seperti
"Ya sudahlah kalau begitu, nanti bila tangan sayang sudah sehat, Abang akan mengajari." Daffin tersenyum manis.Hana tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Saat ini ia sedang mengikuti permainan yang sedang dipermainkan oleh suaminya. Mereka terlihat begitu sangat mesra apalagi di depan kedua mertuanya."Apa sudah siap Fin?" Surya memandang Daffin."Sudah," jawab Daffin. Pria itu beranjak dari duduknya dan kemudian duduk di sofa tempat dimana kedua orangtuanya berada."Bagaimana dengan kondisi perusahaan kamu saat ini?" Surya bertanya ketika putranya, yang sudah duduk di depannya dan meminum kopi yang ada di mejanya. Perusahaan yang di miliki Surya berbeda dengan perusahaan yang di milik Daffin. Surya memiliki perusahaan yang bergerak di bidang industri kebutuhan pokok, sedangkan Daffin bergerak di bidang properti dan bangunan, karena dia memang lulusan arsitektur. "Perusahaan aku sekarang sudah sangat baik kondisinya pa. Sudah banyak klien yang mempercayakan perusahaan aku untuk m
"Permisi pak Daffin," ucap pria yang saat ini berdiri di ambang pintu. "Masuk." Daffin menghentikan pekerjaannya dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi berwarna hitam yang empuk tersebut. Pria itu masuk ke dalam ruangan Daffin, yang berukuran besar dengan mengunakan konsep disain modern dan elegan. Dinding menggunakan wallpaper berwarna hitam yang dikombinasi putih yang menjadi warna favorit para laki-laki. Ruang ini sangat luas dan terasa lapang karena memang hanya ada meja kerja yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran yang cukup besar berwarna hitam, kursi kerja berwarna hitam dan besar. Kursi sofa berwarna putih, lemari yang menutupi sebagian dinding, yang menjadi tempat penyimpanan dokumen penting dan lemari riasa. "Apa laporan yang kamu bawa?" tanya Daffin."Sampai saat ini saya belum menemukan keberadaan Berliana, pak. Saya sudah melacak ke berbagai tempat yang sekiranya mungkin akan didatanginya namun ternyata Berliana tidak ada di sana"Bagaimana dengan Susi?"
Bab 41"Sudah dulu ya, assalamualaikum." Daffin tersenyum."Waalaikum salam."Daffin memutuskan sambungan video call bersama dengan istrinya ketika detektif yang ditunggunya sudah masuk ke dalam ruangannya.Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya ketika, pria itu duduk di depannya dan meletakkan map tebal di atas meja. "Saya sudah mengumpulkan semua berkas mengenai ibu Hana. Saya juga sudah mengumpulkan semua berkas mengenai Berliana dan juga ibu Susi." Daffin menganggukkan kepalanya. Ia ingin mencocokkan semua cerita yang didengarnya dari istrinya dan juga semua cerita yang didengarnya dari Berliana. Ia akan melihat bukti secara fakta, berdasarkan informasi yang diberikan detektif yang saat ini sudah datang dengan dan siap menunjukkan semua bukti yang diinginkannya. "Apa informasi yang anda dapatkan?"Dani membuka map yang di bawahnya. Diambilnya lembar paling atas didalam map tersebut.Daffin tidak sabar untuk melihat bukti berdasarkan fakta tertulis yang dibawa Dani. "Ibu H
Daffin diam, ketika mendengar Dani menceritakan semua informasi tentang Berliana dan Susi."Susi yang begitu sangat ingin anaknya menjadi artis dan terkenal berusaha membujuk anak tirinya untuk mau menjual rumah dengan alasan membayar hutang mendiang suaminya. Dengan alasan ini Susi memaksa ahli waris, untuk menandatangani surat penjualan rumah. Awalnya ibu Hana menolak dan tidak mau menandatangani surat tersebut. Hingga pada akhirnya Susi dan Berliana membuat adegan sandiwara. Susi membayar orang untuk berpura-pura menjadi penagih hutang dan mengancam akan mengambil Hana, yang merupakan anak kandung Amriadi untuk dijadikan penebus hutang. Mereka mengatakan akan menjadikan Hana sebagai psk. Susi memohon-mohon kepada orang tersebut agar tidak membawa anaknya dan berjanji akan melunasi hutang itu secepatnya. akhirnya istri, anda menandatangani surat penjualan rumah itu."Daffin begitu sangat marah dan juga emosi, ketika mendengar apa yang diceritakan Dani. Dirinya sungguh tidak mendu
Rafasa diam ketika mendengar ucapan Daffin. Besar harapannya agar sahabatnya, tidak melakukan perbuatan kriminal. "Jangan mengandalkan emosi menghadapi masalah seperti ini," nasehatnya."Dia sudah menipuku.""Apa yang sudah diperbuatnya. Apa maksud kamu?" Rafasa merupakan sahabat akrab Daffin. Pria itu sangat mengetahui semua cerita tentang sahabatnya tersebut."Berliana ternyata dia sudah menipuku. Yang sebenarnya terjadi, dia tidak ada hubungan darah dengan Hana, istriku. Mereka hanya saudara tiri beda ibu dan beda ayah." Hatinya terasa sakit ketika mengatakan hal ini. Kebusukan Berliana, kini sudah diketahuinya."Apa kamu yakin?" Rafasya mengerutkan keningnya. Selama ini Raffasya tahu bahwa Berliana memiliki saudara tiri beda ayah. Hal ini diketahuinya bukan hanya dari Daffin saja, namun juga dari Karin kekasihnya yang merupakan sahabat Berliana.Daffin menunjukkan bukti surat nikah serta bukti akte kelahiran milik Hana dan juga milik Berliana kepada Raffasya. Ia juga menunjukkan f