Empat hari berada di Kerajaan Dharmajaya benar-benar dimanfaatkan Ibram untuk menikmati udara bebas. Saat kembali ke Kerajaan Akhtaran nanti, mungkin ia akan kembali dikekang atau ditempatkan di balik jeruji khusus yang dibuat untuknya. Panglima Ahlam bahkan tertawa terbahak-bahak ketika melihat ruang penjara khusus untuk muridnya itu. Para mentri sudah beberapa kali berusaha mengendalikan Ibram namun selalu saja berujung kegagalan.
“Dari mana?” tanya Zain ketika menghampiri Ibram yang baru saja menyelinap masuk ke dalam penginapan. Meskipun menyamar dan berpenampilan seperti rakyat jelata, tetap saja gerak-geriknya bisa dikenali oleh Zain.
“Jalan-jalan sebelum mereka kembali mengurungku. Sudah menuntaskan urusan yang kemarin? Di mana yang lain? Apa ada orang yang datang dari istana mencariku?” Ibram memberondong sahabatnya dengan banyak pertanyaan sambil melepaskan pakaian kumal yang digunakannya.
“Urusan kemarin dalam tahap
“Bukankah mawar itu berduri? Mawar adalah satu bunga yang bisa menyakiti.” Ucapan Ibram tidak sepenuhnya salah. Tapi wanita seusia pengasuhnya itu menggeleng tampaknya kurang setuju dengan apa yang diungkapkannya. “Itu jika Tuan berusaha menggenggamnya terlalu kuat. Tapi ketika disentuh dengan perlahan dan lembut, maka mawar itu akan bertahan lama. Menyebarkan aromanya yang menenangkan dan perlahan mengusir ketegangan. Seperti efek paparan. Maaf, saya sudah lancang dan terkesan menggurui,” ujarnya.
Semua orang yang menghadiri acara itu tentu saja terkejut. Ratu Maura sudah lemas kala mendengar penolakan dari Pangeran Dalani. Harapan terakhirnya untuk mempertahankan perjanjian antarkerajaan di Kepulauan Mutiara sudah berakhir. Hanan berlari menghampiri ibunya yang menatap tidak percaya pada putrinya. Ahana dan kekeraskepalaannya mengacaukan segalanya. Tadinya ia berpikir putrinya akan berkorban demi kebaikan semua orang, nyatanya itu hanya angan.Suara bisik-bisik para tamu yang membicarakan mereka rasanya seperti hujaman batu. Terlebih tatapan pura-pura iba namun mungkin kenyataannya mereka sedang menertawakan keluarganya. Ratu Maura tidak lagi bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok dengan kerajaannya. Hasil bumi dari kerajaannya akan dibeli dengan harga rendah seperti kesepakatan kerajaan-kerajaan lain di Kepulauan Nusa yang sejak dulu menjalin kerjasama dengan tiga kerajaan di Kepulauan Mutiara.Akses perairan akan dibatasi dan rakyat kerajaannya tanpa s
“Aku bersedia.” Suara itu terdengar jelas di keheningan aula istana. Semua mata tertuju pada sosok yang baru saja berdiri dari tempat duduknya dan menoleh pada Raja Takur serta yang lainnya. Zain hanya bisa melongo melihat Jendral Harimau Putih yang berjalan ke pusat drama malam ini. Zain tidak habis pikir apa yang ada dalam pikiran Ibram saat ini. Sungguh yang dikatakan ayahnya benar adanya. Tidak ada yang bisa menebak seorang Ibram Al-Ikram. Kalau saja para anggota keluarga atau para pejabat Kerajaan Akhtaran mendengar dua kata itu, mungkin mereka akan pingsan. Sama sepertinya yang saat ini merasa tiba-tiba dilanda pening. Suasana masih hening dan yang terdengar hanya langkah kaki Ibram. “Jangan ikut campur Jendral!” Raja Jabaran memperingatkan. Ia tidak ingin ada orang lain selain dari Kepulauan Mutiara yang ikut campur. “Sepertinya Anda takut Yang Mulia Raja Takur, kaki Anda sampai gemetar. Putra Anda sampai lupa bernapas. Berdiri sedekat in
Matahari rasanya bersinar lebih cepat dari biasanya. Bagaimana tidak? Gara-gara acara ritual semalam berganti menjadi acara pertunangan dadakan, maka hari ini pun terjadi hal yang serupa. Hari yang awalnya disangka akan menjadi hari pertunangan, kini jadi hari pernikahan. Semua dekorasi dari dalam aula istana hingga alun-alun istana disiapkan dalam semalam.“Aku rasanya masih tidak percaya kau akan menikah hari ini,” kata Zain menatap para pelayan dan pengawal istana yang melakukan pengaturan di halaman istana.
Ibram melangkah mendekati Ahana yang berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Sejak ayahnya tiada, ia sama sekali tidak pernah menangis di depan siapapun selain Hanan. Hanya Hanan yang tahu rapuhnya seorang Ahana.“Apakah fakta yang mengejutkan semua orang ini akan membuatmu mundur dari pernikahan ini? Apakah kamu sengaja tidak ingin menikah denganku sehingga mengungkapkan hal yang sebenarnya sengaja dilakukan orang lain? Sama seperti altar pernikahan ini?” tanya Ibram pada Ahana dengan lemah lembut. Gadis itu menggeleng lemah dan mengaku malu.Sekali lagi Ibram melemparkan sindiran yang tepat. Zain bisa melihat mereka berusaha menelan ludah susah payah. Disaat yang sama Zain pun merasa waspada karena suara Ibram terlalu lembut. Biasanya jika seperti ini, sahabatnya akan meledak seperti meriam buatannya.“Jangan mengorbankan kehidupanmu Yang Mulia Pangeran Ibram. Aku memohon maaf atas apa yang-”“Seorang ibu tidak selay
Hanan mengulas senyum dan Ahana membalasnya dengan senyuman pula. Tidak menyadari jika air matanya menetes. Ahana baru menyadari jika setelah resmi menikah nanti, ia tidak lagi akan bersama Hanan. Masing-masing dari mereka akan memiliki kehidupan baru dan terpisah jarak yang jauh.Lamunan Hanan terhenti ketika Zain berbisik jika sudah saatnya mengucapkan ijab qabul. Hanan mengulurkan tangan kanannya lebih dulu disambut oleh Ibram. Raja Hutama adalah salah satu dari tiga raja yang diajak Zain untuk menjadi saksi pernikahan Raja yang merupakan satu-satunya raja muslim di Kepulauan Mutiara.Baru saja tiba pagi tadi sebelum acara penobatan Hanan dan terkejut melihat Pangeran Ibram. Bahkan sempat tidak mempercayai ucapan Zain jika Ibram yang akan menikah dengan Putri Ahana. Raja Hutama menjadi orang pertama mengatakan kata ‘sah’ setelah ijab qabul itu diucap dalam satu tarikan napas. Disusul dua orang saksi lainnya dan keluarga Ahana kemudian semua orang yang me
"Aku tahu. Jika aku kembali dan datang ke sana lebih awal, Putri Ahana mungkin akan merasa tidak nyaman. Aku harus memberinya waktu bicara banyak hal dengan ibu. Jika aku tidak datang ke sana, itu mungkin menyinggung perasaannya. Jebakan macam apa ini?" tanya Ibram seraya memijat pangkal hidungnya. “Apa Anda menyesalinya? Menyesali keputusanmu menikahi saudara kembarku?” tanya Hanan. “Aku tidak pernah menyesali keputusan apapun dari hidupku Adik ipar. Mulai sekarang kau tidak lagi diizinkan menyebut panggilan formal disaat seperti ini. Itu hanya jika ada orang lain. Di sini hanya ada ada aku, kau, dan Zain sahabatku. Tanyakan padanya apapun yang ingin kau ketahui tentangku,” ucap Pangeran Ibram berdiri dan kembali memandang keduanya bergantian, “Kita akan bicara besok, beristirahatlah!” Pelayan yang sudah menunggu di gerbang taman berjalan memandu dan mengiringnya menuju ke kamar. Saat memasuki bagian istana dalam, tampak Manaf menunggunya di dekat tangga. Da
Beberapa detik kemudian, pakaian berat yang dikenakan Ahana terlepas. Menyisakan pakaian berbahan sutra biru muda degan hiasan bunga yang disulam. Satu persatu Ibram melepaskan hiasan di rambut istrinya dan sengaja menjatuhkannya di lantai kayu.Ahana kembali bernapas lega karena Ibram beranjak ke arah jendela. Degup jantungnya yag tidak menentu tadi perlahan stabil. Matanya menatap lantai kamarnya yang cukup berantakan penuh dengan perhiasan. Baju luarannya, selendangnya dan riasan rambutnya pun tergeletak begitu saja di lantai.“Akkhh!!”Ahana kembali memekik saat Ibram memadamkan lilin di dekat jendela. Ahana yang terkejut menjatuhkan kalung yang baru saja ia lepas. Kamarnya sudah menjadi lebih gelap dari sebelumnya.“Yang Mulia, kenapa mematikan lilin yang itu? Itu lilin yang paling terang di kamar ini. Bukankah ini sedikit gelap?” cicit Ahana mulai gugup. Ia harus meralat pikirannya tadi jika suaminya itu masih sam