*Happy Reading*
Aku tidak tahu berapa lama saling mencecap dan bersilat lidah dalam artian sebenarnya. Yang jelas, rasanya aku yakin akan segera mati jika saja Alan tidak melepaskan tautan bibir kami.
Ya, rasa bibir itu memang masih semanis dulu. Juga, seganas dulu. Bibirku terasa kebas sekarang setelah dia cecap dengan membabi buta. Beruntung kami masih punya akal sehat, hingga tak berlanjut saling meloloskan pakaian saat itu juga.
Duh, bisa gak keluar ruangan sampai pesta bubar jika hal itu terjadi. Bahkan, mungkin tetap mengurung diri sampai pagi menjelang. Siap-siap di bully si dokter koplak aja setelahnya.
Dengan napas yang yang masih tersengal, Alan menyatukan kening kami. Dia tersenyum puas, lalu mencium keningku berkali-kali.
"Terima kasih, sayang," ucapnya kemudian, kembali menyatukan kening kami.
Aku tidak membalas ucapan itu. Masih sibuk mengisi rongga paru dengan napas sebanyak-banyaknya. Gak lucu kan, kal
*Happy Reading*"Hadew ... penganten baru gak sabaran banget, ya? Mentang udah lama gak ketemu. Ngamar aja udah! Jangan lepas sampai garis dua!"Dan ... perusak susana pun muncul.Siapa lagi kalau bukan Letkol Erlangga. Polisi playboy cap kapak rompang.Duh, kalian pinter ya, nebaknya. Ketempuhan dah si Amih ngebut nulis hari ini. Ketawa jahat ah."Bang Elang?" gumamku refleks. Saat melihat polisi resek itu menghampiri, seraya menggendong seorang balita yang ku kenali sebagai salah satu daru Duo K."Yo! Selamat ya buat kalian," jawabnya lalu menjabat tangan Alan dengan erat.Saat dia mengulurkan tangan padaku, aku hanya membalasnya dengan menyatukan tangan di dada. Sama seperti yang aku lakukan pada tamu pria yang lain. Bang Elang lalu nyengir sambil menggaruk tengkuknya."Makin susah dah di mudusinnya," celetuknya kemudian. Membuat Alan langsung waspada."Becanda, elah! Sans ngapa, Pak. Langsung keruh
*Happy Reading*Aku tidak bisa menyahuti ucapan Alan barusan. Selain karena aku tidak tahu kebenaran tentang dugaannya. Aku juga tidak percaya.Ya kali Frans suka sama aku? Udah gila kali, ya? Siapa aku, woy! Lagi pula, Orang kayak Frans itu, bisa senyum tulus aja udah mukjizat banget. Apalagi bisa jatuh cinta. Ngeri kiamat besok aku.Tetapi, sekali pun ucapan Alan benar pun. Aku jelas tidak akan mau. Lah, ngadepin beton kayak Alan aja, aku kena mental mulu. Apalagi ngadepin titisan malaikat malaikat maut kayak Frans. Mati berdiri aku.Duh, jangan sampai pokoknya. Aku masih sayang nyawa!"Sebenarnya, kamu punya hubungan apa sama Frans?" tanya Alan lagi, masih saja curiga."Hubungan apa, sih? Jangan ngadi-ngadi, deh, A'. Lah, ketemu muka aja saya sama si Frans-Frans itu baru beberapa kali. Itu pun cuma sekilas-sekilas. Gimana mau ada hubungan, coba? Lagian ya, A', di kasih kesempatan buat ngobrol juga saya mah ogah. Aa kan tahu saya ora
*Happy Reading*Puas sampai lemas!Alan benar-benar merealisasikan kalimat itu di malam pertama kami. Dia menggarapku tanpa ampun, mencakulku tanpa henti, dan minta nambah berkali-kali. Membuat aku lemas kehabisan tenaga.Benar-benar puas sampai lemas, kan? Dia yang puas, aku yang lemas. Bahkan saking lemasnya, sehabis mengerjakan sholat subuh berjamaah dengan Alan, aku pindah ke tempat tidur sambil merangkak dengan mata yang hampir rapat karena sudah benar-benar mengantuk.Itu pun, Alan masih tidak membiarkan aku langsung tidur. Dia kembali mendekatiku, dan menyingkap gaun tidur yang ku kenakan bagian bawah."Aa, Hasmi capek. Ngantuk!" Rasanya, aku ingin sekali menangis saat ini. Terlalu lelah melayani Alan yang tidak ada capek-capeknya."Iya, kamu tidur aja. Biar saja kerja sendiri. Satu kali lagi aja, kok. Biar benar-benar puas dan bisa tidur nyenyak."Ampun Gusti! Udah dapet enak berkali-kali, masih aja minta lagi. Her
*Happy Reading*Aku hanya bisa membuang napas panjang dengan bahu turun. Saat melihat keberadaan koper di sudut ruangan, yang masih belum bertambah jumlahnya.Masih tetap dua biji. Ingat pake biji, bukan pcs.Satu biji koper besar isinya baju dan perlengkapan Alan semua. Satu biji lagi berisikan baju-bajuku, tapi yang di hadiahkan oleh dokter Karina dan kawan-kawannya.Baju-baju kurang bahan, ngelimpring tipis mengkhawatirkan. Alias 'Lingeriee'!Iya, benar! Satu koper besar itu isinya lingeriee semua. Dalam berbagai bentuk, model, dan warna. Aku saja sampai syok melihatnya semalam. Saking syoknya sampai kepikiran buat buka butik khusus baju-baju dinas malam para istri itu, setelah pulang ke Indonesia.Gila memang! Si Dokter Komplak benar-benar seniat itu membuat aku gak bisa keluar kamar, hari ini. Menyebalkan sekali.Sayangnya, aku merasa cukup sekali saja pakai baju modelan begitu. Karena selain bahan dan ben
*Happy Reading*"Assalamualaikum ....""Waalaikumsalam ...."Alan langsung mengulum senyum, setelah menemukanku di sofa. Duduk santai sambil memeluk kaki, bermain hp dengan wajah bete luar biasa.Tenang, gaes! Aku gak jadi pake sarung, kok. Ganti selimut apartemen aja, yang aku pakai untuk menutupi kaki. Lebih terlihat manusiawi dan keren tentunya.Alan lalu menghampiriku seraya membawa koper beroda yang sangat aku kenali bersamanya."Maaf ya, lama. Tadi diskusinya gak bisa ditinggal," ucapnya sambil mengulurkan tangan untuk aku cium bagian punggung dan telapaknya.Setelah itu, dia membalasku dengan mengecup puncak kepala lumayan lama, sebelum mengambil duduk disebelahku."Hm ...." Karena masih kesal, aku hanya menjawab permintaan Alan dengan gumaman saja. Membuat pria itu langsung mendesah berat."Sayang, jangan marah. Aku kan pergi ngurusin kerjaan, bukan buat selingkuh."Dih, udah
*Happy Reading*"Uhuk! Cie pengantin baru, akhirnya keluar kandang juga. Gimana? Dapat berapa ronde semalam? Ugh ... kayaknya gempur abis-abisan, tuh! Jalannya udah beda, cuy!"Aku ingin sekali menyumpel mulut bocor Dokter Karina dengan Burger jumbo di hadapannya, saat mendengar celetukan jahilnya itu ketika waktunya makan malam di restaurant bawah. Ya, ternyata kami semua satu apartemen. Hanya beda lantai saja, soalnya si Nyonya Sultan sudah pasti membutuhkan Apartemen lebih besar, untuk menampung orang-orang yang dia bawa turut serta ke negara ini.Maksudku, ketiga anaknya dan baby sitter mereka masing-masing. Tahu sendiri, kan, dia dan suaminya sangat sibuk. Jadi pastinya butuh bantuan Baby sitter untuk mengurus anak-anaknya. Hanya saja, untuk urusan memandikan dan makanan. Dokter Karina biasanya turun tangan langsung mengurus ketiga anaknya. Dia itu ibu yang hebat. Tapi atasan yang nyebelin kadang. Terutama mulut bocornya. Suka nyeplos gak pandang tempat. Sepert
*Happy Reading*Keesokan harinya, kami semua memutuskan untuk liburan bersama ke tempat wisata di Tokyo. Tidak, lebih tepatnya, Dokter Karina yang mempunyai rencana itu, dan aku memaksa ikut.Kenapa memaksa? Ya, karena aku awalnya gak diijinkan. Nyebelin banget, kan? Masa pengen ikut liburan gak boleh? Pelit bet dah, ah."Gak habis pikir saya sama kamu. Orang abis nikah tuh honeymoon Hasmi. Jalan ke mana gitu, beduaan sama Alan. Atau ngedekem di kamar bikin anak tujuh hari tujuh malam juga gak papa. Pokoknya penting beduaan dulu sama suami. Ini kok malah ikut kami. Aneh, kamu!"Itu komentar Dokter Karina saat aku bersikukuh ikut mereka kemarin. Membuat aku cemberut kesal plus gemes banget.Ck, dikira bikin anak mulu kagak capek, apa? Capek kali, Mak! Apalagi ini disuruh begituan tujuh hari tujuh malam. Bah! Ledes nanti dorayakiku. Ganti bentuk jadi okonomiyaki. Haduh, haduh ... tuh dokter kalau ngomong emang bikin orang pengen nguncir mul
*Happy Reading*"Jangan iseng, ya? Aku gak mau sampai kehilangan kontrol di sini," ucapnya lembut membuat aku tertegun. "Kecuali ... kamu mau coba bikin anak di dalam mobil, aku sih gak akan keberatan sama sekali."Eh? "Bikin anak dalam mobil?" Aku membeo. "Atuh jangan Aa. Sempit, ih! Di kamar Apartemen yang luas aja saya engap kalau Aa udah naek. Nah ini malah di dalam mobil. Gepen nanti saya," lanjutku dengan tak habis pikir. "Kamu nanti di atas, biar saya yang di bawah," balas Alan, setelah mengulum senyum berapa saat. Apa, sih? Dia pasti mau ngisengin aku lagi."Di atas gimana? Nanti kepala saya benjol, dong. Mentok mulu pas goyangin Aa." Aku memukul dada bidangnya dengan kesal. "Udahlah jan ngadi-ngadi. Bikin anaknya di rumah aja. Jangan di tempat macem-macem.""Ya, makanya kamu juga jangan iseng di sini. Kalau mau di rumah aja. Biar nanti kalau si 'itu' bangun. Gak susah nyari tempatnya, ya?"Kali ini a