Pov Author
"Kamu ternyata bisa marah juga nduk," canda Ningsih kepada menantunya."Sekali-sekali harus di gituin juga Buk." Zafira tersenyum menatap mertuanya."Untung nggak darah tinggi tadi Budhe," sambung Amira yang sudah cekikan sedari tadi."Terima kasih ya Nduk, sudah menjadi pahlawan buat Ibu, selama ini kami selalu bungkam ketika di caci maki dan dihina, tapi semenjak kehadiran kamu, ibu jadi merasa punya pembela. Meskipun seringkali Amira dan Adnan membalas perkataan mereka tapi berakhir bungkam karena hutang kita pada mereka." Ningsih memeluk Zafira dengan netra yang berkaca-kaca."Terima kasih mbak, sudah jadi pembela untuk keluarga kami." Amira ikut memeluk Zafira."Wah.. berasa jadi pahlawan kesiangan nih. udahlah, jangan sedih lagi dong, gimana kalau kita jalan-jalan, lagian Zafira juga belum pernah jalan-jalan selama di sini," ajak Zafira antusias."Kalau pengen jalan-jalan, biar di temani adikmu. Mir, temani mbakmu jalan-jalan, Ibuk mau istirahat dulu, kalau ikut ntar kelelahan di jalan malah bikin repot," sahut ningsih pada Zafira yang terlihat antusias."Iya buk, kuy lah mbak kita ganti baju dulu, dandannya jangan cantik-cantik, ingat loh udah ada yang punya, ntar di bilang mau jadi pelakor sama bude siti," ucap gadis 18 tahun yang baru lulus Sekolah Menengah atas itu sambil cekikan menggoda kakak iparnya."Halaah.. mumpung mas Adnan lagi nggak di sini, anggap aja masih jomblo kan, kalau kepincut kan bukan salahnya mbak, palingan bude Siti yang jantungan karena anaknya gagal nikah," sahut Zafira sambil tertawa membalas candaan adik iparnya."Ohw.. jangan macam-macam mbak, cctv Mas Adnan ada disini lho." Amira membalas candaan Zafira lalu bergandengan tangan ke kamar. Ningsih tersenyum melihat keakraban kedua wanitanya."Iyaa iyaaa… cctv, hahaha.. cctv berjalan ini mah, tapi bukan Cctv Indonesia kan? Alias tukang gosip." Mereka saling melempar candaan. Tawa menghiasi rumah mungil nan sederhana itu."Ayok, mumpung masih sore, kita puas puasin jalan-jalan." Zafira terlihat bersemangat."Ibu mau di bawain apa?" tanya Zafira ketika Ningsih melintas hendak ke kamar mandi."Nggak usah bawain apa-apa nduk, pulangnya jangan kemalaman ya nduk," pesan Ningsih pada Zafira yang mencium tangannya untuk berpamitan."Biarlah.. nanti kutanyakan pada Amira makanan kesukaan ibu," monolog zafira sambil berlalu menuju kamar Amira."Duhh.. anak gadis, dandannya lama amat," goda Zafira pada adik iparnya."Ihh kaget lho mbak, kayak demit aja," Jawab Amira sambil memoles lipgloss di bibirnya. Amira melongo menatap penampilan kakak Iparnya."Kemasukan lalat ntar mulutnya," tegur Zafira dengan nada bercanda."Masyaa Allah… cantik sekali Mbakku ini, pantesan si kulkas 3 pintu bisa kepincut, wong kek bidadari gini, Mira kirain bidadari nyasar tadi." Amira masih terpukau menatap kecantikan kakak iparnya.Penampilan Zafira kali ini berbeda dari biasanya. semenjak datang ke Desa, Amira berpenampilan biasa saja agar mertua dan adik iparnya tidak sungkan terhadapnya.Kemarin waktu rewang juga hanya memakai gamis yang kelihatan sudah lusuh, sehingga dipandang sebelah mata oleh keluarga suaminya.Padahal di kota, Zafirah terkenal dengan selera fashionnya yang tinggi, makanya pas berpapasan dengan jefry, dia seperti tidak mengenal Anak pemilik perusahaan besar itu.hari ini Zafira memakai Gamis berwarna peach dipadukan dengan pashmina yang berwarna hitam, pasmina yang dikenakannya terlihat sangat kontras dengan kulit wajahnya yang bersih terawat.Tak lupa jam tangan yang terlihat Elegan melingkar manis di tangannya."Hayuk ah, ntar kemalaman."Zafira langsung menggandeng tangan Adik iparnya yang masih memandangnya takjub.Setelah berpamitan mereka berjalan menyusuri jalan desa untuk sampai di jalan besar dan naik angkutan umum. Mereka berpapasan dengan ibu-ibu yang baru pulang rewang di rumah bude siti.Terlihat mereka saling berbisik lalu menatap ke arah Zafira sambil bergidik. Yang ditatap malah cuek dengan tatapan tajam mereka, memang dia terkenal dengan sifat bodo amatnya, asalkan jangan orang yang disayanginya disakiti, dia akan membela hingga tetes darah penghabisan. Duileehh… kereenn.* * *Mereka telah tiba di rumah dengan barang belanjaan yang super banyak, sehingga taxi yang mereka tumpangi harus mengantarkan mereka sampai di depan rumah mungil Ningsih. Tentunya dengan bayaran yang sepadan."Astagfirullah.. kok banyak sekali belanjaannya." Ningsih kaget melihat banyaknya belanjaan menantunya yang menumpuk di teras rumahnya."Tadi sudah Amira peringatin, tapi mbak e yang kalap belanjanya." Cengir Amira membela diri."Duuuhh… banyak amat belanjaannya, pasti dari Uang hasil jual diri ya," kedatangan Aira si nenek lampir yang tiba-tiba muncul dengan ucapan pedas yang keluar dari mulutnya yang menjadi ciri khasnya.Sepertinya mereka penasaran karena jarang ada taxi yang mau mengantar sampai di depan rumah.Tangan Zafira langsung mendarat di pipi Aira."Jaga mulut kamu ya, kamu pikir saya tidak tahu siapa kamu?" Zafira mulai naik pitam."Kurang ajar, berani-beraninya kamu menam*ar saya? Sini kamu." Aira merangsek maju mendekati Zafira.Zafira memperlihatkan Layar Handphonenya ke arah Aira, dan seketika Si nenek lampir langsung terpaku di tempatnya dengan tampang kaget.Kira-kira apa yang diperlihatkan zafira ya?Nantikan di Next part..P.O.V ZafirahAku tersenyum puas menatap wajah mbak Aira yang tampak seperti mayat hidup. "Silahkan pergi dari sini, atau—." Aku sengaja menjeda ucapanku sambil mengetuk ngetuk casing ponselku menikmati ekspresi panik mbak Aira.Dengan wajah yang kesal wanita sombong itu langsung melangkah meninggalkan teras rumah ibu yang penuh dengan barang belanjaan kami. Pastinya si nenek lampir penasaran dengan isi belanjaan kami. Ibu hanya melongo menyaksikan kepergian Mbak Aira yang terlihat kesal bercampur panik."Kok Aira nampak ketakutan ya?" tanya ibu dengan wajah keheranan. Amira hanya tersenyum karena sudah mengetahui penyebab si nenek lampir panik."Ayok masuk buk, nih martabak telur kesukaan ibu," ajak Amira sambil menggandeng tangan ibu masuk agar perhatian ibu teralihkan dan tidak bertanya lebih lanjut lagi. Semua akan terungkap pada saatnya."Tolong sekalian di bawa masuk ke dalam ya pak, nanti saya tambah upahnya," pintaku kepada sopir taxi yang sedari tadi menurunkan barang dar
"Tolong! Ib—," mulutku langsung di bekap oleh tangan kekar."Sutt..!" Lelaki di hadapanku meletakkan telunjuknya di depan bibirnya."M–as Adnan?" Aku masih membeku menatap lelaki di hadapanku. Baru kali ini kami sedekat ini. Kesempatan langka jangan di sia-siakan."Mas kapan datangnya?" Tanyaku dengan tatapan yang masih tidak percaya. Mas Adnan yang tersadar langsung berdiri."Ma–af, tadi malam saya sampai di sini, mau bangunin nggak enak, maaf membuatmu terkejut." Jawabnya dengan mata menunduk dan suara bergetar.Ck, dia masih memperlakukanku seperti bossnya, aku ingin di perlakukan sebagaimana perlakuan suami terhadap istrinya."Saya mau ke masjid dulu. Assalamu'alaikum." Ucapnya sambil keluar kamar."Waalaikumussalam," jawabku lirih dengan tampang yang masih syok.Aku mengusap wajahku yang mulai sadar. Wangi parfumenya masih tertinggal. Aku menghirup aroma parfumnya dalam-dalam dan bibirku seketika mengembangkan senyum membayangkan kejadian tadi."Yes yes yess.." tanganku terkepal
P.O.V AuthorMobil Zafira berhenti di halaman luas Bude Siti. Terlihat dekorasi mewah terpampang di depan mata, pasti harganya sangat fantastic. Terlihat di depan yang menyambut tamu adalah Aira dan beberapa Wanita. Zafira dari rumah sudah mempersiapkan Amplop berwarna cokelat yang di dalamnya ada uang senilai 5 juta. Pandangan mereka teralihkan ke arah mobil mewah berwarna grey yang terparkir di halaman. Wajah Aira terlihat tersenyum lebar sambil berlari ke dalam memberitahu Ibunya. "Ibu ada tamu spesial, pake mobil mewah di depan, pasti amplopnya tebal," ucap Aira berbisik pelan di telinga Bude Siti yang sedang menyalami tamu dengan gelang yang kebak di tangannya. Juga cincin berjejer di jari nya. Pernikahan anaknya yang mewah menjadi ajang pamer juga. "Serius kamu Ai?" Bude Siti langsung bergegas ke depan setelah berpamitan dengan besannya. Sedangkan suaminya– Rusdi hanya menatap dengan tatapan penasaran. Bude siti seketika melotot melihat mobil mewah di depan rumahnya. Waja
"Rumah ini enggak usah di renovasi!" Ucapan Zafira membuat Adnan seketika membeku. "Maksud Zafira, Rumah ini nggak usah di renovasi, kita bangun rumah baru buat Ibu di tanah yang baru." Sambung Zafira yang membuat prasangka buruk Adnan terhadapnya terpatahkan. "Tapi—," Ucapan Adnan terhenti karena pintu depan di hempaskan kuat. Semua mata memandang ke arah pintu."Ada apa Mas?" Tanya Ningsih dengan wajah panik karena kaget."Kembalikan uang 50 juta yang dulu kalian pinjam untuk biaya rumah sakit Rusli–suamimu!" Bentak lelaki yang berdiri di ambang ointu rumah Ningsih."Astagfirullah Mas, seenggaknya ucapkan salam dulu sebelum masuk,"Ningsih menjawab dengan nada sopan."Halahh.. Rumah kayak kandang ayam aja harus pake salam segala. Cepat kembalikan Uang itu!" Bentak Rusdi–suami Bude siti dengan tatapan nyalang. "Pakde Rusdi yang terhormat, anda orang terpandang di desa ini, tolong sisipkan sedikit etika untuk menjaga marwah anda," Adnan berucap dengan wajah tenang. "Heh Anak miski
"Kurang ajar si anak si*lan itu!" Lelaki dengan tampang sangar itu tampak ngedumel."Berani-beraninya dia mengancamku, belum tau aja siapa Rusdi! Awas kamu Zafira. Aku akan membalasmu!" racau lelaki itu dengan nada emosi. Braakk!! Pintu rumah dihempaskan kuat. Wanita tambun yang tengah duduk di sofa itu langsung terperanjat."Ada apa toh, Pah? Datang-datang kok, marah-marah. Papa dari mana?" Siti yang terkejut langsung berdiri menyambut suaminya."Dari rumah Ningsih," ucap lelaki itu dengan wajah masam."Kurang ajar menantu Ningsih itu! Berani-beraninya dia mengancamku," lanjut Rusdi dengan wajah geram."Ngancam gimana maksudnya Pah? Memang kurang ajar menantu ningsih itu! Zafira ngancam apa pak?" cerca Siti dengan mimik wajah penasaran. "Jangan banyak tanya dulu! Cepat buatkan minum, aku haus!" bentak Lelaki bertampang sangar itu. "Nggak usah ngebentak juga pak!" balas Siti dengan nada sengit. Wajah Rusdi semakin memerah menahan kesal."Neeem! Inem! Buatkan minum!" teriak Siti l
POV Zafira Aku sedang jalan sore bersama Amira, ketika di depan rumah Bude Siti aku terkejut. Ada mobil yang terparkir di halaman rumah dan sepertinya tidak asing. "Kok platnya kayak kenal?" Monolog Ku dengan dahi berkerut. Aku terfokus menatap mobil hitam metalik di hadapanku. "Kenapa? Kaget? Pengen? Hahaha… sampe melotot gitu liatin mobil mewah. Katanya orang kaya, kok udik banget! Liatin mobil mewah langsung melotot gitu." Suara Bude Siti yang menggelegar berhasil membuatku kaget. Para tetangga pun berdatangan. Suara Bude Siti yang menggelegar seakan menjadi undangan gratis untuk tetangga. Tampang kepo terpampang jelas dari wajah-wajah mereka. " Ada apa, Mbak? Ayo!" Amira menarik tanganku. Sepertinya adik iparku ini takut di cerca lagi dengan hinaan. Alisya berdiri disamping Ibunya sambil bersedekap di dada. Wajahnya tampak angkuh. Sedangkan Pakde Rusdi berkacak pinggang dengan tampang garang yang menghiasi wajahnya."Mobil siapa ini?" Aku bertanya kepada Bude. Mobil ini
"Ibu kenapa?" tanyaku khawatir. "Nggak kenapa-kenapa kok, Nduk," jawab Ibu sambil tersenyum. Ibu sepertinya ingin menyembunyikan penyebab tangisnya. Namun mata sembab itu tidak bisa berbohong. "Matanya sembab gitu, Ibu habis nangis, ya?" Amira bertanya kepada Ibu Mertua. "Nggak apa-apa kok, Nduk. Ibu hanya kangen sama Ayah," ucap Wanita itu sambil menunduk. Bulir bening melintasi pipinya yang sudah tampak keriput termakan usia. Amira langsung berjalan menghampiri Ibu mertua, kemudian memeluknya erat. Menyalurkan kekuatan kepada sang Ibu. Sedangkan Mas Adnan– Si beruang kutub memalingkan wajahnya dari pemandangan yang mengharukan itu. Mata elangnya juga tampak berkaca-kaca. Kerinduan yang paling menyiksa adalah merindukan orang yang tidak dapat lagi kita temui lagi di dunia. Tanpa sadar air mataku juga turut menganak sungai menyaksikan pemandangan haru di depan mata. Aku langsung beranjak ke dapur untuk mengambilkan air."Minum dulu Bu," ucapku seraya mengusap-usap punggun
Para tetangga julid itu pun berlalu dengan wajah pias. Aku tersenyum puas menatap wajah mereka yang tampak pucat. Saat hendak masuk ke dalam rumah, tiba-tiba dari arah yang berlawanan muncul manusia yang selalu membuat tensi naik. Siapa lagi kalau bukan Bude Siti Squad. Mau apa lagi mereka ke sini? Kurang satu orang, Mbak Aira. Akhir-akhir ini si nenek lampir itu tidak pernah ikutan dengan squadnya. Mungkin masih trauma dengan gambar di layar handpone ku. Wkwkwk Aku langsung mempersilahkan mereka masuk dengan sopan. Dari dalam ada tukang yang hendak pulang setelah memasang Ac di ruang tamu dan tiap-tiap kamar. Sofa-sofa dan printilannya juga sudah tersusun rapi. Kali ini pemandangan di rumah mungil ini sangat berbeda. Aku menangkap tatapan iri dari wanita bertubuh gembrot itu. "Silahkan masuk, Bude, Pakde, Alisya," ucapku sambil tersenyum. Sedan