Tapi aku tetaplah mengangguk.
“Iya Mas, Xera. Kemarin-kemarin kan pas aku belanja ketemu sama perempuan cantik yang masukin barangku ke bagasi mobil itu loh. Namanya Xera, penampilannya Nadhila ternyata sangat mirip dengan penampilannya.” Kepalaku kusandarkan di punggungnya. Ini menyenangkan.Aku tersentak saat Mas Alvis malah melepaskan tanganku darinya, kini kami berhadapan. Terlihat jelas dia dalam mode serius jadinya aku menunggunya memberikanku pertanyaan.“Xera? Kamu ketemu sama dia tapi kenapa baru bilang sama Mas?”Aku kebingungan. “Maksudnya Mas? Kenapa aku harus bilang sedangkan hari itu Mas ketemu dia juga, bahkan Mas loh yang bukain bagasi walaupun dari kursi pengemudi sih. Mas aneh, sini Kanza sama aku saja.” Tasnya kuserahkan padanya.Tadinya aku mau keluar tapi Mas Alvis malah menghalangi jalanku. Kenapa aku merasa Mas Alvis sedang ketakutan? Kenapa matanya memancarkan ketakutan yang sangat besar?“Kamu ingatMeskipun mengendarai mobilnya, Alvis tetap mendengar laporan yang orang kepercayaannya katakan di seberang telepon sana. Sebenarnya bahaya melakukannya takutnya lokasinya langsung terbaca tapi Alvis harus memeriksanya apalagi kedatangan Xera di Kota ini membuatnya ketakutan. Sahabat Nadhila itu tidak boleh bertemu dengan Nadhila lagi. "Pemicu cepat tidaknya ingatan kembali itu tergantung lingkungan, Pak Alvis. Kesimpulan ini saya pertahankan karena Pasien termasuk dekat dengan lingkungannya apalagi perubahan yang kita lakukan padanya sebelumnya. Saran saya, jauhkan dia dari semua orang terdekatnya, terus dorong dia berpikiran bahwasanya nama yang anda berikan memang miliknya." Tangan Alvis mendingin mengingat perkataan dokternya. "Identitas baru yang anda berikan padanya akan bertahan jika anda berhasil mengasingkannya ke tempat yang tak pernah dia kunjungi dan orang-orang disayanginya." Tepat di depan kantor, Alvis memarkirkan mobilnya. Satpa
"Tau engga Mas? Mereka katanya iri banget sama aku karena anaknya masih umur beberapa bulan eh badanku sudah selangsing ini. Mereka saja susah banget nurunin berat badan di tambah sedang busui." Ceritaku ke Mas Alvis, Kanza sudah tidur. Sedangkan aku duduk di meja rias memakai skincare yang sudah Mas Alvis belikan seminggu setelah bangun dari koma. Katanya sih ini brand yang aku pakai terus menerus. "Haha, kamu kan memang suka olahraga sehabis lahiran. Setiap kali Mas pulang kerja, pasti menemukanmu di ruang olahraga." Kayaknya hidupku memang terlampau sempurna, pantas banyak orang yang iri. Bagaimana tidak? Orangtua yang sangat menyayangiku, Suami yang super duper tau aku bagaimana, anak yang cantik, di tambah sehari-hariku yang merupakan impian semua orang. "Tapi kenapa aku merasa anti banget sama olahraga ya?" hanya feeling sih, asal menebak. "Kayaknya feelingmu salah, Sayang. Mas bahkan kalah dengan rajinnya kamu berolahraga kata
Karena katanya Mas Alvis akan ke kantor pagi banget, aku kelabakan masak di dapur di temani ocehannya bidadari cantikku. Bundanya riweh, eh dia malah lebih semangat lagi bangunnya.“Jadi apalagi sekarang? Kamu tidak mau menghadiri acara keluar tapi mau datang ke pesta teman? Naa, kamu tahu engga sih bagaimana khawatirnya Mama sama kamu? Setiap kali Mba ke sana, dia selalu bertanya kamu sedang apa.”“Yaudah Mba jawab saja kalau aku sibuk kerja, mengejar mimpi. Mba kenapa sering banget ke sini? Aku engga mau di liatin sama suami Mba terus, dia menakutkan.”“Nadhila, dia kakak iparmu bukan orang asing. Lagian kaliankan pernah sahabatan lama, masa sahabat sendiri tidak di sapa? Hanya karena dia menikah dengan Mba bukan berarti kalian asing begini.”Kepalaku mendadak sakit, suara dengingan terdengar sangat nyaring bersamaan dengan datangnya sahutan demi sahutan percakapan dua orang. Spatula yang ad
Sejam berlalu, Alvis bahkan tak pernah mengalihkan pandangannya dari Nadhila karena merasa bersalah atas kesalahannya di masa lalu. Tak cukup sejam sebenarnya karena tadinya Alvis sempat keluar menidurkan Kanza yang mulai mengantuk pagi. "Naa, meskipun wajahmu tak lagi sama tapi aku tetap menjadikanmu Cinta pertamaku. Kamu taukan kalau temanku hanya kamu? Kenapa pulangmu tak mencariku? Kenapa malah membawa pria lain bersamamu?" bisiknya lirih, ditumpukannya dahinya di genggaman tangan mereka. "Setiap kali Nabhila bertanya tentang persahabatan kita, aku tidak tau mau menjawab apa. Dia seolah meragukanku padahal awalnya dia sendirilah yang datang menawarkan Cinta padaku." Dan pada akhirnya, Alvis menangis lagi. Kenangan indah mereka masih tersimpan baik menjadi satu film di otaknya. Nama Nadhila akan selalu mempunyai tempat spesial meskipun Alvis sempat Cinta mati-matian pada Nabhila. Alvis menegakkan badannya kembali, rambut Nadhila yang berjat
Semingguan ini, Xera berusaha menunggu perempuan bernama Nabhila itu. Tetapi nyatanya, tidak ada. "Apa Alvis membawanya pergi karena ketahuan? Tapikan kami hari itu tidak bertemu sama sekali. Dia bahkan tidak tau tentang pertemuan itu." Mata Xera kembali memeriksa sekitar, mencoba memikirkan bagaimana jalan keluarnya. Setiap kali ada mobil yang datang, Xera pasti akan berdiri atau setidaknya memeriksa apakah itu orang yang dicarinya ataukah bukan. "Apa gue pulang aja ya? Tapi kalau misalkan gue pulang terus orang itu datang? Gimana?" kayaknya, Xera bakal dikatai gila oleh orang sekitar. Dari kemarin saja, pemilik supermarket selalu menatapnya dengan tatapan curiga karena duduk di bangku ini selama seminggu penuh. Tapikan ini demi bertemu dengan Nabhila kan? Siapa tau orang itu beneran Nadhila, tapi kok mukanya beda? "Kayaknya gue beneran bisa dianggap gila." Sudahlah, Xera memutuskan pergi dari sana daripada di usir secara tak hormat. Kan berabe. Sebelum pergi, Xera memeriksa da
Bunyi klakson mobil yang saling bersahutan tak Alvis pedulikan, sampai di rumah dengan selamat dan bertemu dengan istri tersayangnya adalah prioritas utamanya. Bagaimana jika Nadhila kembali meninggalkannya lagi seperti dulu? Bagaimana jika Nadhila memutuskan pergi karena mencintai dunianya yang dulu? Tidak boleh, dari dulu sampai sekarang. Nadhila Meaaz hanyalah miliknya dan untuknya. Setelah berkendara secara ugal-ugalan di jalanan, akhirnya mobilnya terparkir sembarangan di halaman rumah. Keluar dengan terburu-buru, memanggil istrinya dengan perasaan takut luar biasa. "Sayang, kamu di mana? Nabhila, Mas pulang." Di kamar tidak ada, dapur juga tidak ada. "Nabhila Sayang?" Panggilnya sekali lagi. Saat melihat perempuan cantik datang dari luar, Alvis memeluknya erat. Dunianya, sumber bahagianya dan perempuan terkasihnya. "Jangan pernah tinggalin Mas, Sayang. Mas engga akan pernah bisa hidup tanpa kamu, kalian berdua adalah alasan Mas bertahan sampai saat ini. Mas mohon, apapun
Ternyata, masuk arisan tidak semenyenangkan itu. Aku pikir, kami akan membahas betapa indahnya keluarga, pertemanan ataukah ada pengalaman yang bisa dibagi agar rumah tangga kedepannya semakin baik. Nyatanya? Semua orang malah membahas betapa mahalnya perhiasan mereka, bajunya yang dibuat oleh desainer ternama ataukah sepatunya yang limited edition. “Arisan? Kamu dulu suka banget ikut arisan.” Masa sih? Tapi tidak mungkin kan Mas Alvis bohong sama istri kesayangannya ini? “Kalung yang Bu Nabhila pakai itu, belinya di mana? Sepertinya mahal sekali.” Sontak semua mata tertuju padaku. Aku ikut menunduk menatap kalung simple yang dibelikan Mas Alvis beberapa hari lalu. Katanya sih sebagai hadiah karena membuatnya bahagia di rumah apalagi Kanza tumbuh dengan baik. “Oh ini. Ini dikasi Mas Alvis, Suamiku. Hadiah katanya, aku kurang tau belinya di mana.” Mereka semua mengangguk paham, saling bersahutan iri karena keromantisan keluarga kami. Tentu saja aku merasa beruntung dengan hal it
Tuan Meeaz menatap layar di depannya dengan pandangan sulit diartikan, bagaimana bisa wajah asing itu adalah putrinya? “Belum bisa kita pastikan, Tuan. Ini masih abu-abu karena wajahnya sangat berbeda. Tapi menurut perkataan bebe—““Jangan perlihatkan jika masih Abu-abu atau belum kamu pastikan. Jangan sampai Istri saya tau soal ini. Mari kembali ke Bandung, Alvis sangat membenci Yogya sedari dulu jadi dia mana mungkin ada di sini.” Untuk menghormati Tuannya, Fiera mengangguk paham. Memberikan intruksi untuk semua bodyguard agar ke posisinya masing-masing karena mereka semua akan kembali ke Bandung segera. Ya, Tuan Alvis memang membenci Yogyakarta karena ada masa lalu kelam di sini. Dan semua anggota keluarga Meeaz tau soal itu, mustahil Alvis kemari. Mungkin perempuan tadi namanya mirip saja, mana mungkin Alvis sebodoh itu memberikan nama yang sama kan? Itu namanya memberikan celah untuk rencana besarnya. “Berhenti memikirkannya apalagi membahasnya.” Peringat Meeaz sekali lagi.