Biru menoleh menatap Lala dan punggung istrinya yang menjauh secara bergantian.Dia memberikan Javas kepada Lala untuk bisa memudahkannya mengejar Jingga.Biru khawatir akan sulit mencari Jingga dan membawa Jingga pulang setelah istrinya itu keluar dari rumah.“Oke sayang, aku akan pecat Lala tapi please, jangan pergi.” Biru memohon, tanpa alas kaki dia mengejar Jingga hingga mobilnya.Jingga yang sudah masuk ke dalam mobil masih tersulut emosi, dia menyalakan mesin lalu membuka kaca jendela.“Pecat dulu dia lalu aku akan pulang,” kata Jingga dengan jelas dan lantang.“Sayang!” Biru berseru namun mobil Jingga tetap melaju dengan kecepatan tinggi keluar dari halaman rumah.Biru kembali ke dalam rumah, dia melihat Lala sedang menangis sembari menggendong Javas.Nanny-nya Zia seperti sedang memarahi Lala, tadi Nanny-nya Zia mendengar pertengkaran majikannya saat baru saja selesai menjemur Zia dan hendak masuk ke dalam rumah.“Saya titip anak-anak, saya mau cari istri saya dulu ….” Biru
Bangunan tinggi menjulang kini berada di depan Davian dan Biru.Mereka sudah tiba di hotel berbintang yang dituju.Menurut informasi seseorang yang Davian hubungi melalui sambungan telepon tadi mengatakan bahwa Jingga berada di dalam gedung ini.“Gue bantuin lo bawa pulang Jingga tapi lo harus bantuin gue bawa pulang Cinta,” ujar Davian lagi mengulang perjanjian padahal tadi di rumah pria itu, mereka sudah menyepakati hal tersebut.“Iyaaaa, bawel ah.” Biru menyahut dengan nada kesal.Hatinya sedang gundah, setelah mendengar cerita tentang adiknya yang ada kemungkinan terpikat oleh pesona pria lain—Biru jadi memiliki prasangka buruk kalau Jingga pun begitu.Pasalnya hampir setiap hari sang istri pulang malam.Bisa jadi pekerjaan hanya dalih saja agar Jingga bisa marah-marah sehingga membuat Biru jengah dan mengeluarkan kata talak dari bibirnya.Davian dan Biru melangkah tegap memasuki loby hotel setelah meminta petugas valet memarkirkan mobil. Davian benar-benar berguna sebagai adik i
Lama-lama tangis Jingga mereda, pelukan Biru selalu mampu membuatnya tenang dan nyaman terlebih sikap Biru yang selalu berusaha menempatkan kebahagiaan Jingga di atas kepentingannya membuat Jingga segera sadar kalau dia telah dicintai dan disayangi begitu hebat oleh Bumi Xabiru Dewangga.Buktinya, alih-alih marah dan memberi pelajaran kepadanya—Biru malah berusaha mencarinya.Pria itu juga malah meminta maaf karena menganggap dirinya belum bisa jadi suami yang baik padahal Jingga merasa kalau selama ini dirinya yang tidak menjadi istri juga ibu yang baik.Cukup lama Jingga dan Biru berpelukan, menikmati hening yang menenangkan jiwa setelah beberapa minggu terakhir mereka terlibat perang dingin dan berusaha terlihat baik-baik saja di depan semua orang.Ponsel Biru yang disimpan di saku celana berdering mengingatkannya pada Davian.Terpaksa dia mengirai pelukan dengan istrinya untuk menjawab panggilan tersebut.Benar saja nama Davian tertera di layar, kening Jingga mengkerut bingung saa
“Lo siapa?” Gadis itu bertanya nyolot, dia lantas melongokan kepala menggapai pandangan ke punggung Biru dan mendapati seorang pria yang dia lihat di rumah Cinta tadi pagi yang dia kira adalah kakaknya Cinta.“Gue kakaknya Cinta, gue datang sama suaminya ….” Biru melirik sekilas ke belakang.Memberitahu gadis itu kalau yang berdiri di belakangnya adalah suami Cinta.“Mana Cinta?” Biru mengulang, dia mendorong daun pintu hingga gadis itu mundur beberapa langkah ke belakang.Sang gadis tampak syok mendengar ucapan Biru yang mengatakan kalau pria yang berdiri di belakangnya adalah suaminya Cinta.Dia mematung di ambang pintu sementara Biru dan Davian sudah merangsak masuk lebih jauh ke dalam Villa menuju halaman belakang di mana suara berisik terdengar.“Cinta!” seru Biru, suaranya menggelegar.Biru dan Davian langsung mendapat toleh dari semua orang yang ada di taman.Ada sekitar tiga perempuan termasuk Cinta dan empat laki-laki sedang mengelilingi sebuah api unggun di tengah-tengah tam
Biru yang bersandar punggung pada dinding lift lantas menggenggam tangan Jingga ketika mereka berada di dalam lift membuat Jingga menoleh menatap sang suami yang sorot matanya tampak sayu.Tidak ada senyum di bibirnya, mungkin Biru kehabisan tenaga setelah mencarinya ke mana-mana setelah itu harus mencari Cinta.Jingga mendekat dengan cara bergeser lantas merebahkan kepala di pundak Biru.Kepala Biru menunduk untuk mengecup kening Jingga.“Aku udah telepon mama, ngabarin kalau kita nginep… mama sama Papa nginep di rumah kita jagain anak-anak.” Jingga memberitahu dan dia mendapat anggukan samar disertai kecupan untuk kedua kalinya di kening.Di samping kiri dan kanan mereka ada beberapa tamu hotel yang mencuri-curi pandang dan mungkin iri karena Jingga memiliki pasangan yang tidak segan menunjukkan rasa cintanya.Sementara di depan Biru dan Jingga ada Davian yang merangkul pundak Cinta dengan tangan Cinta yang mengait di pinggang pria itu.Cinta masih belum mau bicara kepada Biru, seti
Kepala Jingga menengadah bersandar di pundak Biru sehingga sang suami bisa mengecup pipi Jingga dan merajai lehernya hingga ke telinga dengan jilatan lidah.Gerakan Jingga semakin liar, bukan hanya naik turun tapi dia memutar bokongnya.“Bi … ru … eeemmhh ….” Desahan Jingga yang memanggil namanya itu memberitahu Biru kalau sang istri akan sampai.Tanpa mencabut miliknya, Biru beranjak berdiri sembari perlahan membuat tubuh Jingga membungkuk.Refleks kedua tangan Jingga terulur menekan meja rias, cermin di depannya merefleksikan apa yang sedang mereka lakukan.Biru yang berdiri di belakangnya yang kini mendominasi gerakan.Memegang kedua pinggang Jingga selagi dia menghentak dari belakang.Biru menaikkan tempo dan desah Jingga semakin kencang, dia kalang kabut mencari pegangan lain karena gelombang itu sudah dekat siap menggulung Jingga tanpa ampun.Entah hentakan keberapa, mereka berdua mengerang hampir bersamaan.Biru semakin dalam memberi hentakan, ditariknya tangan Jingga membuat
Sekarang Cinta kehilangan muka menghadapi teman-temannya setelah kejadian malam minggu kemarin yang membongkar statusnya sebagai seorang istri dan ibu. Dia terus menundukan kepala menyusuri koridor untuk tiba di ruang kelasnya.Tadi Davian sempat mengantar hingga kampus, mengatakan bersedia mengantar sampai ke kelas tapi Cinta bukan anak TK.Dia harus menghadapi masalahnya sendiri.“Cinta!” Suara pria yang dia kenali membuat langkahnya terhenti seketika.Cinta mengangkat pandangan dan di depan sana berjarak beberapa meter saja matanya menemukan Raja.Pria itu tersenyum seolah tidak pernah terjadi apa-apa di Villa akhir minggu lalu di Puncak.“Raja ….” Cinta bergumam, dia berjalan mendekat.“Udah belajar buat kuis hari ini?” Pria itu bertanya sembari merangkul pundak Cinta yang refleks dihela pelan olehnya.“Udah ….” Cinta menjawab singkat.Mata Cinta memindai seisi ruangan kelas, dia menemukan teman-temannya dan bingung bagaimana harus menghadapi mereka.Apakah Cinta harus menyapa me
“Ya udah.” Davian setuju, dia mengemudikan mobilnya pulang ke rumah.Sesampainya di rumah, Kiana menyambut langsung berlari tertatih melewati pintu hanya menggunakan popok tanpa celana.“Pa … pa … piiii.” Kiana menyengir memamerkan giginya yang masih jarang.Davian langsung menggendong Kiana.“Nan … kok Kiana enggak pake celana?” Davian bertanya pada Nanny yang mengejar Kiana dari dalam rumah.“Baru mau dimandiin, Pak … tapi keburu lari karena denger suara mobil Bapak.” “Oooh, ya udah … Kiana aku yang mandiin ya, Nan.” Cinta menimpali.“Ayo sayang, kita mandi dulu.” Cinta mengambil alih Kiana dari gendongan Davian.“Dad … daaa … Pap … Piii.” Kiana melambaikan tangan saat sang bunda membawanya ke dalam kamar.Davian balas melambaikan tangan tapi dia ikut masuk ke dalam kamar untuk mencari Bara.Bara sedang menyusu dot, dipangku oleh Nanny.Nanny langsung memberikan Bara kepada Davian, pria itu duduk di kursi goyang melanjutkan tugas Nanny tadi, memberikan susu formula kepada Bara.Bar