Zio sampai di rumahnya pukul sebelas malam. Seharian dia mencari Fina tetapi sosok itu sudah menghilang entah kemana. Menurut panitia penerima studi banding, rombongan UGM memang sedang mengunjungi beberapa wilayah di negara Perancis tetapi mereka tak paham bagian wisata mana saja yang dikunjungi.Zio juga sudah menghubungi nomer Fina. Sayangnya nomer itu sudah tak aktif lagi. Mau menghubungi teman-teman yang lain, Zio tak hapal nomernya. Wajah kuyu Zio membuat Gemma khawatir."Tuan baik-baik saja? Apa saya perlu menghubungi Tuang Besar dan Nyonya?""Gak usah, Gemma. Kasihan mereka pasti baru sampai di tempat Grandpa.""Tapi, Tuan Nathan tampak tidak baik-baik saja. Apa perlu saya panggil dokter?"Zio menoleh pada Gemma, dia tertawa."Kalau kamu lupa, aku juga dokter Gemma. Aku hanya butuh ke kamar dan istirahat."Gemma meringis. Dia lupa jika tuan mudanya adalah dokter. Tapi kan kalau dokter sakit mereka juga membutuhkan dokter yang lain kan? Gemma sekali lagi menawarkan dipanggilkan
(Baca saat sedang tidak puasa)Gila! Itu adalah yang dipikirkan oleh Fina. Dia tak pernah menyangka ciuman pertamanya akan diambil oleh sahabat sablengnya. Dan yang lebih gila adalah dirinya. Bukannya merenggut diri lalu menampar atau memukuli si Zizi, dia justru menikmati ciuman dari sahabatnya yang begitu lembut dengan menutup mata. Tiap kecupan Zio membuatnya serasa di awan. Jantungnya bertalu-talu gara-gara lumatan-lumatan hangat, basah, lembut yang diberikan Zio pada bibir atas maupun bibir bawahnya. Bahkan saat Zio menggigit bibir bawahnya secara pelan, Fina hanya memekik, membuka mulut dan matanya sebentar lalu kembali menikmati kecupan-kecupan dari sahabatnya. Fina semakin meleyot. Kakinya tiba-tiba jadi bergetar dan terasa akan ambruk. Beruntung si perjaka, menarik pinggangnya. menjaganya dengan posesif lewat pelukan. Sementara lidahnya kini bergerak menerobos mulut Fina yang terbuka. Dengan lihai, lidah Zizi malah masuk ke rongga mulut Fina. Mengabsen setiap inci deretan gig
Sudah lima belas menit perjalanan menuju ke hotel tempat Fina dan teman-temannya menginap. Selama itu pula, Fina tak bersuara. Wajahnya ditekuk, kedua tangannya bersedekap dan pandangan matanya hanya fokus ke samping. Seakan Fina tak mau menatap wajah Zio."Aku mau ambil sepatu untuk teman-temanmu dulu."Fina tak menjawab dan hanya mengangguk. Zio membawa Fina menuju ke rumah salah satu pekerjanya yang paling dekat dengan hotel. Setelah semua sepatu masuk ke bagasi, dia pun segera melajukan mobil ke hotel. Mereka sampai pukul delapan lebih sepuluh menit. Semua orang terlihat bahagia sekali. Ucapan terima kasih terus didapati oleh Zio sementara si gadis galak malah memilih ke kamarnya buat siap-siap."Lah habis sama Yayang kok mukanya cemberut gitu? Gak dikasih jatah kamu?" tanya Megan tanpa dosa."Sembarangan. Kamu pikir aku cewek apaan?" Fina melempar bantal ke arah Megan membuat sang gadis tertawa."Lah gimana gak tertawa, orang kamunya manyun begitu. Hahaha."Fina tak menggubris g
Fina hanya mampu melongo melihat kebaya putih yang tergeletak rapi di ranjangnya. Cantik dan elegan, dia bahkan sampai harus mencubit pipinya yang cubby untuk menegaskan kalau dia itu sedang tidak bermimpi. "Masya Allah cantik banget kebayanya. Ini aku beneran mau nikah?"Fina yang baru mandi tak bisa tak merasa takjub. Dia bahkan sampai bingung dia ini sebenarnya sedih atau happy? Setelah mendapat penjelasan dari kedua orang taunya tadi pagi. Fina dikejutkan dengan banyaknya seserahan yang dia dapat, belum lagi tadi dia habis mendapati ada dua pegawai salon yang khusus melakukan pijatan dan perawatan pranikah selama dua jam. Alhasil Fina mendapatkan perawatan dari pukul enam pagi dan berakhir pukul delapan. Dan kini, Fina mendapat kejutan lagi dengan keberadaan sebuah kebaya cantik di kamarnya.Tok tok tok.Pintu kamar Fina diketuk dan Fina mempersilahkan orang yang mengetuk untuk masuk. Ternyata pegawai MUA yang datang."Pagi Mbak Fina, saya Endang dan ini teman saya Lusi. Kami di
Harap dibaca saat TIDAK SEDANG BERPUASASeorang gadis sedang menatap pemandangan malam kota Paris dari Mansion milik orang tuanya. Tatapan sang gadis terlihat sendu. Angannya melayang pada pertemuan pertamanya sekitar tiga tahun yang lalu dengan Zionathan. Bermula dari pertemuan dua rekan kerja, pertemuan di kampus hingga menimbulkan bibit-bibit cinta. Sayangnya di sini hanya Aisyah yang cinta sementara dari pihak Zionathan tak ada.Aisyah sudah berdoa, melafalkan nama Zio agar menjadi jodohnya. Ternyata mereka memang tak berjodoh."Aisyah."Aisyah kaget, dia berbalik kemudian mencoba tersenyum pada sang ayah. Tuan Ali menghampiri putrinya. Dipeluknya sang putri dengan sayang."Maafkan Dad. Dad tidak berhasil menjadikan Nathan milikmu. Padahal pertemuan kemarin adalah cara dad untuk mengumumkan dia sebagai calon suami kamu. Dad yakin, jika dad kemarin mampu mengumumkan acara pertunangan kalian di depan orang banyak, Raphel dan Nathan tak akan bisa berkutik. Siapa sangka Nathan lebih m
Fina dan Zio sudah berdiri di dekat mobil yang akan membawa kedua pengantin baru ke Jogja. Kedua orang tua Zio sendiri sudah di Jogja dan akan menunggu sang putra di bandara."Salah sendiri nikah dadakan, aku gak bisa nganter. Habis ini kudu ke Cepu," ucap Royyan saat Fina dan Zio pamitan."Mas Rei gak bisa nemenin, banyak pasien yang harus dikontrol. Mbak Rana juga gak bisa ninggalin anak-anak. Gak papa kan?" Si Kulkas juga ikut-ikutan gak bisa nganter."Mas El sama Mbak, sibuk banget. Ada klien yang harus mbak dampingi dan Mas El ada jadwal sidang." Fiqa sang kakak perempuan juga tak bisa ikut."Mamah sama Papah sibuk nerima tamu. Padahal udah dibilangin resepsinya sebulan lagi. Tapi katanya mau tetap pada mampir. Gak enak gak ada yang nyambut. Gak papa kan kalian ditemani Pak Warjo dan Bu Narti?" Nasha memandang sedih pada putri bungsu dan menantu barunya."Gak Pah," sahut pasutri kompak. Lalu mereka beralih pada si kepala keluarga."Hati-hati, meski papah gak yakin kamu gak akan k
Selama satu minggu ini, berita tentang pernikahan mendadak Fina dan Zio menjadi buah bibir baik bagi alumni kedokteran seangkatan Fina-Zio, maupun alumni SMADA. Ucapan selamat terus mengalir. Banyak yang mendoakan hal-hal baik. Ungkapan dengan tutur kata baik maupun dengan guyonan dari para sahabat sukses memeriahkan grup WA, spam di F* dan I* pasutri baru pun komen pada postingan para keluarga yang memposting foto akad keduanya. Kebanyakan teman-teman SMA Fina-Zio mengolok-ngolok mantan bestie dengan berbagai olokan dari mulai kena kutukan cinta, kena karma, kena pelet sampai kenapa gak nikahnya sejak dulu aja. Zio yang sudah kembali bergabung dalam grup alumni SMA maupun kampus dengan santai menjawab. Fina sendiri bersikap lebih kalem. Hubungan Fina dan suami kembali seperti jaman SMA, kadang mesra, kadang penuh perdebatan, kadang saling sindir, kadang saling jahil bahkan tak jarang-jarang kini orbolan keduanya dibumbuhi kata-kata mengarah hal-hal berbau dewasa. Sang suami yang pali
Winda kaget mendapati sang putra sudah berada di rumahnya. “Loh kok ke sini? Kenapa gak di tempat Mas Wahid aja?” “Nathan kangen kalian. Nathan gak betah di sana. Nathan mau di sini aja. Mom bilang mau buatin aku klinik gigi. Mana? Sudah lama sekali, Mom. Kenapa kliniknya belum ada?” Winda sedikit gelagapan namun dia mencoba berkilah. “Tunggulah, Nak. Mom dan Dad sedang fokus menyelamatkan bisnis dad. Tahu sendiri kan? Setahun belakangan ini bisnis kita kurang baik.” Nathan tentu saja tahu jika satu tahun ini, bisnis keluarganya sedang mengalami pasang surut. Hubungannya dengan Mr. Oliver juga memburuk. Nathan dan kedua orangtuanya tak pernah berhubungan dengan mereka lagi. Pernah terbersit untuk meminta maaf atas kesalahan sang ibu. Tapi Nathan tak yakin, kakak tirinya mau memaafkan. “Mom, apa aku coba ke Paris? Menemui kakak tiriku? Siapa tahu aku bisa membantu.” Winda terlihat berpikir lalu menimbang-nimbang baik buruknya. “Lakukan saja.” Nathan tersenyum. Jadilah dia beran