Rossa diam, ternyata kenalan yang dimaksud oleh Zaman adalah saudara perempuan lelaki itu. Awalnya Rossa merasa awkward dan segan, namun itu tidak berlangsung lama. Sabrina—nama kakak Zaman—adalah perempuan yang mudah akrab dengan semua orang. Bahkan kini percakapan mereka sudah tidak sekedar basa-basi lagi. Sabrina 5 tahun lebih tua dari Zaman, bekerja sebagai tenaga pengajar di kampus tidak jauh dari lokasi mereka. Juga seorang psikolog. Hampir semua yang melekat di tubuh Sabrina bisa dikatakan sempurna. Namun, wanita kepala tiga itu sudah lama bercerai karena mandul. Suaminya selalu menuntut ingin punya anak, dan memilih berpisah karena Sabrina tidak sanggup memberikan hal itu. Mendengar ceritanya, membuat perasaan Rossa sakit. Selalu saja, yang bersangkut paut dengan pernikahan itu sangat sensitif di telinganya. Padahal, tidak punya anak, asal satu sama lain saling mencintai juga tidak apa. “Bajumu tidak kebesaran kan, Ros?” “Ahh, tidak mbak. Pas kok.” “Syukurlah. Ini kali p
“Kenapa pulang lama sekali dan tidak membalas pesanku sama-sekali? Kau tau…aku sangat khawatir terjadi sesuatu padamu.” JELAS SEKALI bahwa ada yang tidak beres di sini. Rossa sampai mengerutkan kening, tidak percaya dengan Tristan yang mendadak kalem? Tidak biasanya bukan? “Trist, kamu kenapa?” “Emangnya aku kenapa?” “Tumben banget kalem.” “Ya kan sama calon istri, apa aku harus barbarly dulu?” Sudah mulai. Rossa melepas pelukan Tristan dan menatap lelaki itu penuh selidik. Jika sudah begini, dia harus mewanti-wanti bahwa ada sesuatu yang baru saja Tristan lakukan. “Oh ya, semalam kamu ngirim aku duit? Sudah berulang kali aku bilang, Tris. Aku gak mau di kasih duit, kecuali aku jadi istri kamu. Mana banyak lagi, kamu pikir 20 juta itu bukan uang?” “Itu cuman buat jajan doang.” Tristan tersenyum lebar, dia tidak salah mendengarkan kalo Rossa tadi menyebutkan istri? “Dan kamu itu calon nyonya Robinson, calon istri aku. Aku akan berusaha buat kamu yakin kalo aku adalah lelaki ya
Walau kota Malang tidak terlalu besar, selalu ada saja kenangan yang membuat Zaman rindu dengannya. Meskipun memang sudah menjadi masa lalu, tetap saja membuatnya terbayang-bayang. Sambil menunggu kedatangan Rossa, mata Zaman mulai memindai file yang ada di layar laptopnya. Dia masih duduk, mengamati dengan seksama. Kasus Rossa sepertinya sedikit familiar. Jika tidak salah ingat, dulu, salah satu law firm seniornya pernah bercerita tentang kasus yang ditutup karena pelakunya salah satu keluarga berpengaruh. Sering terjadi memang. Tapi Zaman juga ditugaskan untuk menelusuri hingga akhir. “Maaf, kamu sudah lama ya?” Suara itu terlalu dekat. Zaman memundurkan tubuhnya dan menatap Rossa yang mengenakan pakaian casual. Jarak mereka terlalu dekat, membuat jantungnya mendadak berdetak lebih cepat. “Eh, maaf. Tadi kamu tidak mendengarku, fokus sekali.” Rossa mundur memberi mereka jarak dan mengambil duduk di sebelah Zaman. “Tadi kau bilang mendapatkan clue tentang kecelakaan itu?” Rossa
Selama acara berjalan, Rossa bisa melihat bagaimana seorang Tristan diperlakukan. Semua petinggi di kantor cabang yang langsung turun tangan begitu mereka tahu kabar pemilik perusahaan yang langsung turun tangan. “Jadi, pembangunanya selesai akhir tahun ini?” “Benar, Pak Tris. Kami juga masih meninjau beberapa lahan lagi setelah pembangunan ini selesai. Firma hukum yang bekerja sama dengan perusahaan kita sudah mengurus semua urusan administrasi dan izin ke pemerintah.” Selagi mengamati, sesekali Rossa menatap ke arah Zaman yang sangat fokus. Semua orangpun sebenarnya begitu. Hanya saja Rossa merasakan bahwa semua orang fokus hanya karena ada Tristan. Sekali lagi Rossa menghela nafas, melihat bagaimana orang lain memperlakukan Tristan, dia jadi teringat bahwa dia sering kali menyuruh lelaki itu untuk mencuci piring. Bahkan membersihkan apartemen. Tapi itu juga setara dengan kelakukan luar biasa Tristan. Acara monitoring sudah selesai. Rossa sedang sibuk memasukkan file-file yang
Hari-hari tidak terasa cepat berlalu. Hari ini terakhir mereka berada di Malang. Rossa tengah mengunyah sarapan paginya di restoran hotel. Meja sengaja dibuat untuk muat sekitar 8 orang dan di meja Rossa ada 2 perempuan dari divisi perencanaan. Mereka sempat berkenalan, tapi pada ujungnya Rossa memilih untuk diam dan menikmati makanannya. Tidak peduli dengan bisik-bisik yang dia dengar. Tapi tidak bisa dipungkiri, Rossa yang cewek saja merasa minder melihat sosok wanita dengan paras anggun yang juga sedang makan di private meja. Sepertinya seorang artis? Rossapun tidak tahu. “Buset, pak bos emang cakepnya gak ada yang ngalahin.” “Tumben banget mukanya berseri-seri kayak gitu, senyumnya juga kelihatan tulus. Bukan senyum menggoda.” “Iya sih, akhir-akhir ini pak Tritan emang kelihatan jauh lebih bahagia. Apa dia udah punya pacar?” “Lo belum tau?” “Ada apa?” “Temen gue kan kerja di kantor pusat tuh, trus emang sempat beredar rumor foto pak bos sama cewek. Katanya sih pacarnya. Ya
Rossa sama-sekali mengabaikan ponselnya, hari ini dia memilih untuk jalan-jalan keliling kota Malang bersama rombongan Jake, Zaman dan karyawan lain. Mulai wisata kuliner hingga berbelanja. Rossa bahkan sudah memenuhi keranjang belanjanya. Dia tidak tahu akan sekalap itu. “Jadi, yang menyebar foto itu Rudi? Aku memang sempat mendengar bos sudah punya pacar, tapi tidak tahu jika dia pelakunya.” Jake mengangguk. “Tunggu dulu, lo kenal Rudi?” Zaman mengangguk. “Kami dulu satu kuliah, dia terkenal karena memiliki pacar dimana-mana. Parahnya, dia juga sering sex bebas. Jika tidak salah, dia itu juga pernah terlibat skandal dengan beberapa wanita. Sungguh sangat berbahaya.” Kedua kali Jake mengangguk dan tetap mengawasi Rossa sesuai dengan perintah Tristan. Dia memang sengaja ikut karena perempuan itu. Jika tidak, maka gajinya yang akan dipotong. “Untung saja Rossa memilih pak Tristan, setidaknya dia bisa mendapatkan perlindungan. Tapi aku memperingati agar Rossa berhati-hati. Rudi it
Tidak ada orang yang tidak bisa Rossa lawan, kecuali satu, Tristan. Entah apa yang membuatnya selalu lemah di hadapan lelaki itu. Seperti pagi ini, Rossa hanya bisa diam saja saat mendadak dia mendapat promosi. Padahal baru bergabung. Tebak apa yang terjadi? Teman sekantornya langsung membuatnya jadi bahan ghibah. Bahkan Lisa yang mejanya dekat dan mereka sering kerjasama tidak menyapanya pagi ini. Rossa jadi sedikit tidak nyaman dengan ruang kerjanya. Padahal Rossa juga tidak tahu jika dirinya mendapat promosi secepat itu. Dan parahnya, banyak rumor yang mengatakan bahwa dipecatnya Rudi itu ada hubungannya dengan dia. Ya emang, tapi itu juga bukan keinginan Rossa. Seorang Tristan yang bertindak tanpa sepengetahuannya. Rossa bisa apa? Bahkan seperti situasi siang ini di kantin. Rossa merasa banyak sekali tatapan yang tertuju padanya. Seperti dirinya sedang ditunggu kedatangannya. Memilih mempercepat memesan makan siangnya, Rossa beranjak menuju ke arah Hana dan Mbak Lis yang kebe
Sudah tiga hari sejak Tristan menghubungi media dan mengklarifikasi hubungan mereka, Rossa tidak ke kantor. Jangankan ke kantor, keluar dari pintu apartemen saja dia sedikit takut. Beberapa hari lalu Rossa mendapat terror saat keluar ke minimarket di lantai bawah. Sampai-sampai dia harus menutup wajahnya. Fans Tristan memang mengerikan. Rossa makin sadar jika lelaki itu kesukaan banyak wanita. Apalah daya yang hanya punya nasib mendadak. Definisi dari rezeki turun dari ranjang. Jika diingat-ingat lagi, Rossa makin tidak menyangka bisa berada dalam keadaan itu. Niatnya Rossa akan mengurung diri di apartemen hari ini. Sama seperti hari-hari sebelumnya. Tapi, baru saja 15 menit yang lalu, Hendrix memberi kabar dia akan datang dan menjemputnya. Sungguh kaget Rossa hingga kini masih tidak percaya dia keluar dari apartemen dengan pakaian seadanya. Tanpa make-up pula. “Lo kayak gembel, minimal make lipstik kek. Gue tebak lo juga belum mandi?” Hendrix yang menunggu di parkiran sambil ber